Payakumbuh | Agraria.today — Payakumbuh adalah sebuah kota di Provinsi Sumatra Barat, yang dikelilingi Kabupaten Lima Puluh Kota. Pada Semester I tahun 2023, jumlah penduduk kota itu sebanyak 144.727 jiwa.
Berbagai penghargaan telah diraih oleh Pemerintah Kota Payakumbuh sejak beberapa tahun terakhir. Dengan pertumbuhan ekonomi 6,64 persen pada 2023, Payakumbuh merupakan salah satu daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Sumatra Barat.
Inovasi dalam bidang sanitasi, pengelolaan sampah, pasar tradisional sehat, pembinaan pedagang kaki lima dan drainase perkotaan mengantarkan kota ini meraih penghargaan Inovasi. Dan yang terbaru Kota Sehat Wistara dan sederet pengharaan lainnya.
Sebelum 1970, Payakumbuh adalah bahagian dari Kabupaten Lima Puluh Kota dan sekaligus ibu kota kabupaten tersebut. Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 tahun 1970 tanggal 17 Desember 1970 menetapkan kota ini menjadi daerah otonom pemerintah daerah tingkat II Kotamadya Payakumbuh. Sejak itu, tiap tanggal 17 Desember diperingati sebagai Hari Jadi Kota Payakumbuh.
Tentu bukan itu saja hal-hal menarik dari Payakumbuh. Kota yang sebentar lagi akan memasuki usia ke 53 tahun, ada beberapa fakta menarik seputar Kota Payakumbuh yang dirangkum basangek.com dari berbagai sumber.
1. Beragam Julukan
Berjuluk The City of Randang, pada akhir 2018, Pemko Payakumbuh mempromosikan daerahnya sebagai Kota Rendang. Kota tersebut sudah mendatangkan teknologi retouch untuk menjaga kualitas randang tetap stabil.
Kemudian, dengan dukungan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), rendang Payakumbuh bisa menembus pasar internasional. Produksi rendang di Kota Payakumbuh sebanyak 1.147 kilogram per hari yang diproduksi oleh 37 Industri Kecil Menengah (IKM) di wilayah setempat. Ada sekitar 30 varian rendang dengan berbagai macam bahan yang diproduksi masyarakat Payakumbuh.
30 varian itu meliputi rendang telur, daging sapi, suir daging, paru, ayam, suir ayam, ubi, suir itik, jamur basah, jamur kering, jamur kriuk, jengkol, jantung pisang, dan daun singkong. Varian lainnya adalah rendang belut, ikan tuna, daun-daun, pare, pakis/paku, lokan, nangka, daging tumbuk, paru basah, jamur kurma, jagung, ikan lele, ikan nila, ikan gabus/haruan, maco, dan udang.
Selain itu Payakumbuh juga punya julukan lain. Salah satunya adalah Kota Biru. Julukan itu muncul karena warna yang medominasi lambang daerah ini adalah warna biru. Warna biru berarti “keramahtamahan, air jernih ikannya jinak mengandung harapan pada masa depan yang lebih baik”.
Julukan lainnya adalah Kota Gulamai, Kota Batiah, dan Kampung Rendang. Batiah merupakan camilan sejenis rengginang. Penggunaan nama makanan khas yang unik ini sebagai julukan ini juga sekaligus mempromosikan wisata kuliner Payakumbuh.
2. Punya Kuliner Khas
Sumatra Barat terkenal dengan kekayaan kulinernya, begitu pula dengan Kota Payakumbuh. Ada Batiah yang merupakan kuliner khas Payakumbuh dan jadi salah satu julukan kota ini. Batiah adalah sejenis kerupuk rengginang. Bedanya dengan rengginang yaitu pada bahan pembuatan. Rengginang dibikin dari beras biasa, sedangkan Batiah harus menggunakan ketan putih.
Galamai atau yang dikenal dengan dodol di daerah lainnya di Indonesia merupakan makanan khas Sumatera Barat yang dibuat dengan bahan baku tepung beras ketan, gula aren, dan campuran santan. Bahan-bahan ini dimasak dalam kuali besar hingga mengental. Pembuat harus telaten mengaduk adonan galamai selama 3–4 jam lamanya.
Biasanya masyarakat Payakumbuh membuat Galamai pada hari-hari spesial, seperti pernikahan, hari raya, dan acara-acara adat. Namun, wisatawan juga bisa membawa pulang sebagai buah tangan karena dijual di beberapa pusat oleh-oleh.
Ada pula Panjar yaitu kue dari beras ketan dicampur gula enau. Selain itu terdapat juga makanan khas lainnya seperti Boreh Rondang, Pangek Cubadak, Gulai Paluik, Katupek Gulai Paku, Sate Danguang Danguang, Kipang, Rondang Boluk, Rondang Tolua, Martabak Tolua dan masih banyak lagi.
3. Tenun Balai Panjang
Sumatra Barat biasanya terkenal dengan kain songket, tapi ternyata mereka juga memiliki tradisi kain tenun yang tak kalah indah. Bahkan, kini tenun Payakumbuh ini sedang gencar dilirik oleh pasar domestik dan internasional.
Karya busana dengan tenun Payakumbuh ini juga hadir dalam rangkaian koleksi busana dan di tampilkan di ivent internasional. Salah satunya merupakan mahakarya desainer Indonesia, yakni Tuty Adib. Koleksinya bertemakan “ETMO”, yang berarti ethnic modern, hadir dalam konsep modest fashion siap pakai dengan sentuhan glamor.
Koleksinya ini menggunakan tenun ATBM Balai Panjang Payakumbuh Sumatera Barat. Ia menjelaskan bahwa motif yang digunakan dalam kolaborasinya dengan kain tenun Payakumbuh diambil dari inspirasi makanan khas, bangunan tradisional, hingga tempat-tempat wisata, dan tanaman asli Payakumbuh, yang dinamakan kumbuh. Tenun Balai Panjang Payakumbuh cocok dikenakan para perempuan muda yang aktif berkegiatan sehari-hari, tetapi tetap ingin tampil menarik dan berkelas.
4. Sebagai Pusat Pemerintahan Sejak Era Belanda
Kota Payakumbuh, terutama pusat kotanya, dibangun oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Kawasan ini berkembang menjadi depot atau kawasan gudang penyimpanan dari hasil tanam kopi dan terus berkembang menjadi salah satu daerah administrasi distrik pemerintahan kolonial Hindia Belanda waktu itu
Salah satu kawasan di dalam kota ini terdapat suatu nagari tertua yaitu nagari Aie Tabik. Pada 1840, Belanda membangun jembatan batu untuk menghubungkan kawasan tersebut dengan pusat kota sekarang. Jembatan itu sekarang dikenal juga dengan nama Jembatan Ratapan Ibu.
Payakumbuh sejak zaman sebelum kemerdekaan telah menjadi pusat pelayanan pemerintahan, perdagangan, dan pendidikan, terutama bagi Luhak Limo Puluah. Pada zaman pemerintahan Belanda, Payakumbuh adalah tempat kedudukan asisten residen yang menguasai wilayah Luhak Limo Puluah, dan pada zaman pemerintahan Jepang, Payakumbuh menjadi pusat kedudukan pemerintah Luhak Limo Puluah.