Jakarta (majalahagraria.today) – Peran industri baja sebagai salah satu industri pendukung pembangunan infrastruktur di Indonesia menjadikannya salah satu industri strategis. Namun demikian, saat ini baja merupakan komoditas yang masuk ke dalam 3 besar impor Indonesia.
Saat memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, pada Rabu, 12 Februari 2020, Presiden Joko Widodo menyebut bahwa impor baja tersebut turut berkontribusi pada defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan.
“Ini tentu saja menjadi salah satu sumber utama defisit neraca perdagangan kita, defisit transaksi berjalan kita. Apalagi, baja impor tersebut kita sudah bisa produksi di dalam negeri,” kata Presiden.
Berdasarkan hal tersebut, Presiden memandang bahwa utilitas pabrik baja dalam negeri saat ini masih rendah dan industri baja dalam negeri menjadi terganggu. Menurutnya hal tersebut tidak bisa dibiarkan.
“Kita perlu segera mendorong industri baja dan besi makin kompetitif serta mengoptimalkan kapasitas produksinya sehingga perbaikan manajemen korporasi, pembaruan teknologi permesinan, terutama di BUMN industri baja, harus terus dilakukan,” jelasnya.
Berdasarkan laporan yang diterimanya, Presiden menyebut bahwa pengembangan industri baja dan besi terkendala oleh bahan baku yang masih kurang. Karena itu, Presiden mengungkapkan tiga hal utama yang harus dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri baja dan besi.
Pertama, Presiden meminta agar ekosistem penyediaan bahan baku industri baja dan besi diperbaiki, mulai dari ketersediaan dan kestabilan harga bahan baku, sampai pada komponen harga gas yang juga perlu dilihat secara detail.
“Kemudian, bahan baku dari hasil tambang nasional juga perlu diprioritaskan sehingga dapat meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, bukan hanya untuk mengurangi impor, tapi juga bisa membuka lapangan kerja,” imbuhnya.
Kedua, Presiden meminta agar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 yang mengatur mengenai harga gas untuk industri, yaitu sebesar 6 USD per MMBTU, segera direalisasikan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
“Saya kira ini juga sudah berkali-kali kita rapatkan dan saya mendapatkan informasi dari Menteri ESDM, kemarin, bahwa ini juga akan segera diputuskan,” jelasnya.
Terakhir, Kepala Negara meminta jajarannya menghitung dampak dari impor baja terhadap kualitas maupun persaingan harga dengan baja hasil dari dalam negeri. Ia juga meminta agar jajarannya memanfaatkan kebijakan nontarif, misalnya penerapan SNI, dengan sungguh-sungguh.
“Sehingga industri baja dalam negeri dan konsumen dapat dilindungi. Jangan justru pemberian SNI yang dilakukan secara serampangan sehingga tidak dapat membendung impor baja yang berkualitas rendah,” tandasnya.