khususnya Nawacita ke-5, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia antara lain dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 juta hektare

Oleh Harison Mocodompis, SE, MM (Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kementerian ATR/ BPN)

Kebijakan Land Reform (Reforma Agraria) sudah dicanangkan sejak 1961 namun terhenti oleh dinamika sosial politik dalam sejarah Indonesia. Namun kesadaran pentingnya Reforma Agraria sebagai suatu program nasional untuk menangani persoalan kehidupan rakyat Indonesia kembali dikedepankan setelah Reformasi melalui ketetapan Majelis Permusyarakatan Rakyat (MPR), melalui TAP MPR No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Sumberdaya Alam.

Harison Mocodompis, SE, MM
(Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kementerian ATR/ BPN)

Dalam perkembangannya, Reforma Agraria menjadi program pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang dituangkan dalam Nawacita, khususnya Nawacita ke-5, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia antara lain dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 juta hektare.

Capaian dan Kendala Reforma Agraria

Dalam RPJM 2015-2019. Target Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) diurakan sebagai, pertama, legalisasi aset 4,5 juta ha, terdiri atas tanah transmigrasi yang belum bersertifikat seluas 0,6 juta ha dan legalisasi aset (yang umum dikenal sebagai sertifikasi) seluas 3,9 juta ha.
Kedua, redistribusi tanah seluas 4,5 juta ha, terdiri atas tanah eks Hak Guna Usaha (HGU), tanah terlantar, dan tanah negara lainnya, seluas 0,4 juta ha serta pelepasan hutan seluas 4,1 juta ha.

Pelaksanaan Reforma Agraria sejauh ini masih terus berjalan. Hingga 2017 pemerintah telah menyelesaikan program ini melalui legalisasi aset (PTSL) 6.2017.818 bidang (1,673.346 ha), redistribusi tanah sebanyak 261.189 bidang (196.483 ha), dan legalisasi aset tanah transmigrasi sebanyak 20.252 bidang (33.018ha).
Tahun ini kegiatan PTSL dan redistribusi tanah melalui identifikasi subyek penerima dan TORA, yang akan diatur kembali hubungan penguasaan dan kepemilikannya, masih terus berjalan.

Seorang Buruh Tani sedang menyiram lahan.

Pelaksanaan di lapangan tentu ada berbagai kendala, namun masih bisa dapat diupayakan untuk diselesaikan secara teknis. Pensertifikatan tanah transmigrasi masih terbatas karena kondisi di lapangan baik karena kejelasan atau kepastian status tanah maupun subyeknya.

Saat ini terus Kementerian ATR/BPN terus berkoordinasi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes dan PDTT) dalam kaitan hal tersebut di atas. Demikian pula TORA dari pelepasan kawasan hutan masih sangat terbatas.

Baca juga  Ringkasan pertandingan, 10 wakil Indonesia ke babak dua China Open

Kementerian ATR/BPN baru menerima data spesial pelepasan kawasan hutan seluas 750.123 ha. Namun, secara fisik yang bisa ditindaklanjuti, hasil tata batas kawasan hutan itu adalah seluas 169.476 ha, yang akan didistribusikan baik melalui program rredistribusi tanah maupun program legalisasi aset atau konsolidasi tanah.
Kendala lain yang masih dalam proses penyelesaiana dalah landasan hukum berupa Peraturan Presiden tentang Reforma Agraria yang masih belum terbit. Kementerian ATR/BPN terus mendukung Raperpres ini untuk segera diterbitkan.

Ilustrasi

Sengketa Agraria
Konflik agraria adalah salah satu persoalan yang sering muncul dalam pelaksanaan reforma agraria. Di lapangan, sengketa tanah yang seringkali muncul adalah sengketa pemilikan dan penguasaan, sengketa warisan dan sengketa batas.
Sengketa di lapangan juga tidak jarang bersinggungan dengan kawasan hutan dan aset-aset pemerintah.

Berbagai instansi yang terkait dengan sengketa antara lain Ditjen Keuangan Negara, kejaksaan, kepolisian, Kementerian BUMN, dan BUMD.
Saat ini Kemen ATR/BPN telah membuat memorandum of Understanding (MoU) untuk penyelesaian sengkata dengan kepolisian, kejaksaan, dan Ombudsman.

Selain itu, saat ini di daerah telah dibentuk Gugus Tugas Reforma Agraria Provinsi yang diketuai oleh gubernur dan beranggotakan instansi pemerintah yang diharapkan dapat menyelesaikan persoalan agraria yang berkaitan dengan instansi pemerintah.

Dari keseluruhan target di atas, program legalisasi aset (terhadap tanah tanah yang sudah dikuasai akan dimanfaatkan masyarakat) sudah berjalan baik bahkan diprediksi akan melebihi target. Sampai saat ini capaian sertifikat program legalisasi aset (PTSL) pada akhir 2017 sebanyak 6.207.818 bidang, melebihi target 2017 yang hanya sebanyak 5.000.000 bidang). Pada akhir 2018, target 7 juta bidang masih terus dioptimalkan pelaksanaannya melalui kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Diharapkan pada 2020, seluruh bidang tanah di tanah air sudah terdaftar (bersertifikat).

Hak Kepemilikan Tanah
Mengenai hak kepemilikan tanah masyarakat termasuk masyarakat adat dan ulayat hingga saat ini telah dilaksanakan upaya penyelesaian legalisasi dengan program Legalisasi Aset Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang jangkauannya lengkap dan murah.

Hingga 2017, telah diselesaikan 6.2 juta bidang tanah bersertifikat, kemudian pada 2018 ditargetkan sebesar 7 juta bidang tanah. Demikian halnya juga dengan tanah masyarakat ulayat yang masih dalam tahap inventarisasi. Beberapa telah diserahkan hak komunal untuk kemudian ditindaklanjuti.

Baca juga  Presiden Menyerahkan 37.848 Sertifikat Tanah di Palembang

Sementara itu kebijakan Land Reform berupa Redistribusi Tanah dari tahun ke tahun mengalami kemajuan signifikan. Tahun ini redistribusi tanah sebesar 350.000 bidang, dilakukan terhadap tanah negara yang telah ditetapkan sebagai objek TORA melalui penegasan, telah dilakukan di 31 provinsi.

Redistribusi Aset dan Masyarakat
Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN bersama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten terus mensosialisasikan program Reforma Agraria yang telah berproses. Sosialisasi ini dalam rangka memberikan informasi terutama dalam hal pemerataan dari sektor ekonomi, keadilan, dan kesejahteraan.

Reforma Agraria merupakan salah satu program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui redistribusi aset dalam hal ini tanah. Konsep reforma agraria tidak dapat dilihat hanya sebagai penataan aset (asset reform) yang berupa pembagian sertifikasi namun juga secara utuh perlu diikuti dangan pemberdayaan atau penataan akses (acces reform) bagi penerima sertifikat.

Penataan akses dapat dilakukan dengan Pemberdayaan Langsung oleh pemerintah dan badan Usaha berupa pendidikan dan pelatihan, penyediaan inrfastruktur, kemudahan pemberian kredit usaha, dan kemudahan pemasaran.

Penataan akses itu dapat juga melalui kerja sama dengan badan hukum melalui program intiplasma. Penataan akses juga dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan badan hukum melalui penyertaan modal.

Dengan adanya penataan akses, diharapkan masyarakat penerima aset dapat mengembangkan usaha dan meningkatkan kesejahteraan. Dengan demikian redistribusi aset melalui reforma agraria tidak hanya sekadar program bagi-bagi tanah saja tapi juga dirasakan manfaatnya. []