AGRARIA.TODAY – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (Ditjen PTPP) terus memperkuat sistem praktik pengadaan tanah yang berkeadilan. Tak hanya melihat aspek ekonomi, namun juga aspek sosial dan budaya pasca pengadaan tanah. Hal ini dibahas dalam Focus Group Discussion (FGD) Penilaian dan Pengelolaan Dampak Sosial Pengadaan Tanah, yang berlangsung di Grand Dafam Signature International Airport Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta, pada Kamis (07/12/2023).

Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (Ditjen PTPP), Embun Sari berkata, pembangunan bagi kepentingan umum merupakan suatu keniscayaan. Oleh karena itu, pengadaan tanah untuk pembangunan harus berlandaskan asas keadilan bagi semua pihak. “Kita harus terus memastikan bahwa no one left behind, jangan sampai ada pihak atau masyarakat yang termarjinalkan dengan adanya pengadaan tanah,” ungkap Embun Sari.

Embun Sari mengungkapkan, Kementerian ATR/BPN bersama Bank Dunia tengah menyusun ketentuan teknis dan panduan terkait pengadaan tanah melalui social impact assessment (SIA). “Tentunya kegiatan juga butuh arahan dan keikutsertaan dari pemerintah daerah, badan usaha, masyarakat, hingga pemangku kepentingan terkait untuk memastikan bahwa tidak ada hal-hal yang menimpa kelompok rentan,” ujarnya.

Turut menjadi narasumber dalam diskusi, Pj. Bupati Kulon Progo, Ni Made Dwipanti Indrayanti. Ia menjelaskan, dalam proses pengadaan tanah, pihaknya akan memberikan beberapa pertimbangan. “Ini adalah tuntutan dari pihak kami sendiri. Ketika dilakukan pelepasan, kami meminta masyarakat kami agar tidak telantar. Semisal ketika dia sudah mendapat ganti rugi, namun tidak tahu bagaimana peruntukannya,” tuturnya.

Ni Made Dwipanti Indrayanti tak menampik jika banyak masyarakat tak ingin berpindah jauh dari tempat tinggal awal yang terkena proyek pengadaan tanah. “Karena biasanya berhubungan dengan cerita, sejarah, dan kenang-kenangan di tempat tinggalnya”, sebutnya.

Baca juga  Wamen ATR/Waka BPN Ajak Pemerintah Daerah untuk Membangun Kabupaten Kaimana melalui Reforma Agraria

Oleh karena itu, Pj. Bupati Kulon Progo menjelaskan, pihaknya melakukan pendekatan dan memberikan solusi, salah satunya dengan fasilitasi penyediaan lahan siap bangun pada lokasi tanah kas desa terdekat. “Kami melakukan ini di lima desa terdampak, yaitu Desa Glagah, Palihan, Janten, Kebonrejo, dan Jangkaran,” jelas Ni Made Dwipanti Indrayanti.

Pada diskusi ini hadir pula menjadi narasumber, Ahli Pertama–Pengendali Dampak Lingkungan, Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Teddy Aditya. Ia membicarakan soal peran Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi Pengadaan Tanah.

Teddy Aditya menerangkan, kajian AMDAL dari kegiatan pengadaan tanah harus berada di bagian perencanaan. Sehingga, diharapkan perencanaan AMDAL ini sudah sejalan dengan jalannya pengadaan tanah dan pembangunan. “Kajian AMDAL ini mengkaji dampak yang diperkirakan akan muncul jika pembangunan itu akan dilakukan,” imbuhnya.

Baca juga  Wamen ATR/Waka BPN Tawarkan Alternatif Penyelesaian Persoalan Reforma Agraria di Kabupaten Paser Melalui GTRA

Menurutnya, banyak aspek yang digunakan dalam kajian AMDAL untuk pengadaan tanah, mulai dari daya dukung lingkungan, kesesuaian tata ruang, baku mutu lingkungan, hingga baku kerusakan lingkungan. “Pembangunan Bandara YIA ini juga memakai uji kelayakan AMDAL. Baru-baru ini, Bandara YIA juga melakukan addendum terkait AMDAL karena adanya penambahan kegiatan atau lokasi di area bandara. Melalui perencanaan kajian AMDAL, diharapkan pengelolaannya menjadi berkelanjutan dan ramah lingkungan,” pungkas Teddy Aditya. (AR/MW)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia