AGRARIA.TODAY – Dalam menjalankan Reforma Agraria, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mendapat tugas untuk melaksanakan Redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang berasal dari Pelepasan Kawasan Hutan (PKH). Dengan lebih spesifik yang harus dilakukan ialah memenuhi kewajiban alokasi 20% kawasan hutan untuk perkebunan. Mengingat kegiatan tersebut bersifat lintas sektor maka perlu adanya pemahaman persepsi dan harmonisasi antar pemangku kepentingan agar target dapat terealisasi hingga tahun 2024.

Pejabat Fungsional Penata Ruang Ahli Utama, Andi Tenrisau mengatakan, langkah awal melakukan strategi pemenuhan kewajiban alokasi 20% kawasan hutan untuk perkebunan ini adalah harus melihat aspek peraturan masing-masing pemangku kepentingan yang berwenang. “Kita harus pahami antara peraturan di bidang perkebunan dari Kementerian Pertanian, bidang kehutanan dari Kementerian LHK, dan bidang pertanahan dari Kementerian ATR/BPN,” ujarnya dalam Webinar Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit 2023 #RoadtoKarimun seri ke-8 yang bertajuk Strategi Pemenuhan Kewajiban Alokasi 20% Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan sebagai Sumber TORA, pada Kamis (27/07/2023).

Menurutnya, banyak aspek yang memerlukan pemahaman bersama, mulai dari definisi fasilitasi pembangunan kebun, luas objek sebagai dasar perhitungan, audit, hingga sanksi administrasi yang ditetapkan. “Definisi fasilitasi harus dirumuskan terlebih dahulu, semisal fasilitasi pembangunan kebun masyarakat ini apakah menyediakan tanahnya dan membangun kebunnya ataukah hanya membangun kebunnya saja. Lalu, mengerucut soal luasan 20% itu diambil dari aspek yang bagaimana,” imbuh Andi Tenrisau.

Baca juga  Pahami Dulu RUU Pertanahan

Hal senada dilontarkan oleh salah satu penanggap forum, Wiwiek Safitri perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ia menyebut bahwa memang perlu ada koordinasi dan sinkronisasi aturan bersama atas perumusan kewajiban alokasi 20% ini. “Memang ada tiga payung aturan, namun masing-masing punya ketentuan yang sama, tinggal kita harus satu persepsi. Kita bersama merumuskan fasilitasinya seperti apa, bagaimana cara perhitungannya, fasilitasi ini termasuk dalam lahan atau tidak, ini yang harus dipertegas,” jelasnya.

Di satu pihak, Nurbakti selaku perwakilan penanggap dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menjelaskan, mekanisme pemenuhan kewajiban alokasi 20% PKH untuk perkebunan ini masuk dalam rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria. “Tentu tujuan dari Perpres ini adalah mengatasi permasalahan mendasar dalam pelaksanaan Reforma Agraria,” sebutnya..

Ia mengatakan, nantinya mekanisme audit alokasi 20% ini secara garis besar adalah Menteri LHK menyediakan data dan peta PKH untuk perkebunan, Menteri ATR/Kepala BPN menyediakan data Hak Guna Usaha (HGU), serta Menteri Pertanian menyediakan data izin usaha perkebunan dan data realisasi kegiatan fasilitasi perkebunan. “Kemudian, nantinya data ini semua akan diintegrasikan ke dalam Kebijakan Satu Peta serta menjadi data dukung pemenuhan alokasi 20% pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan,” terangnya.

Baca juga  Dedikasi untuk Hari Batik Nasional, Menteri AHY Luncurkan Batik Sekar Pace Bhumi untuk Jajaran Kementerian ATR/BPN

Turut hadir dalam forum yang diselenggarakan secara daring dan luring di Gedung PPSDM Kementerian ATR/BPN, Cikeas, Bogor ini, Plt. Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Yagus Suyadi; Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian, Prayudi Samsuri sebagai narasumber. Selain itu bertugas sebagai moderator, Direktur Landreform, Dadat Dariatna. (AR/YZ)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia