AGRARIA.TODAY – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui putusan nomor 743/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Sel dan surat keterangan ikrah nomor W10.U3/2420/HK.02/2/2023 menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum  sertifikat hak milik (SHM)  nomor 11142/Bintaro/2019 atas nama Octa Raharjo dan Bunadi Tjatnika dan menyatakan tanah seluas 4.464 M2 senilai Rp 44 Miliar yang berasal persil 101 dan girik 1340 adalah milik ahli waris Haji Nimun Bin Haji Midan yang tidak pernah diperjual-belikan.

Majelis Hakim yang beranggotakan Muhammad Ramdes sebagai Hakim Ketua, Agus Tjahyo Mahendra dan H.Bawono Effendi sebagai Hakim Anggota juga menghukum BPN Jakarta Selatan untuk membatalkan SHM nomor 11142/Bintaro/2019 tersebut.

Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan SHM nomor 11142/Bintaro/2019 diperoleh dari data yuridis yang tidak benar melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang tidak melibatkan perangkat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 13 ayat 3 Peraturan Menteri ATR/BPN nomor 6 tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.

Oknum BPN yang bernama Paultar Sinambela sebagai ketua tim ajudikasi PTSL Jakarta Selatan ikut menandatangani SHM nomor 11142/Bintaro/2019 yang dikeluarkan oleh BPN Jakarta Selatan tersebut. Untuk diketahui, Paultar Sinambela adalah oknum BPN yang terlibat mafia tanah dengan pidana secara bersama-sama melakukan pemalsuan akta otentik dan dihukum penjara 6(enam) bulan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara nomor 784/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel.

Terbongkarnya mafia tanah yang merampas tanah milik Haji Nimun terungkap ketika Kelurahan Bintaro melakukan sosialisasi kepada warga yang terkena proyek normalisasi kali Pesanggrahan pada tahun 2019. Ahli waris Haji Nimun sangat terkejut karena tidak ada namanya dalam daftar warga yang tanahnya terkena pelebaran Kali Pesanggrahan.

Pihak Kelurahan Bintaro hanya menjelaskan jika pemilik tanah yang terkena pelebaran Kali Pesanggrahan adalah Octa Raharjo dan Bunadi Tjatnika yang memiliki alas hak berupa sertifikat hak milik (SHM)  nomor 11142/Bintaro/2019.

Akibat Protes ahli waris Haji Nimun tidak digubris oleh Kelurahan Bintaro maka diadakan pertemuan mediasi pada tanggal 10 November 2020 di Kantor Kecamatan Pesanggarahan yang dihadiri oleh Camat Pesanggrahan, Lurah Bintaro, Ketua RT, Ketua RW, Polsek Pesanggrahan, BPN Jakarta Selatan, Dinas Sumber Daya Air (SDA) Propinsi DKI Jakarta, ahli  waris Haji Nimun serta keluarga Octa Raharjo dan Bunadi Tjatnika.

Pertemuan tersebut tidak menghasilkan keputusan apapun. Camat, Lurah dan BPN Jakarta Selatan tidak memberikan penjelasan apapun mengenai beralihnya tanah milik Haji Nimun menjadi milik  Octa Raharjo dan Bunadi Tjatnika walaupun tidak pernah terjadi jual beli tanah oleh ahli waris Haji Nimun. Padahal BPN Jakarta Selatan sebenarnya dapat menerangkan proses terbitnya SHM nomor 11142/Bintaro/2019 atas nama Octa Raharjo dan Bunadi Tjatnika tersebut. BPN Jakarta Selatan berusaha menyimpan rapat keterlibatan oknum BPN yang bekerja sama dengan mafia tanah atas terbitnya SHM nomor 11142/Bintaro/2019.

Baca juga  Tahun 2019 Seluruh Tanah di DKI Jakarta Terdaftar

Sementara itu Octa Raharjo dan Bunadi Tjatnika memilih untuk bungkam. Tidak mau menjelaskan asal usul tanah yang menjadi dasar penerbitan SHM nomor 11142/Bintaro/2019 dan menerangkan membeli tanah tersebut dari siapa.

Akibat gelapnya asal usul terbitnya SHM nomor 11142/Bintaro/2019 membuat ahli waris harus berjuang keras untuk mendapatkan keadilan agar tanah miliknya kembali. Pihak Kelurahan Bintaro yang diwakili oleh Kasie Pemerintahan yang bernama Jamal menolak membuka letter C. Padahal letter C akan menunjukkan siapa pemiliknya atau yang menguasai tanah tersebut. Dalam dokumen letter C tercantum nomor bidang tanah atau nomor persil. Nomor tersebut menunjukkan titik batas dari sebuah bidang tanah.

Tanah Haji Nimun sebelumnya tidak pernah dilirik oleh makelar tanah atau pembeli tanah karena lokasinya yang berada di pinggir Kali Pesanggrahan dan tidak ada jalan untuk akses mobil. Namun setelah tanah tersebut terkena normalisasi Kali Pesanggrahan, tanah tersebut menjadi tanah mahal akibat Pemerintah Propinsi DKI Jakarta memberikan ganti kerugian dengan nilai ganti untung paling sedikit              Rp 10.000.000,- (sepuluh juta) untuk setiap satu meternya. Jadi jika luas tanah Haji Nimun adalah 4.464 M2 maka pemilik tanah akan menerima ganti untung sebesar     Rp 44.640.000.000,- (empat puluh empat miliar enam ratus empat puluh juta rupiah). Inilah yang membuat mafia tanah secara terang-terangan berani merampas tanah agar memperoleh uang puluhan miliar dengan cara mudah.

Setelah sempat putus asa, ahli waris Haji Nimun kembali mendapatkan harapan untuk memperoleh keadilan setelah bertemu dengan advokat dari Kantor Hukum Odie Hudiyanto & Partners. OHP menelaah semua dokumen surat surat tanah yang dimiliki ahli waris Haji Nimun dan fakta jika fisik masih dikuasai sepenuhnya oleh ahli waris.

Setelah melewati persidangan yang cukup panjang dan Majelis Hakim melakukan pemeriksaan setempat (PS) atas tanah milik Haji Nimun Bin Haji Midan maka terbongkarlah cara mafia tanah memperoleh SHM nomor 11142/Bintaro/2019. Hal ini dapat dilakukan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang tidak melibatkan perangkat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 13 ayat 3 Peraturan Menteri ATR/BPN nomor 6 tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.

Baca juga  Kunjungan Kerja, Presiden Bagi 3.218 Sertipikat Tanah di Yogyakarta

Dalam persidangan, Ketua RT dan Ketua RW menerangkan jika Octa Raharjo dan Bunadi Tjatnika tidak pernah terdaftar sebagai pemohon pembuatan sertifikat hak milik (SHM) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sehingga data yuridis untuk penerbitan SHM nomor 11142/Bintaro/2019 adalah data yang tidak benar. Penerbitan SHM nomor 11142/Bintaro/2019 adalah bentuk kerjasama antara mafia tanah dengan oknum BPN.

Berdasarkan fakta-fakta di persidangan dan pemeriksaan setempat (PS) atas tanah adat milik Haji Nimun Bin Haji Midan maka Majelis Hakim menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum  sertifikat hak milik (SHM)  nomor 11142/Bintaro/2019 atas nama Octa Raharjo dan Bunadi Tjatnika dan menyatakan tanah seluas 4.464 M2 yang berasal dari persil 101 dan girik 1340 adalah milik ahli waris Haji Nimun Bin Haji Midan yang tidak pernah diperjual-belikan.

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui putusan nomor 743/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Sel dan surat keterangan ikrah nomor W10.U3/2420/HK.02/2/2023 maka sikap dan tanggapan kami adalah sebagai berikut:

  1. Memberikan apresiasi kepada Majelis Hakim perkara nomor 743/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Sel yang membuat putusan secara benar berdasarkan fakta-fakta hukum selama persidangan dan memberikan kepastian hukum untuk  pencari keadilan.
  2. Menuntut kepada Menteri ATR/BPN untuk memberantas mafia tanah yang bekerja sama dengan oknum BPN yang secara terang-terangan merampas tanah dari pemilik tanah yang asli dengan kedok program PTSL atau program pertanahan lainnya yang merusak kepercayaan masyarakat.