Perjuangan panjang

Datuk Seri Syahril Abu Bakar mengatakan,posisi tanah adat/ ulayat bisa disertifikatkan sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah mengaku adanya tanah adat/ ulayat itu. Untuk memperoleh pengakuan ini telah diperjuangkan LAMR sejak tahun 2001. Hal serupa juga dilakukan oleh berbagai masyarakat adat, salah satunya adalah apa yang dilakukan oleh Khalifah Kuntu, Riau, H. Bustamir.

“Perjuangan Khalifah berhasil mengeluarkan tanah adat/ ulayat dari hutan negara. Ini tertuang dalam keputusan MK 35 tahun 2012, sehingga LAMR memberi penghargaan khusus kepadanya berupa ingatan budi beberapa bulan lalu,” kata Datuk Seri Syahril. Ditambahkannya, berbagai perjuangan setelah itu dilakukan, tapi belum memperlihatkan hasil memadai karena payung hukumnya secara konkrit belum ada.

Seiringan dengan program TORA oleh pemerintah, LAMR makin gencar memperjuangan nasib tanah adat/ ulayat tersebut. Baru saja kepengurusan LAMR 2017-2022 terbentuk, malah belum sempat dikukuhkan, pengurus LAMR di bawah pimpinan Datuk Seri Al azhar dan Datuk Seri Syahril Abu Bakar, menghadap Wakil Presiden Jusuf Kalla. Salah satu hal yang dibicarakan adalah bagaimana tanah adat/ ulayat dapat diikutsertakan dalam program TORA, ditanggapi Wapres dengan menyurati Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

Baca juga  Amanat Pengaturan Bank Tanah dalam RUU Pertanahan

Beberapa bulan lalu, rombongan LAMR kembali ke Jakarta, tepatnya ke Sekretaris Kabinet. “Waktu itu sudah diberi tahu oleh deputi bahwa subjek TORA masih menunggu tanda tangan Presiden,” kata Datuk Sayahril.

Datuk Syahril mengatakan, dengan adanya Perpres ini, tentu tidak otomatis tanah adat/ ulayat di Riau memiliki sertifikat. Tentu masih ada hal yang harus diperjuangkan. “Dalam waktu dekat, kita akan berkoordinasi dengan LAMR kota maupun kabupaten se-Riau mengenai masalah ini,” kata Datuk Syahril.