Lebih 2 Juta Hektar

Di Riau, sebutan tanah adat/ ulayat ini memiliki makna tertentu. Tanah adat/ ulayat dibagi menjadi tiga yakni tanah ulayat, tanah kayat, dan tanah hayat. Tanah ulayat dimiliki kelompok masyarakat adat secara turun-temurun, sedangkan tanah kayat, adalah pembagian sultan atau raja kepada kelompok masyarakat tertentu. Lain lagi tanah hayat atau tanah tumbuh, misalnya akibat pendangkalan sungai atau delta.

“Luas tanah adat/ ulayat di Riau dengan tiga kategorinya itu sekitar 2 juta hektar, malahan bisa lebih,” kata Datuk Seri Syahril. Sebagian dari tanah tersebut telah dipergunakan untuk berbagai keperluan seperti perkebunan, pertambangan, dan pelabuhan.

Ia mencontohkan Dumai, yang tanah adatnya masuk dalam kategori tanah adat kayat. Sultan Siak membuat grand pemanfaatan tanah kepada Laksamana Raja Dilaut yang kini dipakai oleh berbagai pihak swasta maupun BUMN. “Pakailah. Tapi itu tanah adat yang tentu akan ada hitung-hitungannya untuk masyarakat adat,” kata Datuk Syahril. Demikian juga tanah-tanah yang sudah terlanjur menjadi perkebunan dan lokasi pertambangan minyak.

Baca juga  Budi Situmorang, Harus Ada Pengakuan Tanah dan Masyarakat Adat

Dalam masyarakat Melayu Riau, kata Datuk Syahril, hitung-hitungan itu terwujud dalam apa yang disebut pancung alas. Masyarakat adat memperoleh bagian dari usaha yang dilakukan terhadap tanah adat/ ulayat, malah ada yang sampoai 20 persen dari usaha.