Perawakan kecil. Pembawaan bersahaja. Rambutnya nyaris tanpa bersisir. Pendidikan formalnya SMA saja. Namanya Irwan Hidayat (75 tahun). Dialah lelaki yang kini berjuang “menulis ulang” kisah kejayaan rempah Nusantara.

Momentum bersejarah dicanangkan di tanggal istimewa, 22 Desember 2022. Hari itu, Ibu Pertiwi menjadi saksi peresmian Pusat Laboratorium Penelitian Rempah Indonesia yang berlokasi di kawasan Pabrik Sido Muncul, Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

“Persiapannya hanya seminggu. Ya, kami kerja kepala jadi kaki, kaki jadi kepala. Mirip legenda Bandung Bondowoso,” kata Irwan mengisahkan lahirnya laboratorium yang dilengkapi nursery serta empat green house.

Meski begitu, proyek laboratorium rempah bukanlah ide dadakan. Presiden Direktur PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk itu mengaku sudah lama ingin merambah ke usaha selain jamu. “Kami ingin memproduksi produk turunan rempah, istilahnya bumbu dapur,” ujar lelaki kelahiran Yogyakarta, 23 April 1947 itu.

Tekadnya semakin mantap ketika sekitar empat tahun lalu (2018), bertemu Pangdam III/Siliwangi, Mayjen TNI Doni Monardo terkait program Citarum Harum.

“Dalam satu kesempatan, pak Doni bercerita tentang ‘emas hijau’, berbicara tentang potensi rempah hingga ke sejarah kejayaan rempah Nusantara. Seketika saya mantap memutuskan proyek yang hari ini kita sama-sama saksikan,” ujar Irwan.

 

Harus Istimewa

Untuk masuk ke bisnis rempah, maka harus diawali dengan penelitian rempah. Hanya dengan begitu, akan lahir produk rempah yang tidak biasa-biasa saja, melainkan kualitas istimewa. Jahe, jahe yang istimewa. Minyak atsiri, nilam, juga yang istimewa.

“Jika kita mau masuk pasar global, tidak cukup dengan kualitas biasa. Harus yang istimewa,” tegas cucu pendiri Sido Muncul yang bernama Rahkmat Sulistio (Go Djing Nio) itu.

Irwan sadar, penghasil rempah bukan hanya Indonesia, tetapi ia juga tahu bahwa potensi rempah terbesar ada di negara kita.

Berangkat dari Pusat Penelitian Rempah itulah ia bertekad menekuni bisnis berbasis rempah. Tidak melulu jamu. “Baru-baru ini saya punya pengalaman membuat resep ayam rempah. Ketika saya coba, rasanya kurang enak. Lalu kita tambahkan salah satu bahan rempah dari India, hasilnya menjadi enak sekali. Ini pun melalui penelitian,” tambah ayah tiga anak itu.

Laboratorium Rempah Sido Muncul sekaligus akan mengakomodir para peneliti dari berbagai perguruan tinggi. “Karena itu, hari ini pun kami mengundang para peneliti dari berbagai perguruan tinggi. Kita bersama-sama mengembangkan rempah Indonesia kembali menjadi rempah kelas dunia,” tekad Irwan.

Sekalipun begitu, Irwan juga mengingatkan bahwa faktor laboratorium sejatinya hanya 10 persen, sebab 90 persen kunci keberhasilan lainnya ada di SDM. Dan dari 90 persen itu, 85 persennya adalah gagasan. “Kalau kita punya banyak gagasan, pasti akan melahirkan sesuatu yang baik,” ujarnya.

Laboratorium Sido Muncul, tambahnya, membutuhkan tiga hal. Pertama, kerjasama atau partnership dari para pihak, utamanya para peneliti. Kedua, saran dan gagasan baru. Ketiga, dorongan semangat. “Tiga hal itu yang akan membuat kami yakin, bahwa langkah ini sudah benar,” kata Irwan.

Dari laboratorium itu pula kelak akan lahir produk-produk dengan brand Sido Rempah atau bisa juga Sido Bumbu, Sido Masak. “Apa pun, yang penting memakai kata Sido di depan. Sebab, kode saham kami di pasar modal memang Sido,” ujarnya.

Kejayaan Rempah

Hari yang penting, di acara yang penting, juga dihadiri orang penting di mata Irwan Hidayat. Ia adalah Letjen TNI Purn Dr (HC) Doni Monardo. Tokoh militer yang sering dijuluki “jenderal pohon” ini pun diminta menyampaikan testimoni.

Baca juga  Peristiwa Kupang dan Jeneponto: Soliditas TNI-Polri di Daerah Memprihatinkan

“Saya mendukung penuh apa yang dilakukan Sido Muncul untuk mengembalikan kejayaan rempah Indonesia. Pak Irwan, jangan takut dengan jalur sutra. Jalur sutra tidak ada apa-apanya dibandingkan jalur rempah,” kata Doni yang Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) itu.

Untuk diketahui, tambah Doni, asset VOC karena perdagangan rempah di wilayah Nusantara, khususnya di Jawa dan Indonesia bagian Timur (Maluku dan Maluku Utara), mencapai 7,9 triliun Dollar AS. “Itu data yang kami dapat dari literatur global”.

Bukti lain, sebuah “papan pengakuan” yang ada di salah satu objek wisata di Belanda. Bulan Mei Tahun 2019, dalam kapasitas sebagai Kepala BNPB, Doni ke Belanda untuk menelisik dokumen kebencanaan yang dicatat Belanda saat berkuasa atas wilayah kita, 3,5 abad lamanya.

Pada sebuah bangunan kayu, ditempel papan dengan tulisan berbahasa Belanda, yang kurang lebih artinya, “Gudang rempah harta kekayaan melimpah dari bumi Indonesia”.

“Jadi kalau pak Irwan dan keluarga besar Sido Muncul memutuskan hari ini mengangkat kembali kejayaan rempah Indonesia, ini adalah gagasan yang sangat-sangat-sangat brilian,” kata Doni disambut tepuk tangan hadirin.

Inisiator “Citarum Harum” serta pencetus program “emas biru” dan “emas hijau” itu mengingatkan ihwal besarnya jumlah petani kita yang masih hidup dalam kondisi kurang sejahtera. Program mengembalikan kejayaan rempah, sedikit-banyak akan mengangkat kaum petani, terlebih dengan dukungan akademisi (para peneliti).

“Pak Irwan, para purnawirawan Angkatan Darat yang sudah merintis program-program yang berhubungan dengan pertanian, akan bersama pak Irwan dan keluarga besar Sido Muncul,” tegas Doni Monardo.

Purnawirawan PPAD siap bersinergi dengan berbagai latar belakang yang dimiliki. Doni mengingatkan, pada dasarnya purnawirawan tidak boleh berhenti berjuang. “Kalau dulu berjuang mengangkat senjata, sekarang berjuang di bidang ekonomi. Perang sekarang adalah perang ekonomi. Tujuannya rakyat sejahtera,” tambahnya.

 

Sabang-Merauke

Seperti halnya Irwan, maka Doni pun menaruh harapan kepada para peneliti dan akademisi. Peran mereka sangat besar dalam meningkatkan kualitas. Termasuk kualitas hasil rempah. “Saya ceritakan pengalaman saya keliling Sabang sampai Merauke. Betapa banyak komoditi yang jika kita olah bisa mengangkat harkat dan kesejahteraan bangsa,” ujarnya.

Ia lalu menyebut nilam. “Tadi pak Irwan menyebut pohon nilam. Itu ada sejarahnya. Nilam adalah singkatan dari Nederlands Indische Land ook Acheh Maatzchappij, sebuah perusahaan Belanda yang mengatur perdagangan dan sistem penjualan tanaman Patchouli. Tanaman herbal yang daunnya disuling menjadi atsiri. Orang lalu mengenalnya sebagai minyak nilam,” papar Doni, fasih.

Ada lagi jenis tanaman lain untuk kepentingan atsiri, antara lain kulit pohon masoya (bahan baku parfum Hermes) dan cendana. Harga per satu kilogram mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah.

“Potensi itu sangat besar di negara kita. Jadi, kerjasama antara dunia usaha dengan peneliti dan didukung pemerintah, niscaya akan memberikan manfaat luar biasa bagi bangsa kita,” ujar Doni optimis.

Kepala BNPB 2019 – 2021 itu lalu menyebutkan tentang cengkeh. Baru-baru ini ia menemukan pohon cengkeh di tengah hutan di Pulau Seram, Maluku. Buah cengkeh itu tiga kali lebih besar dari buah cengkeh yang kita kenal. “Jumlahnya tidak banyak. Jika berkenan, saya siap mengantarkan bapak-ibu peneliti untuk melihat pohon cengkeh hutan di Pulau Seram,” kata Doni menjabat Pangdam XVI/Pattimura 2015 – 2017 itu.

Baca juga  Tanah Adat dan Iktikad Negara

Selain cengkeh, ada juga pohon lemon “raksasa”. Jika pohon lemon kebanyakan tingginya hanya dua sampai tiga meter, Doni menemukan pohon lemon setinggi hampir 10 meter. “Sekali lagi, potensi emas hijau kita luar biasa. Selamat berjuang pak Irwan dan Sido Muncul,” tambahnya.

Pionir Rempah

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memuji langkah Sido Muncul sebagai pionir penelitian rempah di Indonesia. “Jamunya sudah jalan, sekarang bergeser ke rempah. Setelah ini, apa lagi….,” kata Ganjar.

Ganjar lalu menyampaikan kisah menarik saat berkunjung ke Suriname. “Saya sempat tersinggung,” kata Ganjar dengan ekspresi lucu.

Ia lalu berkisah. Lazimnya sebuah kunjungan, maka Ganjar menyerahkan cendera mata berupa miniatur Candi Borobudur. Pejabat Suriname tadi lalu membalas dengan memberinya cenderamata yang membuat Gajar “tersinggung”. “Apa coba! Saya mendapat souvenir Tolak Angin Sido Muncul…” kata Ganjar disusul tawa dan tepuk tangan hadirin.

Seperti halnya Doni, maka Ganjar pun punya pengalaman di negeri Belanda. Dalam satu kesempatan ia berbincang dengan para veteran. Mereka menceritakan, bahwa zaman dulu tidak ada makanan yang tasty atau enak. Yang ada rasa tawar cenderung hambar, seperti roti, susu, dan keju.

“Mereka mengakui, ada makanan enak di Belanda setelah terjadi penjelajahan dan penjajahan. Termasuk menemukan rempah-rempah dari Indonesia,” kisah Ganjar.

Ganjar lalu membayangkan, seandainya laboratorium rempah ini sudah menghasilkan produk-produk berkelas global, maka semua kedutaan bekerjasama dengan pemerintah lokal di berbagai negara untuk membuka toko rempah Indonesia. “Rempah, bukan saja memakmurkan bangsa, tetapi juga bisa menjadi alat diplomasi,” ujarnya.

 

Dukungan BPOM

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP yang hadir pagi itu, mengilas pengalamannya di sejumlah negara. Betapa kebutuhan rempah sangat tinggi.

Hari ini, bertepatan hari Ibu, kata Penny, adalah momentum yang sangat penting bagi berdirinya tonggak kejayaan kembali rempah Indonesia. “Karena itu, saya prioritaskan untuk hadir di acara ini,” ujar Penny pula.

Ke depan, rempah Indonesia yang berangkat dari Laboratorium Rempah Sido Muncul diharapkan memainkan peran penting adalam event dua tahunan, Spices of the World. “BPOM selalu mendampingi peserta dari Indonesia. Eventnya dimulai dengan pameran di Dubai. Sekarang menjadi event rutin dua tahunan. Di situ merupakan ajang terbaik untuk memasarkan produk rempah kita ke seluruh dunia,” katanya.

Penny juga mengapresiasi Sido Muncul sebagai salah satu industri jamu, yang mendapatkan CPOB (Cara Produksi Obat yang Baik). Itu karena Sido Muncul telah mengikuti aturan BPOM. “Kami siap mendampingi untuk proses selanjutnya,” tegas Penny. *

(Egy Massadiah)