AGRARIA.TODAY – Untuk memberikan kepastian hukum terhadap setiap bidang tanah yang ada di Indonesia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berupaya mengurai satu persatu permasalahan yang dihadapi masyarakat. Melalui forum Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) 2023, permasalahan tersebut dibedah, termasuk terkait masalah tanah transmigrasi.

Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria, Dalu Agung Darmawan mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan terhambatnya proses sertipikasi terhadap tanah transmigrasi hingga dapat menimbulkan permasalahan. “Ada yang masuk ke Kawasan Hutan, terjadi okupasi dan sengketa masyarakat, tumpang tindih dengan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan, bahkan ada yang tidak tersedia. Ini merupakan masalah yang harus diselesaikan,” ungkapnya dalam Webinar GTRA Summit 2023 #RoadtoKarimun seri ke-6 dengan tema Kolaborasi Tuntaskan Permasalahan Tanah Transmigrasi, yang berlangsung secara daring, pada Kamis (06/07/2023).

Ia menilai, melalui GTRA Summit di mana seluruh pemangku kepentingan berdiskusi, bisa memberikan sebuah terobosan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. “Jadi selain mencoba untuk menaikkan persentase capaian (penyelesaian, red) tanah transmigrasi, legalisasi aset ini harus kita dorong. Mudah-mudahan tahun 2024 sudah selesai, sepanjang kita mendorong perumusan penyelesaian masalah ini dengan baik dan bisa diterjemahkan di lapangan,” tutur Dalu Agung Darmawan.

Baca juga  Hindari Mafia Tanah, Wamen ATR/Waka BPN: Jangan Biarkan Tanah Anda Telantar!

Sementara itu, Profesor Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Nurhasan Ismail menyampaikan, untuk mempercepat penyelesaian permasalahan tanah transmigrasi harus ditentukan prioritas awal terlebih dahulu agar lebih efektif dan efisien. “Nah menurut saya yang harus jadi prioritas dulu, yaitu tanah yang sudah menjadi hak milik kemudian dijual pada pihak lain yang masih dalam larangan waktu untuk dijual. Solusinya, mau diputihkan artinya diakui saja (kepemilikannya, red) kepada pemilik akhir atau tanah transmigrasi itu mau dibatalkan, dasar hukumnya ada,” terangnya.

Nurhasan Ismail kemudian menjelaskan, penyelesaian permasalahan tanah transmigrasi ini hendaknya mengacu pada Restitutive Justice yang melibatkan masyarakat ataupun kelompok. “Dalam proses restitutive justice ini harus ada yang saling memberi dan saling menerima. Kalau ngotot-ngototan akan sulit dan ujung-ujungnya akan lewat pengadilan yang melelahkan,” sebutnya.

Senada dengan Nurhasan Ihsan, salah seorang penanggap dalam webinar ini, Triono Hadi Prianto dari Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri menyebut bahwa memang diperlukan adanya pemilihan prioritas terkait penyelesaian masalah transmigrasi. Langkah ini kemudian harus ditindak lanjuti dengan koordinasi dengan pemerintah daerah agar bisa diintegrasikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD), serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Baca juga  Kementerian ATR/BPN Bersiap Sosialisasikan Perpu Cipta Kerja Bidang Pertanahan dan Tata Ruang

Turut menjadi pembicara pada kegiatan ini, Direktur Landreform, Dadat Dariatna; Direktur Pengembangan Satuan Pemukiman dan Satuan Pengembangan pada Kemendes PDTT, Rosyid Althaf; serta Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia, Sunu Pramono Budi. Adapun webinar ini dimoderatori oleh Kepala Subdirektorat Pengelola P4T, Joko Wiyono. (JM/RE)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia