“Masalah hak asasi manusia perlu dipahami secara lengkap, tidak hanya soal hak sipil politik, tetapi juga ekonomi, sosial dan budaya. Persoalan intoleransi dan radikalisme juga jadi ancaman penegakan dan perlindungan HAM yang harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah Indonesia apabila nantinya terpilih sebagai anggota Dewan HAM PBB,” kata Mugiyanto yang akrab disapa Mugi.
Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah Indonesia hendaknya mendekat ke kelompok negara-negara yang progresif dalam penegakan dan perlindungan HAM, selain menempatkan diri sebagai bagian dari kelompok negara konservatif apabila terpilih sebagai anggota Dewan HAM PBB.
“Blocking politics (posisi politik, red) Indonesia di forum PBB lebih banyak bersama negara-negara konservatif. Ke depan, Indonesia juga harus mendekat ke negara-negara yang cukup progresif dalam penegakan dan perlindungan HAM,” ujar Mugi.
Alasannya, kelompok negara konservatif, menurut Mugi, cenderung melihat isu HAM dalam perspektif partikular atau kurang lengkap, padahal hak asasi manusia merupakan nilai universal yang wajib dijamin oleh negara-negara dunia.
Indonesia bersama negara lain seperti China, Jepang, Iran, Korea Selatan, dan Kepulauan Marshall mencalonkan diri sebagai anggota Dewan HAM PBB periode 2020-2022 pada November 2019.
Sejauh ini, Latvia dan Djibouti telah menyampaikan dukungannya secara resmi untuk pencalonan Indonesia ke Dewan HAM PBB.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
COPYRIGHT © ANTARA 2019
Artikel ini pertama kali tayang di Antaranews.com