Dalam pertarungan kuliner dunia – identitas sebuah negara sekarang menjadi bandul penentu yang terpenting. Identitas itu datang lewat sebuah sajian atau perasa nasional. Boleh dibilang kuliner Thailand mendunia karena satu sajian yaitu Sup Tom Yum, yang asam, dan pedas. Serta kuliner Korea mendunia karena satu perasa nasional mereka yaitu Kim Chi. Begitu populernya hingga anda bisa menemukan kuliner Kim Chi ini mulai dari mie instant sampai pada mayonaise rasa Kim Chi. Saya sendiri gregetan sekali, menunggu kapan kuliner Indonesia bisa mendunia secara global.
Tiap tahun CNN membuat daftar 50 makanan terbaik dunia. Pada tahun 2017 – 3 kuliner Indonesia masuk peringkat. Urutan 14 – sate dari Indonesia masuk peringkat. Peringkat nomer 2 di rebut nasi goreng dari Indonesia, dan peringkat nomer 1 direbut Rendang dari Indonesia. Prestasi yang sangat membuat saya bangga sekali. Namun di tahun 2020 – daftar ini mulai sepi dengan sajian kuliner dari Indonesia. Tinggal Rendang dari Indonesia yang masuk peringkat no 11. Sebuah tantangan untuk membuat promosi kuliner Indonesia lebih manjur dan ampuh serta mendunia.
Aset kuliner Indonesia sebenarnya sangat berlimpah. Mulai dari resep yang sangat bervariasi, makanan daerah serta budaya dan bahan baku yang kaya melimpah. Barangkali keragaman yang luar biasa banyaknya itu kadang bisa membuat kita gagal fokus. Padahal kalau kita lihat Korea, Malaysia, dan Thailand, mereka seringkali fokus hanya pada satu perasa nasional, yang bisa membuat kuliner mereka mendunia. Seorang teman yang pakar kuliner mengatakan, Korea mengandalkan KimChi sebagai perasa nasional. Sehingga hampir semua kuliner mereka punya identitas KimChi, mulai dari mie-instan, ayam goreng, nasi goreng, hingga camilan dibuat dengan perasa KimChi.
Malaysia, punya perasa yang juga dimiliki Indonesia, yaitu belacan atau terasi. Namun perasa terasi ini di Malaysia betul-betul dimanfaatkan menjadi sajian nasional yang lezat dan gurih. Mulai dari ayam goreng, nasi goreng hingga sambal, semuanya memiliki identitas dan sentuhan terasi yang menggoyang lidah. Kalau anda ke Thailand, Vietnam, Cambodia dan sekitarnya, maka perasa yang dominan disana adalah kecap ikan. Dan kecap ikan menjadi identitas kuliner yang penting luar biasa. Bagaimana dengan Indonesia ?
Saya pikir Indonesia punya perasa yang sangat unik sekali. Yaitu sambal alias sambel. Berbeda dengan sajian kuliner di negara-negara lain, sambal di Indonesia sangat bervariasi dan ditentukan oleh dua variabel. Pertama adalah daerah dimana kuliner itu berasal. Misalnya di Bali, yang paling dominan adalah sambal matah. Dan kedua adalah sajian kuliner itu sendiri. Soto punya sambal dengan gaya tersendiri. Demikian juga bakmi, dan ayam goreng yang memiliki sambal yang sangat berbeda. Unik dan istimewa dalam resep dan rasa. Boleh dikata tiap sajian kuliner punya pendamping sambal tersendiri. Hal ini menurut saya menjadi aset kuliner Indonesia yang sangat khas.
Kuliner global sendiri sedang jatuh cinta dengan rasa “pedas”. Salah satu fenomena yang legendaris adalah fenomena sambal siracha di Amerika. Konon setelah krisis ekonomi tahun 2008, sriracha saus sambal yang populer di Asia Tenggara, seperti Vietnam dan Thailand, tiba-tiba menjadi obsesi kuliner di Amerika. Sebelum tahun 2008 – saya hanya menemukan sriracha di kafe-kafe Vietnam dan Thailand di Amerika. Lalu saus sambal ini menjadi populer, karena “food-truck” dan chef mulai mencobanya dalam berbagai sajian, mulai dari pasta hingga hamburger. Menurut laporan di Fortune Business Insight, saus pedas termasuk sriracha memiliki potensi pasar sebesar $2,29 milyar pada tahun 2018, dan diprediksi akan tumbuh fenomenal hingga hampir $ 4 milyar pada tahun 2026. Ini adalah obsesi rasa pedas yang sangat fenomenal.
Di Indonesia sendiri, situasinya sangat mirip. Menurut data Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman (GAPMMI) pada tahun 2013 sendiri, industri saus sambal dalam kemasan sudah memiliki potensi pasar sekitar Rp. 1,5 trilyun. Obsesi rasa pedas sejak tahun 2013 sendiri semakin luar biasa, karena produk-produk makanan yang mengumbar rasa pedas semakin luas dan membanjiri pasar.
Lalu apa strateginya mengembangkan aset kuliner yang unik ini ? Beberapa rumah saji cepat yang menjual ayam goreng, sudah mulai melirik aset ini dan mempromosikan aneka saus sambal dalam promosinya. Beberapa resto mulai mengembangkan bar-sambal, dimana mereka menyajikan berbagai sambal yang populer. Sehingga konsumen bisa memilih sendiri sambal yang mereka sukai atau memilih kombinasi berbagai sambal. Sebuah atraksi yang cukup inovatif.
Dalam persaingan kuliner sehari-hari sambal seringkali menjadi penentu yang dominan. Teman saya memilih restoran mie tertentu hanya karena saus sambalnya. Dan tidak melulu dari mie-nya. Jadi sambal punya peran sangat dominan sekali. Tanpa sambal hidup ini tidak ada artinya, begitu celetuk teman saya. Setiap kali makan ia selalu melirik apa cocolan sambal yang tersedia. Makan kerupuk-pun harus pakai sambal yang pas, begitu kilahnya.
Ada lagi teman yang menceritakan rahasia kelanggengan rumah tangganya karena semata istrinya itu sangat pintar membuat sambal. Saya pernah membaca sebuah artikel yang menulis bahwa sambal pedas itu punya fungsi unik dalam ritual makan. Zat capcaisin dalam saus sambal konon bisa memacu nafsu makan kita karena zat ini bisa meningkatkan endorfin. Dan seperti anda ketahun endorfin adalah hormon yang berfungsi meningkatkan rasa nikmat dan kebahagian. Barangkali inilah rahasia kebahagian orang Indonesia. Seorang pemerhati kuliner mengatakan bahwa makan pedas yang nikmat akan membuat kita semua berbahagia. Nikmat dan lupa pada semua kesusahan.
Kesimpulan saya, kekayaan Indonesia dalam saus sambal ini, yang tersebar dari Sabang hingga Merauke merupakan sebuah sumber kekayaan yang bisa kita berdayakan untuk mempopulerkan kuliner Indonesia. Menjadikan kuliner Indonesia mendunia. Mau nikmat dan bahagia ? Harus datang dan makan di Indonesia !!
#SiapUntukSelamat
#BersatuLawanCovid19
#CuciTangan
#KitaJagaAlam
#AlamJagaKita
#JagaJarak
#MaskerUntukSemua
#TidakMudik
#DiRumahAja