“Kepercayaan masyarakat akan Sriwijaya menjadi tanda tanya, artinya perlu ‘recovery’ setelah rujuk ini,” kata Arista kepada Antara di Jakarta, Senin.
Pasalnya, sejumlah pesawat, bahkan setengahnya dinyatakan tidak laik terbang ketika putus kerja sama dengan Garuda Indonesia Group, dalam hal ini, PT GMF AeroAsia dalam menyediakan layanan perawatan pesawat.
Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan merilis bahwa dari 30 pesawat yang diterbangkan rata-rata per harinya, 18 di antaranya dinyatakan tidak laik terbang (grounded).
Kurangnya suku cadang dan ketersediaan mekanik serta teknisi yang kurang, menyebabkan perawatan pesawat baik Sriwijaya Air maupun Nam Air terbengkalai. Ditambah Sriwijaya Air Group masih menunggak utang kepada GMF AeroAsia sebesar Rp800 miliar.
“Belum lagi adanya pencopotan logo Garuda di badan pesawat Sriwijaya, itu juga membuat masyarakat khawatir. Tidak bisa dipungkiri, dengan adanya logo Garuda masyarakat jadi tenang bahwa standar keselamatannya setara dengan Garuda,” katanya.
Terkait adanya kisruh di dewan direksi dan pemegang saham, Arista menyarankan untuk mengikuti terlebih dahulu kebijakan Garuda sampai kondisi keuangan Sriwijaya Air Group kembali hijau atau membukukan keuntungan (profit).
“Sriwijaya harus terima, istilahnya ini ‘kan kondisinya sedang sakit, jadi mau disembuhkan dulu ya harus nurut. Kalau memang utang-utangnya sudah tebayarkan itu ‘kan sampai hampir Rp2 triliun, baru sedikit demi sedikit bisa diputuskan kerja samanya mau lanjut atau enggak,” ujarnya.
Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya Air Group memutuskan untuk rujuk setelah sempat putus kerja sama manajemen akibat kisruh yang berkepanjangan.
Polemik di tubuh entitas itu bermula dari adanya Dewan Komisaris Garuda yang merangkap menjadi Dewan Komisaris Sriwijaya Air Group, kemudian pemecatan tiga direksi termasuk direktur utama, pencopotan logo Garuda di badan pesawat Sriwijaya hingga beredarnya surat permohonon untuk penghentian sementara operasional dari Direktur Direktur Quality, Safety, dan Security Sriwijaya Air Toto Subandoro kepada Plt Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson I. Jauwena.
Polemik itu berujung pada pengunduran diri dua direksi Sriwijaya Air, yakni Direktur Operasi Fadjar Semiarto dan Direktur Teknik Romdani Ardali Adang.
Artikel ini dikutip dari Antaranews.com