Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menepati janjinya mengumumkan hasil vetifikasi 192 ijin perusahaan yang dicabut Menteri LHK melalui SK No. SK.01/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 yang sempat beredar dan menghebohkan kalangan pengusaha serta mendapat apresiasi positif dari kalangan CSO/NGO.
Kepmen LHK bersifat deklaratif
Kementerian lingkungan hidup dan kehutanan (LHK) dengan No. SK.01/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tertanggal 5 Januari 2022 yang mencabut 192 izin perusahaan ini kalau ditelaah lebih dalam, sesungguhnya keputusan yang bersifat deklaratif (declatoir vonnis), yaitu penjelasan atau penetapan tentang sesuatu hak atau titel maupun status. Dengan kata lain, Putusan deklaratif berisi pernyataan atau penegasan tentang suatu keadaan atau kedudukan hukum semata-mata dan tidak menciptakan keadaan hukum baru atau belum membatalkan suatu hak secara serta merta.
Sebagai bukti Kepmen LHK ini bersifat deklaratif, bisa diliat dari diktum atau amar keempat Keputusan ini yang menyatakan: Memerintahkan kepada:
a. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari; b. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata lingkungan; dan c. Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem,
untuk: (a) . atas nama Menteri menerbitkan Keputusan tentang
Pencabutan Izin Setiap Perusahaan Pemegang izin; (b). menyusun dan menetapkan peta arahan pemanfaatan
hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembentukan Satgas penataan lahan untuk invesntasi
Untuk menindaklanjuti Kepmen LHK tersebut, Pemerintah membentuk satgas khusus yang dibentuk melalui Keppres nomor 1 tahun 2022 untuk memverifikasi 192 ijin kehutanan tersebut. Satgas ini telah menerima klarifikasi dan melakukan vetifikasi terhadap izin-izin yang dicabut tersebut, dan hasilnya hanya 15 perusahaan saja yang tidak benar-benar dicabut. Sisanya tetap bisa menjalankan operasional perusahaan seperti biasa.
Menteri Investasi/Kepala BKPM sekaligus Ketua Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi ini mengatakan dari seluruh izin yang dicabut tersebut, tiga di antaranya mengantongi hak pelepasan kawasan hutan (PKH) dengan total area 84.521,72 hektare. Sedangkan 12 perusahaan lainnya memiliki perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) dengan total area 397.677 hektare.
Keputusan mencabut 15 ijin tersebut adalah tindak lanjut atas Laporan Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi kepada Presiden pada tanggal 17 Maret 2022. Mekanisme pencabutan perizinan berdasarkan data dari kementerian dan lembaga yang telah diklarifikasi serta clean and clear untuk dieksekusi pencabutannya.
Dalam keterangannya pada 31 Meret 2022, Menteri Investasi/Kepala BKPM menjelaskan proses verifikasi yang dilakukan, meliputi perizinan lanjutan oleh perusahaan, kegiatan di lapangan termasuk peruntukannya, dan pelaksanaan kewajiban perusahaan yang salah satunya terkait pembayaran kepada negara. Dalam proses ini, satgas terbuka bagi perusahaan untuk mengajukan klarifikasi.
Berikut daftar 15 perusahaan yang izin konsesi kawasan hutannya dicabut yaitu PT Permata Nusa Mandiri, PT Tunas Agung Sejahtera, PT Menara Wasior, PT Melapi Timber, PT Aceh Inti Timber, KSU Mayang Putriprima, PT Rimba Penyangga Utama, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Lantabura Mentari Sejahtera, PT Bangkanesia, PT Koin Nesia, PT Wono Indonsiaga, PT Rimba Equator Permai, PT Elbana Abadi Jaya, dan PT Sumber Mitra Jaya (Sarmi).
Kepada siapa Pengelolaan areal yang dicabut diberikan?
Menurut arahan Presiden Jokowi pada Jumat, 7 Januari 2022 lalu, areal perusahaan yang telah dicabut izinya akan diserahkan kembali kepada kelompok adat, koperasi, BUMD, pengusaha nasional dan daerah yang memenuhi syarat, organisasi keagamaan, organisasi koperasi. Dengan tujuan agar supaya betul-betul terjadi pemerataan hak dan akses terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam.
Nantinya kelompok masyarakat hingga organisasi keagamaan itu direncanakan akan dikolaborasikan dengan pengusaha atau perusahaan yang hebat atau kredibel. Siapa kelompok masyarakat dan perusahaan nasional yang dimaksud sebaiknya juga dibuka secara transparan kepada publik, agar jangan sampai areal tersebut jatuh pada lingkaran kelompok tertentu saja. Dalam masalah ini, sebaiknya KPK juga aktif memberikan pengawasan.
*Penulis: Ahmad Zazali, Senior Associate AZ Law Office & Conflict Resolution Center