“Kami akan mengadukan soal adanya dugaan pelanggaran hukum atas pemblokiran sertifikat yang dimintakan perpanjangan izin HGB itu,” kata kuasa hukum Agus Suryo Winarto, Yusuf Anwar, di Semarang, Jumat.
Selain kejaksaan, kata Anwar, kliennya juga akan mengadu ke Ombudsman, Komisi Informasi Publik hingga Sekretariat Negara.
Ia menjelaskan aduan itu bertujuan untuk mengetahui kebenaran kepemilikan lahan ruko miliknya yang diklaim Pemkot Semarang sebagai tanah hak pengelolaan (HPL).
Menurut dia, kliennya membeli ruko tersebut dari pemilik lamanya.
Karena itu, lanjut dia, jika Pemkot Semarang akan mengambil ruko yang berdiri di atas lahan itu, maka harus ada ganti rugi yang dibayarkan.
“Kami dapat ruko itu kan beli. Kalau mau diambil ya ganti uang pembeliannya,” katanya.
Dalam gugatannya ke Pengadilan Negeri Semarang, Agus Suryo meminta ganti rugi sekitar Rp10 miliar atas pemblokiran sertifikat ruko miliknya.
Ruko tersebut bersertifikat HGB yang habis pada 2018 lalu.
Agus kemudian mengajukan permohonan perpanjangan HGB yang sudah disetujui oleh Kantor Pertanahan Kota Semarang. Namun, ketika akan mengurus pembayaran perpanjangan sertifikat justru ditolak.
Alasannya, tanah tersebut merupakan lahan yang hak pengelolaannya (HPL) dikuasai Pemerintah Kota Semarang, sehingga HGB ruko milik kliennya harus diblokir.
Terpisah, Kepala Bagian Hukum Pemkot Semarang Satrio Umam Poetranto mengakui tidak diberikannya izin perpanjangan HGB terhadap sertifikat atas ruko yang ada di kawasqn Bubakan itu.
“HGB habis sekitar Februari 2018. Kami sudah minta BPN untuk menolak perpanjangan HGB yang diajukan para pemilik ruko,” katanya.
Menurut dia, pemkot merupakan pemegang HPL atas lahan yang di atasnya terdapat 30 HGB yang selama ini dikerjasamakan namun sudah berakhir 2018 lalu.
Artikel ini dikutip dari Antaranews.com