AGRARIA.TODAY – Imparsial mengecam tindakan sekitar 20 anggota oknum TNI yang melakukan penyerangan ke Mapolres Tarakan, Kalimantan Utara, Senin (24/2). Akibat penyerangan itu terdapat lima anggota Polri mengalami luka-luka dan sejumlah fasilitas gedung Mapolres mengalami kerusakan.
“Kantor kepolisian adalah bagian dari kantor pemerintah sehingga tidak boleh menjadi target serangan siapa pun, termasuk anggota TNI. Serangan terhadap kantor kepolisian akan dianggap sebagai serangan terhadap pemerintah, dan yang lebih ironis lagi dalam hal ini dilakukan oleh anggota TNI. Lebih dari itu, serangan anggota TNI terhadap Polres Tarakan ini juga akan menghambat hak-hak publik untuk mendapatkan pelayanan dari kepolisian,” demikian dikatakan Ardi Manto Adiputra, Direktur Imparsial, dalam siaran pers yang diterima Rabu (26/2) pagi.
Dikatakan Ardi Manto Adiputra, serangan ini tidak boleh dipisahkan dari peristiwa serangan dan kekerasan TNI terhadap masyarakat sipil sebelumnya. Tidak adanya kebijakan serius dan sanksi yang tegas bagi anggota TNI yang melakukan kekerasan mengakibatkan terus berulangnya peristiwa serupa.
“Bahkan dalam peristiwa penyerangan terhadap Mapolres Jayawijaya pada 2 Maret 2024 silam, KASAD Maruli Simanjutak justru terkesan permisif karena mengatakan penyerangan tersebut tidak masuk dalam taraf serius,” kata Ardi Manto.
Imparsial menilai tindakan penyerangan dan pengerusakan oleh TNI tidak hanya telah mencoreng nama baik TNI, tetapi juga menjadi bukti bahwa aksi kekerasan dan kejahatan yang melibatkan anggota TNI seolah tidak terkendali.
Prajurit TNI yang seharusnya menjadi contoh dalam berperilaku baik di tengah masyarakat justru mempertonton tindak kekerasan yang dilakukan secara brutal. Selain itu, penyerangan ini tentunya juga dapat mengganggu hubungan baik yang harmonis yang ditunjukkan selama ini oleh elit TNI dan Polri.
Penting untuk diingat bahwa peristiwa penyerangan ini bukanlah peristiwa yang pertama kali terjadi, sebelumnya terdapat kasus-kasus penyerangan oleh aparat TNI yang terjadi di sejumlah daerah.
Tindakan kekerasan seperti ini akan terus terjadi sepanjang tidak ada penghukuman yang adil dan maksimal terhadap oknum anggota TNI yang terlibat kejahatan. Selama ini, terdapat kasus-kasus kekerasan dan kejahatan pidana lainnya yang melibatkan anggota TNI tetapi penghukumannya ringan, terkadang dilindungi bahkan ada yang dibebaskan.
Penghukuman yang tidak adil terjadi akibat oknum anggota TNI yang terlibat kejahatan diadili dalam peradilan militer yang sama sekali tidak memenuhi prinsip peradilan yang jujur dan adil (fair trial) yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas. Peradilan militer selama ini cenderung menjadi sarana impunitas bagi anggota militer yang terlibat kejahatan.
Atas dasar hal itu Imparsial mendesak:
1. Untuk segera memproses seluruh oknum anggota TNI yang terlibat dalam penyerangan Polres Tarakan yang terjadi pada Senin 24 Februari 2025 melalui mekanisme peradilan umum untuk diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
2. Pemerintah dan DPR segera merevisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer untuk memutus mata rantai impunitas bagi oknum anggota TNI yang melakukan tindak kejahatan. Berdasarkan catatan Imparsial selama ini, peradilan militer cenderung menjadi sarana impunitas bagi oknum anggota TNI yang melakukan kejahatan.