Jalan yang tersedia untuk mengaksesnya pun sering macet, atau padat merayap. Misalnya jalur Padang-Bukittinggi. Perjalanan yang normal biasa ditempuh antara 1 – 2 jam, bisa menjadi 3-4 jam bahkan lebih pada kondisi saat ini. Hal ini tentu membuat keengganan tersendiri bagi wisatawan atau bahkan pelaku industri parawisata untuk mengarahkan wisatawan ke daerah Sumatra Barat.
Penikmat wisata sebetulnya berharap, akses ke lokasi wisata tidak lebih satu jam dari bandara. Seperti Bali misalnya, objek wisata Pantai Kuta sangat dekat dari Bandara Ngurah Rai, bahkan sedemikian dekatnya bisa diakses dengan jalan kaki saja.
Oleh karena itu, terkait dengan rencana pembangunan jalan tol Padang – Pekanbaru ini, sebaiknya betul-betul mempertimbangkan akses ke lokasi wisata strategis di Sumbar. Saya sendiri menyarankan agar kita merubah rute jalan yang ada.
Konsep ini sebetulnya bisa mempertemukan antara pihak yang pro dengan yang kontra dalam hal pembangunan jalan tol tersebut. Sebab dengan membuat jalan tol yang mempertimbangkan akses ke pusat-pusat wisata, serta juga memperbanyak tempat peristirahatan yang memberikan akses berjualan bagi masyarakat semacam rest area, maka ekonomi masyarakat Sumbar InsyaAllah akan terangkat.
Untuk rute jalan tol yang mempertimbangkan akses kedaerah wisata, Kalau boleh kami mengusulkan agar jangan melewati atau menyusur jalan yang sudah ada. Lebih baik membangun sebuah rute dengan jalur sebagai berikut : Padang-Sicincin-Malalak (sebelum Malalak dibuat exit tol ke Puncak Lawang dan Danau Meninjau. Dari Malalak dibuat terowongan yang keluarnya di Koto Gadang. Disana juga perlu dibuat exit tol untuk mempermudah wisatawan menikmati keindahan tempat wisata.
Kemudian jalur jalan tol dilanjutkan dengan menyusuri pinggir Ngarai Sianok-Gadut-Kamang-Biaro dan Baso. Di Baso dibikin bercabang, satu ke arah Pagaruyung Batusangkar dan satu lagi kearah Kota Payakumbuh – Pekanbaru Riau.
Jika dana memadai, maka bisa saja dari Pagaruyung dibuat jalur baru menuju Pariangan-Batipuh, lalu sedikit menyusuri Danau Singkarak. Lalu dibuat terowongan menembus bukit dan keluar di dekat Lubuk Alung Padang Pariaman.
Konsep diatas, kami pikir sudah memberikan akses ke seluruh daerah wisata di Sumatra Barat, untuk wisata Mandeh Pesisir Selatan bisa diakses dengan moda transportasi dari bandara berupa kareta cepat dan membuat jalan tol disepanjang selatan by pass Padang menuju Teluk Bayur. Menjelang Teluk Bayur bisa dibuat terowongan yang langsung tembus ke jalan baru Bungus Mandeh dan khusus Mentawai yang merupakan ” surga ” wisata peselancar dunia konektivitas laut dan udara perlu ditingkatkan
Saya rasa dengan konsep ini dan saya punya keyakinan sepanjang tidak ada permainan rente dan sejenisnya terhadap pembangunan jalan tol Padang – Pekanbaru, akan ada investor yang mau dan tertarik berinvestasi. Karena dia tidak mengambil untung dijalan tol, tetapi dari pusat-pusat wisata yang aksesnya menguntunkan investor.
Disinilai kita orang Minang, mulai dari Gubernur sampai Tokoh-Tokoh Sumatra Barat dan masyarakat& lokal terkait, harus “duduak basamo” dengan investornya. Bagaimana mengambil keuntungan bersama dari keberadaan lahan untuk membangun jalan tol yang ramah pariwisata tersebut.
Saya sendiri secara pribadi berharap konsep ini bisa dipertimbangkan dalam rangka memajukan dunia pariwisata khususnya dan masyarakat Sumatera Barat umumnya. Sejauh pengamatan kami Negara atau Daerah yang pariwisatanya maju terbukti mampu memakmurkan masyarakatnya secara masif. Dengan kekayaan wisata alam, wisata sejarah dan khasnya adat istiadat Ninangkabau. Alhamdulillah, dunia sudah mulai mengenal konsep pariwisata halal, dan kita bisa mempromosikan keunggulan ragam potensi pariwisata Sumatra Barat ke manca negara yang menyukai dan seiring semakin banyaknya peminat wisata halal.