Pada tanggal 15 Mei yang lalu, Presiden Jokowi membuat pernyataan publik bahwa pada tahap pandemi saat ini masyarakat diminta untuk mempersiapkan diri “berdamai dengan COVID19” . Pernyataan ini menimbulkan pro-kontra di ruang publik. Mereka yang mengkritik statement ini sering kali tanpa memahami betul substansi dari pesan Presiden Jokowi tersebut atau memang menggunakan pernyataan tersebut sebagai alat politik untuk menjatuhkan kredibilitas kepemimpinan Presiden dan SatGas COVID19 dalam upaya penanggulangan bencana nasional non-alam ini. Tulisan ini tidak bermaksud menjadi bagian dari perdebatan wacana tersebut di atas, akan tetapi mencoba membantu kita semua untuk menyongsong sebuah keniscayaan perubahan gaya hidup paska pandemik COVID19. Dan bagaimana akupunktur terintegrasi dapat meningkatkan kekuatan imunitas individu dan masyarakat pada era normal baru paska COVID19.
Virus corona jenis baru , SARS-CoV2 mempunyai karakteristik penyebaran, yaitu melalui droplets (cairan yang berasal dari batuk dan bersin), kontak pribadi (menyentuh dan berjabat tangan), dan menyentuh benda (dengan virus di permukaan benda tersebut):
– Virus ini akan menyebar ke banyak orang, dengan atau tanpa menimbulkan gejala. – Gejala yang ditimbulkan bergantung dari interaksi antara “viral load” (jumlah virus dalam volume cairan tubuh termasuk plasma darah) dan kekebalan tubuh seseorang.
– Bila curve penyebaran sudah melandai, puncak pandemik telah dilalui, banyak orang sudah menjadi lebih kebal dan lama kelamaan banyak orang akan menjadi imun terhadap virus tersebut.
“Herd immunity “
“Herd immunity” secara harfiah berarti “Upaya perlindungan diri atau kekebalan kelompok (komunitas)”, adalah keadaan di mana sebagian besar masyarakat terlindungi atau kebal terhadap penularan COVID19”. Herd immunity bisa muncul dengan cara membiarkan virus terus menyebar sehingga banyak orang terinfeksi dan apabila mereka sembuh, banyak orang akan kebal sehingga wabah akan hilang dengan sendirinya karena virus sulit menemukan host atau inang untuk membuatnya tetap hidup dan berkembang. Semakin banyak masyarakat dalam suatu lingkungan sosial memiliki tingkat kekebalan tinggi terhadap penyakit menular (COVID19), maka akan semakin besar kemampuan masyarakat untuk menghambat dan memutus proses penyebaran virus
Apakah semua orang akan kebal setelah terinfeksi
Mengapa di satu sisi kita berbicara tentang “herd immunity” disisi lain WHO menyatakan virus tidak akan hilang dalam beberapa bulan atau tahun ke depan? Apakah kita bisa benar-benar kebal setelah terserang COVID19? Menurut dr. Fan Wu dan kawan-kawan yang melakukan penelitian di Wuhan, yang telah melakukan penelitian serologi pada hari ke 10 sampai hari ke 15 setelah muncul gejala, pada 175 pasien (pasien yang belum pernah menerima plasma konvalense dan pasien yang sembuh dari infeksi), Penelitian ini menggunakan titer NAb (Antibodi penawar) . Dalam penelitian ini diketahui:
– orang tua dan usia menengah memiliki titer NAb plasma yang lebih tinggi dari antibodi yang menargetkan lonjakan protein spesifik pada virus, sehingga antibodi tidak dapat melawan virus.
– Hal ini berbanding terbalik dengan anak muda, di mana antibodi penawar lebih rendah dari antibodi yang dapat menargetkan lonjakan protein pada virus. Antibodi pada anak muda dan orang-orang yang sehat dapat melawan virus. Penemuan ini menandakan adanya korelasi titer NAb dengan usia, jumlah limfosit dan kadar CRP (C reactive Proteine yang menandakan infeksi) maka penelitian yang menunjukkan bahwa interaksi antar virus dan respons imun inang dalam infeksi COVID19 perlu harus terus di lakukan penelitian, karena ini akan menyangkut pengobatan, pemberian plasma konvalense dan pengulangan infeksi kembali, saat diserang virus di kemudian hari. Penemuan dari sebagian kecil orang, yang tidak dapat menghasilkan antibodi akan menghadapi kesulitan dalam menetralisasi virus dan melemahkan virus Dari penelitian ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa herd immunity tidak dapat membuat semua orang kebal pada COVID19, karena sebagian kecil orang yang pernah terinfeksi tidak mampu membentuk antibodi . Mereka adalah orang tua, dan orang-orang dengan penyakit penyerta, atau ada unsur-unsur bawaan yang lemah sehingga seseorang tidak dapat membentuk antibodi
Proses “Herd immunity”, ini tidak bisa dan tidak boleh mengorbankan mereka yang rentan.
Mereka yang rentan adalah orang-orang usia lanjut, orangorang penyandang penyakit penyerta, mereka yang memiliki sistem imun yang lemah atau sebaliknya memiliki sistem imun yang sangat reaktif (autoimun), anak-anak dengan sistem imun bawaan yang bermasalah. COVID19 berimplikasi sangat buruk terhadap mereka, karena sistem imun adaptif dari kelompok orang2 ini tidak mampu melawan COVID19. Oleh karena itu mengartikan masalah herd immunity , bukan berarti kita tidak mematuhi protokol kesehatan. Namun justru kita harus bisa menjaga dan melindungi mereka yang rentan. Untuk melindungi kelompok masyarakat ini, kita selalu harus taat dengan protokol kesehatan, jangan biarkan mereka yang rentan terinfeksi. Perlindungan ini juga berlaku untuk pekerja medis yang langsung terpapar dengan virus. Hanya masyarakat yang mempunya kesadaran tinggi terhadap penyebaran COVID19 yang bisa melindungi mereka. Sudah waktunya sekarang, seluruh lapisan masyarakat luas belajar mengerti apa itu penyakit menular sejenis COVID19 yang mempunyai kemampuan penyebaran yang sangat cepat dibandingkan penyakit menular lainnya. Penyuluhan itu bukan saja dilakukan di media massa, media sosial, tapi juga dilakukan di setiap lapisan masyarakat yang lebih luas dengan berbagai cara termasuk sistem berantai di tengah-tengah masyarakat.
Kenapa kita juga perlu hati-hati walaupun pernah terpapar infeksi dan kita sudah punya imunitas?
Di Amerika, di bulan April tahun 2019 , di mana 41.3 juta orang terserang flu dan 57.300 orang meninggal karenanya dinyatakan terserang “flu”. “Wabah flu” di Amerika saat itu belum bisa diidentifikasi dengan jelas. Pertanyaan tetap ada, apakah itu bagian dari COVID19 atau tidak? Apakah flu biasa bisa menimbulkan ribuan orang meninggal?. Kalau itu bagian dari infeksi corona, berarti wabah ini bisa berulang dan akan berlangsung lama, berbulan-bulan , bertahun-tahun. Sama seperti serangan wabah Pes di zaman dulu. Karena itu kita memerlukan vaksin. Sementara itu, sebelum ada vaksin, aktivitas dan produktivitas kita sehari hari tidak bisa berhenti, sehingga kita tetap harus berhati hati, karena mungkin kita bagian dari mereka yang mempunyai kekebalan yang rendah.
Apa yang terjadi pada proses Pandemik ?
Ada dua kondisi yang terciptakan pada saat pandemik yaitu
Negatif
* Bila viral load pada pasien yang terinfeksi tinggi, tingkat ancamannya terhadap pasien tersebut juga tinggi, apalagi sistem kekebalan tubuh mereka lemah. Hal ini akan berakibat berat bahkan fatal, akan membahayakan pasien itu sendiri. Mereka adalah orang2 yang harus mendapatkan perhatian medis yang lebih ketat dan spesifik. Apalagi mereka yang pernah melalui gejala berat, menggunakan banyak obat-obatan, sistem organ dan sistem jaringan sudah banyak yang rusak, sebaiknya melakukan kontrol kesehatan secara berkala.
* Orang-orang tanpa gejala, yang melakukan aktivitasnya, tanpa mematuhi peraturan atau protokol kesehatan yang ketat, akan menularkan penyakitnya pada banyak orang. Oleh karena itu penegakan regulasi dan protokol kesehatan harus diperketat.
* Protokol kesehatan harus menjadi acuan bagi kita semua, tanpa itu angka kematian akan tinggi.
* Bilamana sistem imun kita lemah maka virus akan merusak organ2 penting tubuh kita seperti usus, paru2, hati dan ginjal. (Baik dimasa pandemik, juga untuk waktu yang belum dapat dipastikan, sehingga menjaga kekuatan sistem kekebalan tubuh kita merupakan keharusan) .
* Pada mereka yang punya penyakit penyerta, virus akan merusak lebih banyak jaringan tubuh, dan efek pada kesehatan di kemudian hari sangat tidak baik. Mereka perlu lebih hati-hati. Selalu berjarak dengan orang2 yang sedang “flu”.
Positif
Kejadian ini menimbulkan kondisi yang positif
* Semakin banyak orang menjadi lebih cerdas dan sadar untuk mengenal kesehatannya masing2
* Kondisi ini telah menyadarkan dan mendorong kita untuk bisa hidup sehat dengan menghindari atau mengelola stres. Stres yang berat dan berkepanjangan justru memperlemah sistem kekebalan tubuh. Virus dapat dilawan oleh sistem kekebalan tubuh kita sendiri, oleh karena itu kemampuan kita dalam melawan virus terkait erat dengan sistem neuro-hormonal, di mana pemicu reaksi infeksi dalam tubuh adalah komponen- komponen dari sistem kekebalan tubuh yang error, yang disebabkan oleh gangguan sistem neuro-hormonal (stres). Tekanan pekerjaan, waktu bekerja, tekanan sosial, tekanan ekonomi, kecemasan berlebihan/ panik dengan situasi yang mencekam seperti serangan wabah COVID19 ini dan kondisi trauma psikologis yang tidak teratasi, merupakan kondisi yang akan memberatkan. Kondisi inilah yang telah menyadarkan banyak orang untuk lebih banyak mengatur hidupnya dalam menanggulangi stres.
* Semakin Banyak orang sadar bahwa meningkatkan sistem imun/kekebalan tubuh menjadi prioritas dalam hidupnya. Bahkan mereka yang pernah terinfeksi virus juga sadar akan hal ini. Walaupun mereka sudah pernah terserang virus tidak otomatis menjadi kebal. Jadi orang yang pernah sembuh dari infeksi COVID19 akan lebih hati-hati dan memperhatikan dirinya dan orang lain.
* Virus mati dalam makanan yang dimasak. Jadi tidak paranoia dengan makanan yang dipesan. Karena memanaskan makanan sudah dapat membasmi virus. Adanya pandemik ini mendorong kita lebih berhati hati dengan makanan yang diproses dan disajikan tanpa memperhatikan faktor higienis. Hal ini akan merubah pola hidup banyak orang untuk lebih memperhatikan persoalan kebersihan dalam hidup sehari-hari. Dan kebiasaan hidup sembrono/sembarangan non-higienis pun lambat laun akan berubah.
* Sering mencuci tangan dengan sabun selama 20 detik, akan menjadi kebiasaan orang banyak
* semakin banyak orang menggunakan masker di luar rumah atau tempat keramaian dan di lokasi kerja, yang wajib aturannya
* Semakin terbiasa hidup di tempat keramaian dengan jaga jarak : Virus ditularkan lewat air liur, bukan lewat udara. Karena virus hidup di dalam sel. Karena itu pola hidup “jaga -jarak” tetap diperlukan. Tapi bukan berarti hilangnya aktivitas sehari hari dan inilah arti dari “Era Normal Baru – New Normal life”
Berdamai dengan COVID19 dan kehidupan paska pandemik
* Tetap Berjarak : Bilamana kita kembali lagi ke dalam kehidupan sehari hari, bekerja untuk memutar roda perekonomian, menjaga jarak merupakan protokol yang 9 harus di siapkan oleh semua sektor perusahaan, perkantoran dan sekolah, untuk membuat regulasi baru, dalam pencegahan penyebaran COVID19. Berjarak, berarti menciptakan ruang dan suasana baru dalam kantor, pabrik, sekolah yang mematuhi peraturan yang sudah ditentukan oleh kementerian kesehatan, termasuk menciptakan sarana dan prasarana di tempat kerja yang memudahkan karyawan melakukan tugasnya untuk mencegah penyebaran, misalnya membangun tempat cuci tangan yang tidak jauh dari tempat mereka bekerja dan melakukan pembersihan yang menyeluruh (lebih sering/berkala) di area mereka bekerja.
* Membentuk sistem informasi/pengaduan : Semua pihak senantiasa memantau dan mempunya sistem pengaduan atau informasi mengenai lingkungan terdekat dalam lokasi kerja /sekolah, mengenai orang-orang yang terpapar COVID19. Oleh karena itu dalam aktivitas manajerial, harus bisa membangun koordinasi yang melibatkan berbagai lapisan dalam sektor itu. Bila ada gejala flu, panas, sakit tenggorokan harus melapor ke faskes terdekat, lakukan tes COVID19 ( rapid test & PCR) .
* Di rumah saja/ isolasi dilakukan bila tes COVID19 positif, tanpa atau dengan gejala ringan.
* Mengenal gejala awal: Semua lapisan masyarakat harus bisa mengenal gejala awal, atau ringan yang terdapat pada diri kita atau orang2 di sekitar kita. Misalnya batuk, panas, nyeri tenggorokan, sesak nafas dll.
* Sudah waktunya kita mengubah gaya hidup:
– Menggunakan masker setiap keluar rumah dan di tempat kerja. Cuci tangan sesering mungkin terutama di lingkungan kerja.
– Mempraktekkan etika batuk/bersin – Jangan batuk / bersin di depan orang. Jangan bicara terlalu banyak di meja makan .
– Tidur yang cukup. Selalu bisa mengombinasi kerja dan istirahat dengan baik.
– Olah raga atau senam limfatik / getah bening. Jangan biarkan aliran getah bening terhenti, karena salah satu faktor penting dalam membasmi virus adalah lancarnya aliran getah bening dan sel-sel pembasmi virus yang ada dalam cairan getah bening tersebut.
– Jangan stres, karena stres akan memicu autoantibody merusak dirinya sendiri, jadi kerusakan yang terjadi pada tubuh kita bukan disebabkan oleh virus itu sendiri.
– Makan/konsumsi pro biotik yang memadai. Pro biotik, beberapa makanan yang mengandung bakteri bermanfaat bagi tubuh kita seperti bakteri asam laktat yang bisa di dapatkan antara lain dari produk Yoghurt, yang akan menjaga mikrobioma usus dan dinding usus kita agar penyerapan racun tidak berlebihan. Bilamana virus masuk dalam tubuh, kerusakan ini bukan hanya akan merusak usus tapi juga jaringan paru-paru
– Konsumsi vitamin D3, Zink dan Vitamin E, akan membantu memperkuat sistem imun kita.
Berdamai dengan COVID19 & Akupunktur Terintegrasi
Akupunktur terintegrasi dapat berperan dengan cara meningkatkan kekuatan imunitas tubuh individu dan masyarakat
- Akupunktur menekankan pada metode pencegahan
- Akupunktur melakukan intervensi di awal infeksi.
- Pada kasus berat akupunktur hanya bisa menjadi terapi suportif.
- Akupunktur terintegrasi dapat memperlancar kerja sistem kekebalan di permukaan tubuh. Melalui sistem syaraf pusat dan hormon, akupunktur akan dapat mengatur dengan baik, bagaimana mengeliminasi toksin, yang beredar di permukaan tubuh lewat keringat dan lewat urine dapat menurunkan suhu tubuh, mengurangi reaksi infeksi dan meningkatkan fungsi selsel pembasmi virus.
- Akupunktur bisa meregulasi sentral dan perifer neurohormonal sistim tubuh (HPA axis), agar orang tidak mudah panik (stres) dan tidak mudah mengalami reaksi infeksi yang berlebihan. Stres akan memicu produksi kortisol, di mana akan memicu autoantibodi yang berlebihan, nantinya akan menimbulkan badai sitokin yang akan merusak organ dan jaringan tubuh di stadium akhir.
- Akupunktur bisa mengurangi reaksi infeksi yang berlebihan dengan mengatur keseimbangan tubuh (homeostasis ) lewat hipotalamus (sentral syaraf ) yang dapat memberi keseimbangan pada suhu tubuh, pH, cairan dan darah juga membran sel. Reaksi infeksi pada awalnya terjadi karena tubuh telah memobilisasi sel-sel kekebalan alami untuk mengepung virus dan membasmi virus. Oleh karena itu suhu tubuh akan meningkat, dan kekuatan virus menurun. Semua ini adalah mekanisme yang normal/fisiologis. Tapi bilamana rekrutmen sel-sel ini berlebihan, maka akan muncul reaksi yang tidak menguntungkan bagi tubuh. Infeksi akan menimbulkan pembengkakan di mana-mana, banyak cairan terakumulasi di luar pembuluh darah Ini terjadi karena adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Kondisi tersebut bukan hanya akan menurunkan sistem kekebalan tubuh (humoral antibody) , tapi juga akan banyak merusak jaringan pembuluh darah, jaringan getah bening, jaringan ikat, merusak organ dan merusak sel-sel sehat seperti paru, hati dan ginjal. Sebelum kerusakan meluas, akupunktur dapat mencegahnya, dengan cara menekan reaksi infeksi, mengalirkan akumulasi cairan dan menyehatkan fungsi jaringan dan sel.
- Akupunktur akan mencegah kerusakan selaput usus, karena akupunktur bisa mengalirkan cairan yang terakumulasi dalam submukosa. Menghindarkan kerusakan usus yang akan menyerap racun ke dalam darah dan menimbulkan reaksi infeksi yang berlebihan. Reaksi pembengkakan ini terjadi di awal infeksi. Oleh karena itu banyak orang mengalami sakit perut, diare bersamaan dengan sakit tenggorokan dan batuk. Hal ini disebabkan sistem selaput atau mukosa yang terserang infeksi ini saling berkaitan. Oleh karena itu, akupunktur yang dilakukan bukan saja dapat menguraikan pembengkakan (akumulasi cairan dalam selaput) di usus tapi juga sekaligus dapat mengurangi pembengkakan di saluran pernapasan bagian atas termasuk tenggorokan dan nasofaring
- Akupunktur bisa mengurangi produksi mukus /lendir dalam paru. Dan melindungi jaringan dalam paru. Selain mengurangi sesak napas, akupunktur juga dapat meningkatkan refleks batuk, sehingga seseorang dapat mengeluarkan lendir. Akupunktur dapat menekan reaksi infeksi dalam paru, mengalirkan cairan atau mukus /lendir yang terakumulasi di dalam paru. Mengalirkan tumpukan /akumulasi lendir tersebut, akan mencegah kegagalan pernapasan akut di stadium akhir dalam proses COVID19. Kegagalan pernapasan akut adalah salah satu penyebab kematian.
- Akupunktur bisa mempertahankan sekresi ginjal yang akan menyehatkan sumsum tulang. Sekresi ginjal merupakan zat-zat yang akan mempertahankan kehidupan sel-sel tubuh, mendorong kesehatan sumsum tulang, di mana sel-sel kekebalan tubuh diproduksi. Ginjal merupakan organ yang dapat memproduksi zatzat terkait pertumbuhan, perkembangan, penguatan kelanjutan umur sel-sel tubuh. Ginjal juga memproduksi zat-zat yang dapat meregulasi pembentukan tulang dan 14 sumsum tulang. Akupunktur dalam hal ini bekerja menstimulasi jalur syaraf dan hormon, sehingga mempunyai efek besar terhadap fungsi sekresi ginjal tersebut. Ini adalah salah satu bentuk terapi untuk menguatkan sistem imun dan sistem fungsi organ tubuh manusia. Memperlambat proses kerusakan saat COVID19 merusak organ-organ / jaringan tubuh.
- Akupunktur bisa berpengaruh pada sirkulasi, baik darah maupun cairan, meminimalisasikan terjadinya kerusakan sistem endotel (lapisan dalam dinding pembuluh darah) . Pada penyakit penyerta seperti DM, Hipertensi, Kardiovaskuler, Stres dan lain-lain, akan terjadi kerusakan dinding pembuluh darah / disfungsi endotel, yang dapat menimbulkan pengentalan darah. Pengentalan darah dengan peningkatan agregasi, akan menimbulkan trombosis adalah salah satu sebab kematian bila virus menyerang tubuh. Oleh karena itu cegah sebelum terjadi . Akupunktur yang bekerja melalui jalur syaraf dan hormon, dapat berpengaruh pada sirkulasi baik cairan maupun darah, mengharmonisasi keseimbangan homeostasis untuk mencegah terjadinya kerusakan pada sistem endotelial.
Akupunktur terintegrasi tidak dapat berperan optimal pada pasien-pasien COVID19 di stadium akhir. Tapi akupunktur dapat melakukan intervensinya di stadium awal, sebagai upaya pencegahan. Akupunktur terintegrasi dapat mencegah kerusakan yang disebabkan COVID19, jauh sebelum seseorang masuk dalam proses akhir dari infeksi COVID19, 15 yang akan menimbulkan kematian, atau kerusakan yang berat . Memang cara pencegahan ini bukan satu satunya yang bisa kita lakukan, tetapi pengalaman praktis sudah menunjukkan hasilnya. Di China pun akupunktur merupakan salah satu metode yang berperan dalam melawan COVID19.
Jadi anjuran “berdamai dengan virus” atau “ New Normal / Era Normal Baru “ dalam pandemik COVID19 adalah cara yang bisa kita gunakan agar kita bisa tetap beraktivitas dan produktif, tapi harus dengan syarat, sehingga kita tahu bagaimana caranya “berdamai dengan virus”.
23 Mei 2020,
Lily Djojoadmodjo,
dokter akupunkturis terintegrasi