Kemanapun saya melancong, entah itu ke Eropa, Amerika, Canada atau Asia – satu kuliner yang paling beken seantero jagad raya adalah tempe. Terutama di kalangan vegan. Tempe semakin dikenal sebagai makanan probiotic yang super kaya dengan protein. Konon nilai ekonomi tempe diseluruh dunia, hingga tahun 2026 diperkirakan akan mencapai 90 trilyun rupiah dengan pertumbuhan tiap tahun sekitar 6%. Inilah aset kuliner terbesar Indonesia saat ini !

Sayangnya tempe diluar negeri ditulis dengan tambahan huruf H menjadi Tempeh. Salah seorang praktisi kuliner mencurigai bahwa ada pihak-pihak yang mau mencuri tempe dari Indonesia. Menurut legenda, tempe kemungkingan besar tercipta tanpa sengaja, pada saat industri tahu berkembang di Jawa Timur, mungkin pada abad ke 12. Saat itu sisa pembuatan tahu, kena fermentasi dan menjadi tempe. Referensi ini katanya tertulis di Serat Tanjung dengan sebutan kadele. Dan berkembang lalu termuat di Serat Centhini sekitar tahun 1815.

Mengapa tempe bisa sangat populer di luar negeri ? Menurut teman saya, seorang aktivis Vegan, tempe itu memiliki nilai sangat tinggi untuk kesehatan kita. Karena jelas tempe itu adalah protein vegan, yang kaya dengan vitamin dan mineral. Tempe bermanfaat menurunkan cholesterol dan berperan aktif dalam proses oxidative stress dan juga meningkatkan selera makan. Disamping itu tempe dikenal sangat bermanfaat dalam membantu kesehatan tulang. Tempe juga produk probiotik yang mampu membantu percernaan dan mengurangi inflamasi.

Apabila kita telusuri berbagai artikel kesehatan – kebanyakan menulis tentang manfaat dari kacang kedelai untuk mengurangi resiko dari kanker. Tempe adalah salah satu makanan yang direkomendasikan. Pada sebuah penelitian di Cina yang melibatkan 73.000 wanita menunjukkan bahwa diet tinggi kedelai tidak meningkatkan risiko kanker payudara, justru dapat mengurangi risiko kanker payudara.

Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa wanita yang mengonsumsi setidaknya 13 gram protein kedelai setiap hari sebanyak 1-2 porsi, memiliki risiko 11 persen lebih kecil untuk terkena kanker payudara daripada wanita yang mengonsumsi protein kedelai kurang dari 5 gram per hari. Seorang teman mengatakan pada saya bahwa banyak wanita di pedesaan yang mengkonsumsi tempe sebagai sumber protein, memiliki prosentase lebih rendah terkena kanker payudara, dibanding wanita di perkotaan yang mengkonsumsi protein hewan terutama daging hewan.
Yang menarik bagi saya sebenarnya, adalah bagaimana tempe kemudian menjadi sisipan di berbagai kuliner Indonesia, mulai dari gado-gado hingga lodeh. Bisa di goreng, di kukus, direbus, dan dijadikan kuliner olahan lainnya. Sayang seperti musik dang-dut, tempe juga mengalami pelemahan nilai sosial budaya. Misalnya dengan istilah “Semangat Tempe” alias semangat yang kendor. Ironis bukan ? Di Indonesia kita tidak menghormatinya dengan baik. Malah kita rada mengejek, dan tempe dianggap makanan orang miskin atau rendahan. Di luar negeri tempe justru di puja dan di segani dengan kekaguman luar biasa.

Baca juga  Ekonomi Seni – Canda Bisnis ala Kafi Kurnia

Pernah sekali seorang tamu saya dari Eropa terheran-heran karena dia tidak menemukan tempe di meja prasmanan di hotelnya saat makan siang atau makan malam, malah dia juga tidak menemukan tempe di menu ala’carte hotel tersebut. Padahal di bayangan dia tempe adalah sajian kuliner yang maha sakral di Indonesia. Mendengar kritik dia, terus terang saya jadi malu luar biasa.

Barangkali kini sudah saatnya kita bertindak ! Bersama-sama kita mempopulerkan kembali tempe. Menjadikan tempe sebuah gerakan kuliner Indonesia, dan juga potensinya sebagai sumber protein yang lebih murah dari pada protein hewan. Di luar negeri misalnya diberbagai restoran vegan, tempe disajikan sebagai kuliner “high-class” seperti steak-tempe, burger-tempe, atau juga sate-tempe. Tempe bisa diolah secara bervariasi. Rasanya sangat lezat dan gurih.

Tempe memiliki rasa yang netral. Sehingga mudah diberi rasa tambahan dan bumbu. Mulai dari yang manis hingga yang asin dan asam. Namun mungkin karena kesederhanaan yang dimiliki tempe, sehingga tak jarang ia dilupakan dan selalu berada di bawah radar. Akibatnya jarang ada koki yang mau memikirkan tempe, melakukan inovasi dan menciptakan terobosan baru. Tempe menjadi kekasih lama yang kita lupakan begitu saja.

Saya punya sejumlah pengalaman indah dengan tempe sebenarnya. Pernah sekali seorang teman Chef – masak menggunakan tempe untuk di jadikan tempura tempe. Wah, rasanya enak sekali. Tempe di-iris sangat tipis, diberi tepung tempura dan di goreng seperti tempura. Dimakan dengan saos tempura lengkap dengan parutan jahe. Di kesempatan yang lain saya pernah di berikan pepes ikan teri yang diberi tempe. Sengaja dibuat agak pedas. Juga lezat dan gurih. Pernah juga seorang teman memasak semur tahu yang diberi tempe dipotong kotak-kotak seperti dadu. Lezat bukan main.

Baca juga  Ekonomi Gurih – Canda Bisnis ala Kafi Kurnia

Mumpung tempe semakin populer di seluruh dunia, saya pikir jangan sampai kita ketinggalan. Masa Indonesia yang menciptakan tempe kalah dengan yang lain. Warisan kuliner kita sebenarnya sangat luar biasa kayanya. Disamping tempe masih ada oncom, tauco, tape dan lainnya. Ini semua aset kuliner yang sangat luar biasa. Sayang sekali kalau sampai aset kuliner ini terbengkalai dan terlupakan. Kan yang dibutuhkan sebenarnya hanya ide-ide baru dan sejumlah imajinasi yang segar dan kreatif. Maka kita akan menemukan inovasi-inovasi kuliner yang menarik.

Mimpi saya sederhana, tempe saat ini sudah mulai mendunia dengan potensi ekonomi yang luar biasa.Kita manfaatkan populeritas tempe untuk menciptakan sebuah terobosan yang bisa menjadi percikan stimulasi ekonomi. Mendongkrak kebuntuan dan menjadikannya inspirasi kejayaan. Itu mimpi saya ! Sederhana kan ?

#SiapUntukSelamat
#BersatuLawanCovid19
#CuciTangan
#JagaJarak
#MaskerUntukSemua
#TidakMudik
#DiRumahAja