Sebagai negara yang sedang berkembang, Bangladesh dan Nepal bisa menjadi tujuan investasi baru bagi BUMN Indonesia. Peluangnya ada pada pembangkit listrik, pasokan LNG, dan pembangunan infrastruktur konektivitas.
Para diplomat Indonesia di luar negeri sebaiknya tidak hanya fokus pada pekerjaan diplomatik tetapi juga sebagai marketer untuk membuka peluang bisnis dan investasi guna meningkatkan daya saing Indonesia di pasar dunia.
Keinginan Presiden Joko Widodo tersebut kembali diingatkan oleh Darmawan Prasodjo Deputi I Kantor Staf Presiden dalam diskusi dengan topik Menangkap Peluang Bisnis dan Investasi di Bangladesh dan Nepal di Bina Graha, Jakarta, Jumat (26/10/2018).
Diskusi ini juga menghadirkan Duta Besar RI untuk Bangladesh dan Nepal Rina P. Soemarno, Direktur Asia Selatan dan Tengah Kementerian Luar Negeri, dan berbagai BUMN seperti INKA, Pertamina, Len Industri, dsb.
Lebih lanjut dikatakan, BUMN Indonesia memiliki kemampuan untuk bersaing dengan perusahaan lain dari berbagai negara. Sekaligus menunjukkan, potensi bangsa Indonesia di dunia internasional.
“Diskusi ini ingin menangkap semangat itu, dengan cara mengidentifikasi tantangan dan peluang yang ada,” tandas Darmawan Prasodjo.
Dari sisi potensi, seperti dipaparkan Direktur Asia Selatan dan Tengah Kemlu, Bangladesh bukanlah pasar yang kecil. Dengan total penduduk 160 juta jiwa dan pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen dalam sepuluh tahun terakhir, negara ini bisa menjadi pasar baru bagi Indonesia. “Dengan modalitas hubungan yang sudah terjalin lama, ditambah ikatan budaya dan sejarah, peluang terbuka luas,” ungkapnya.
Apalagi hubungan dagang dengan Bangladesh juga sudah terbuka. Pada 2006, negara dengan pendapatan per kapita US$ 1.751 ini telah membeli gerbong kereta api dari INKA. Selain itu, Bangladesh diproyeksikan menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-23 pada tahun 2050.
“Di lain pihak, sebagai negara yang masih membutuhkan investasi, barrier-nya belum begitu ketat, sehingga untuk masuk ke sana menjadi lebih mudah. Ini adalah masa depan kita,” ungkapnya.
Sementara itu, Rina P. Soemarno melihat negara yang sudah merdeka empat puluh tahun dan dengan luas wilayah sedikit lebih besar dari Jawa dan Bali ini punya potensi yang sangat besar. “Pertumbuhan ekonominya stabil dan sepuluh tahun terakhir rata-rata pertumbuhannya 6,5 persen per tahun.”
Menurutnya, saat ini adalah waktu yang tepat untuk masuk ke Bangladesh. “Pasarnya besar sekali dan nyaris seluruh barangnya impor,” katanya.
Di tingkat retail, kelas konsumennya sangat tinggi. Negara ini dikenal dengan pertumbuhan orang kaya paling tinggi di dunia. Sementara itu kebutuhan energi, transportasi, infrastrukturnya masih tertinggal.
Pasokan listrik misalnya, hanya sebesar 16.000 MW, namun kebutuhannya mencapai 24.000 MW pada tahun 2021. Negara dengan 700 sungai besar dan kecil ini juga hanya punya satu bendungan. Selain itu konektivitas darat dan laut pun amat terbatas.
Itu artinya potensi untuk memasok kapal juga sangat terbuka. Deep sea port belum ada, satu-satunya yang ada adalah pelabuhan yang ada dalam alur sungai sejauh 15 kilometer dari pantai.
Di seluruh Bangladesh, seperti dikatakan Rina, hanya tersedia delapan hotel bintang lima dengan 1.200 kamar. Ketersediaan restoran juga sangat terbatas. “Ini semua adalah peluang yang perlu segera kita garap.”
Dalam hal Nepal, peluangnya terbuka di pembangkit listrik tenaga air dan peningkatan konektivitas.
Pertamina melihat, proyek pembangkit listrik dan pasokan energi ke Bangladesh punya peluang untuk digarap. Bahkan pada 28 Januari 2018 telah ditandatangani nota kesepahaman antara Pertamina dan Bangladesh Power Development Board (BPDB) untuk pasokan LNG ke pembangkit listrik sebesar 1.200 MW.
Sementara INKA, sejak masuk ke Bangladesh pada 2006, pesanan terus mengalir. Pada 2014, 50 gerbong dan 100 unit kereta metre-gauge diekspor ke sana. Tahun 2017 ada tambahan 50 gerbong dan 200 unit kereta metre-gauge lagi. Rencananya Desember 2018 ini INKA akan kembali mengirim 15 gerbong kereta tipe BG, disusul 22 gerbong pada Januari 2019.
Khusus untuk Nepal, menurut INKA terbuka kesempatan untuk penyediaan gerbong penumpang dan barang, lantaran negara ini sedang melakukan studi kelayakan untuk membangun rel kereta api sepanjang lebih dari 1.000 kilometer untuk menghubungkan bagian timur dan barat negara tersebut.
Sebagai penutup, BUMN meminta agar forum seperti ini diselenggarakan secara rutin agar perusahaan plat merah semakin terhubung dengan potensi pasar di luar negeri.