AGRARIA.TODAY – Pemerintah saat ini sedang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) selama 20 tahun ke depan atau periode 2025-2045 dalam rangka mencapai Indonesia Emas. Ketua Umum (Ketum) Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Bahtiar mengatakan, pemerintah daerah (Pemda) dengan otonomi daerah yang dimilikinya, menjadi salah satu bagian dari sistem bernegara dan sistem bermasyarakat merupakan kunci mewujudkan program tersebut.

Hal itu disampaikan Bahtiar saat membuka webinar mingguan MIPI bertema “Pemikiran tentang Masa Depan Otonomi Daerah di Indonesia [Sesi 7]”, Sabtu (5/8/2023). Webinar ini menghadirkan narasumber Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Filep Wamafma dan Guru Besar FISIP Universitas Gadjah Mada (UGM) Purwo Santoso.

“Undang-undang pemerintahan, daerah mungkin alatnya, kita mau mengecek apakah alat ini masih cukup kuat atau masih cukup kompatibel (untuk) menjadi alat ungkit menuju Indonesia Emas, 100 tahun ke depan,” katanya.

Bahtiar membeberkan, bagian-bagian yang tidak kompatibel terkait otonomi daerah harus diperbaiki. Entah itu dari segi otoritas, lingkungan, pelayanan, manajemen keuangan, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan aspek lain yang berkaitan dengan otonomi daerah. Apalagi pengalaman pandemi Covid-19 memberi pelajaran berharga terkait sistem baru di masa ketidakpastian.

“Hari ini 2023, kita peringati 78 tahun Indonesia merdeka di bulan Agustus, tentu kita patutlah melakukan refleksi-refleksi, perenungan-perenungan, terutama tentang bagaimana tentang masa depan otonomi daerah di Indonesia sebaiknya,” terangnya.

Baca juga  Percepat Reformasi Birokrasi sesuai Visi Presiden, Mendagri Lantik 153 Pejabat Fungsional

Narasumber Wakil Ketua Komite I DPD RI Filep Wamafma menjabarkan, sejarah panjang otonomi daerah harusnya menjadi referensi untuk mengevaluasi apakah otonomi sudah berlangsung dengan benar dan baik. Atau malah dia menyangsikan masih banyak hal yang perlu diperbaiki atau bahkan butuh diamandemen.

“Prinsip umum dari otonomi daerah ini kan adalah kewenangan dalam segala aspek. Kemudian kemandirian dalam segala aspek, dan kemudian pembangunan yang orientasinya adalah mendorong pembangunan di daerah,” ungkapnya.

Demi mewujudkan tujuan tersebut, dirinya mendorong adanya sinergi yang baik antara pemerintah pusat dan Pemda sehingga harmonisasi kebijakan bisa terjadi dan tidak tumpang tindih. Selain itu, dia juga mendorong daerah untuk fokus pada karakteristik yang dimiliki, sehingga potensi dapat dimaksimalkan untuk kesejahteraan rakyat.

Di sisi lain, narasumber berikutnya Guru Besar FISIP UGM Purwo Santoso menjelaskan, ketika otonomi daerah tidak berjalan, maka ada kesalahan dalam memikirkan sistem. Sehingga ketika sistem yang diidealkan atau yang disebut sebagai otonomi luas belum terwujud, maka masih ada inkonsistensi baik dalam konsep maupun implementasinya.

“Angan-angan untuk menghadirkan otonomi yang lebih baik ke depan itu tergantung pada pemikiran, dan pemikiran itu bisa diwadahi dan disalurkan lewat MIPI, maka redefinisi atau penegasan fungsi MIPI itu penting,” ujarnya.

Baca juga  Kemendagri Minta Pemprov DKI Jakarta Dukung Pembangunan Rendah Karbon dan Buat Renaksi Penanggulangan Banjir

Dalam paparannya dia menekankan, kekeliruan dalam mewacanakan otonomi daerah, baik dalam narasi maupun naskah akademik akan membuat wacana tersebut semakin terdisorientasi. Sesi ketujuh terkait otonomi daerah ini, dia merefleksikan pada dirinya sendiri dan MIPI untuk lebih jelas dalam menancapkan misinya membangun otonomi daerah.

“MIPI harus menjadi think tank atau jejaring think tank dari hulu ke hilir, dari pusat ke daerah dan ruang berpikir yang jernih, itu lalu kemudian memungkinkan kita ketika di kantor dalam posisi resmi, membuat keputusan. Itu sadar bahwa ini potensinya masih dislocated, sehingga tidak perlu mengabsolutkan hukum,” tandasnya.