Cirebon – Reforma Agraria merupakan suatu gerakan negara. Hal ini dapat diartikan bahwa di setiap negara, Reforma Agraria dapat mendekatkan masyarakatnya kepada kesejahteraan. “Melalui Reforma Agraria, negara hadir tidak untuk menyengsarakan rakyatnya,” ujar Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), Aslan Noor, saat membuka Sosialisasi Reforma Agraria dengan Stakeholder di Daerah yang diselenggarakan di Cirebon, Jawa Barat, Jumat (8/3).
Menurut UUD 1945 Pasal 33, seluruh sumber daya alam yang terdapat di Indonesia dikelola oleh negara untuk kemakmuran masyarakat. “Oleh karena itu, ini juga disebutkan dalam UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 5 dan Pasal 13 yaitu tujuan utama negara adalah mengelola pertanahan yang digunakan untuk kesejahteraan rakyat,” ujar Aslan Noor.
Aslan Noor menguraikan tujuan sebenarnya dari Reforma Agraria. “Tujuan utamanya yang pertama mengurangi ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah, kedua menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, ketiga menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan, keempat meningkatkan kedaulatan dan ketahanan pangan, kelima memperbaiki akses masyarakat ke sumber ekonomi, keenam menangani dan menyelesaikan konflik agraria dan terakhir memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup,” ujar Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat.
Aslan Noor juga menyampaikan bahwa pada tahun 2025 nanti seluruh tanah di Republik Indonesia akan terdaftar. “Artinya seluruh bidang tanah akan terdaftar kendati produknya masih berupa peta bidang tanah. Mengapa? Karena adanya permasalahan alas hak, penguasaan hak, serta sengketa tanah tidak memungkinkan diterbitkannya sertipikat tanah,” kata Aslan Noor.
Pada kesempatan tersebut, Rektor Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC), H. Khaerul Wahidin mengatakan bahwa kepemilikan tanah menjadi hajat hidup seseorang. “Dalam Agama Islam telah diatur kepemilikan yang adil dan merata atas dasar religius dan humanistik,” ujar Rektor UMC.
Selain itu, kepemilikan tanah harus dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. “Hal ini sesuai dengan Surat Al-Maidah (5) ayat 8, yakni prinsip keadilan dan kemaslahatan berimplikasi terhadap pertanggungjawaban dunia dan akhirat,” pungkas H. Khaerul Wahidin. (RH)