Setelah menghadapi bencana kabut asap dari kebakaran lahan dan gambut, Presiden Republikk Indonesia membuat terobosan mengedepankann upaya pencegahan kebakaran gambut dengan cara merestorasi ekosistem gambut agar tidak rentan kebakaraan di musim kemarau. Instruksi Bapak Presiden sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016 dapat dibilang cukup “ambisius”.
Dalam kurun waktu lima tahun hingga tahun 2020, BRG dimandatkan untuk merestorasi dua juta hektar lahan gambut di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Papua. Untuk itu, sejak dibentuk pada 2016, Badan Restorasi Gambut Republik Indonesia (BRG) terus berupaya untuk melakukan langkah-langkah percepatan kegiatan restorasi gambut dengan target seluas 2.492.523 hektar di tujuh provinsi prioritas restorasi gambut.
Secara garis besar, BRG mengarusutamakan kegiatan restorasi gambut yang dilakukannya melalui tiga program yang dikemas dalam pendekatan 3R, yakni: (R1) Rewetting (pembasahan kembali lahan gambut); (R2) Revegetasi, serta (R3) Revitalisasi sosial-ekonomi masyarakat.
Untuk program R1/ Rewetting, hingga kini telah tercatat luas estimasi lahan terdampak infrastruktur pembasahan gambut di lahan masyarakat, hutan lindung dan kawasan konservasi seluas 680.947 hektar. Adapun infrastruktur pembasahan gambut yang telah dibangun bersama masyarakat di tujuh provinsi prioritas restorasi gambut mencakup sebanyak 12.223 sumur bor, 6.117 sekat kanal, 242 penimbunan kanal dan 42 embung. Dengan dua tahun yang tersisa, tentu menjadi tantangan besar bagi BRG untuk mengejar upaya pencapaian target dua juta hektar.
Memperhatikan Kebutuhan Masyarakat
BRG pun menyadari betapa pentingnya peran masyarakat sebagai barisan terdepan pelaksanaan kegiatan restorasi gambut. Selain untuk mempercepat pelaksanaan, juga untuk memastikan keberlangsungan kegiatan restorasi gambut itu sendiri pasca 2020. Hal ini pun juga diamanahkan oleh almarhum KH Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU) yang menjadi salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI, kepada kami sesaat setelah pelantikan.
Selama 2016 hingga 2018, BRG telah banyak melibatkan masyarakat, LSM, akademisi dan pemerintah daerah dalam kegiatan edukasi dan sosialisasi restorasi gambut. Hingga tahun ini, dengan dukungan para mitra, BRG telah terjun ke 259 desa dan kelurahan untuk melakukan pendampingan melalui program Desa Peduli Gambut, dengan melibatkan 262 kelompok Masyarakat Peduli Gambut, 391 guru SD dan 260 paralegal. Implementasi Program Desa Peduli Gambut diharapkan dapat mendukung salah satu Nawa Cita (9 Agenda Prioritas) Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla, yakni untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Program Desa Peduli Gambut telah menyasar 16.452 orang yang dilibatkan dalam pelatihan dan sosialisasi, 515 orang dilibatkan dalam pemetaan partisipatif, dan 274 orang menjadi peserta Sekolah Lapang Petani Gambut. Tak berhenti di situ, BRG juga telah mengadakan kegiatan peningkatan kapasitas terhadap 163 Da’i Restorasi Gambut, bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia dan Pusat Kajian Islam Universitas Nasional.
Kegiatan Sekolah Lapang Petani Gambut dimulai sejak tahun 2017 sebagai salah satu pembelajaran petani dalam mengelola lahan gambut, dengan tema pengelolaan lahan gambut tanpa bakar (PLTB). Diharapkan agar para petani gambut dapat memperoleh solusi pemanfaatan lahan gambut tanpa melakukan pembakaran. Seiring dengan kegiatan tersebut, BRG juga menyelenggarakan Kunjungan Silang Petani Gambut beberapa provinsi untuk mengenali potensi pertanian dan model pemanfaatan ekosistem gambut secara bijak dan adaptif serta memperkenalkan metode maupun praktik pengolahan lahan gambut tanpa bakar.
BRG memfasilitasi petani gambut, praktisi pengelolaan gambut, tokoh masyarakat, pakar untuk bertukar pikiran selama beberap hari dalam kegiatan Jambore Masyarakat Gambut di Provinsi Jambi (2016) dan Kalimantan Selatan (2018), yang dihadiri 2.600 peserta. Jambore Masyarakat Gambut 2018 diadakan Bersama Pemprov Kalimantan Selatan di Desa Kiram, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, menghadirkan berbagai forum pembelajaran, antara lain pelatihan singkat mengenai pembuatan pupuk organik dan rekayasa lahan untuk pertanian gambut terpadu, pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur pembasahan gambut, akses pendanaan untuk kelompok masyarakat dan Badan Usaha Milik Desa di Desa Peduli Gambut, promosi produk gambut serta penambahan nilai jual pada kerajinan gambut. Selain itu, terdapat pasar produk gambut yang diikuti oleh para petani dan pameran kegiatan restorasi oleh para mitra BRG yang rata-rata menghasilkan omzet penjualan ratusan juta rupiah selama dua hari kegiatan. Jumlah tersebut cukup menggembirakan para petani yang rata-rata masih dalam tahap merintis produksi mereka.
Untuk membina masyarakat dan petani lokal dalam mengembangkan serta memasarkan produk gambut, BRG kerap mengadakan rangkaian kegiatan lokakarya dan pelatihan. Sebagai salah satu contoh, pada tahun ini, BRG berkerjasama dengan PT Javara telah mengadakan serangkaian pelatihan pengembangan produk pangan sehat dari ekosistem gambut yang diikuti oleh para petani dari 10 Desa Peduli Gambut. Dalam pelatihan, peserta diajarkan untuk memproduksi, mengembangkan dan memasarkan produk pangan lokal berupa nanas dan kelapa. Produk hasil masyarakat tersebut dipamerkan di Sumatera Selatan Expo di Palembang pada saat Asian Games 2018 berlangsung dan juga di Oslo, Norwegia pada kegiatan Oslo Tropical Forest Forum 2018.
Kegiatan lokakarya dan pelatihan pengembangan serupa juga diadakan kepada para pengrajin kerajinan Purun dan Rotan. Melalui kesempatan tersebut, para peserta dapat mempelajari cara meningkatkan nilai tambah/jual produk kerajinan dari bahan Purun berupa tas, topi, alas makan, keranjang, tikar dan dompet yang siap dipasarkan. Sebagai ilustrasi, kini produk tas purun dapat dijual dengan pada kisaran harga Rp 50.000 – 150.000, tergantung ukuran dan detil ornamen.
Rekognisi Dunia
Dengan dukungan Badan Informasi Geospasial Republik Indonesia dan World Resources Institute, kita juga sudah memiliki metode pemetaan ekosistem gambut yang diakui oleh pakar-pakar pemetaan dan ahli gambut dunia (termasuk dari NASA dan European Space Agency). Metode pemetaan mutakhir ini dikembangkan oleh pakar BPPT, Universitas Sriwijaya dan Universitas Munich (Jerman) di 2017-2018.
Sepak terjang Pemerintah Indonesia dalam perlindungan, pengelolaan gambut yang bertanggung jawab dan restorasi ekosistem gambut telah mulai banyak mendapatkan rekognisi masyarakat dunia. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI di ajang KTT Perubahan Iklim di Bonn di akhir 2017 menyampaikan capaian Indonesia, yang direspon dengan pujian dari pimpinan UN Environment, Eric Solheim. Pada Januari 2018, di ajang pertemuan World Economic Forum di Davos (Swiss), mantan Wapres AS, Al Gore juga mengapresiasi upaya Indonesia dalam perlindungan dan restorasi ekosistem gambut yang memberikan kontribusi berarti dalam mitigasi perubahan iklim. Peneliti senior dari Universitas Munich, Florian Siegert melaporkan bahwa penurunan emisi gas rumah kaca dari Indonesia mencapai 90% lebih disbanding tahun El Nino di 2015.