AGRARIA.TODAY – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berupaya meningkatkan capaian legalisasi aset, khususnya pada aspek tanah transmigrasi. Permasalahan tanah transmigrasi yang merupakan kewenangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) ini tengah diurai bersama melalui aspek spasial pertanahan. Pembahasan tersebut salah satunya menjadi topik utama dalam Webinar Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit 2023 #RoadtoKarimun seri ke-6 “Kolaborasi Tuntaskan Permasalahan Tanah Transmigrasi” yang berlangsung secara daring, pada Kamis (06/07/2023).

Dalam webinar Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria, Dalu Agung Darmawan menjelaskan, berdasarkan data dari Kemendesa PDTT, terdapat 34.488 usulan bidang tanah transmigrasi yang harus diproduksi. Ia menyebut, dari data yang ada, hal yang pertama dilihat adalah subjek dan objeknya terlebih dahulu. “Kemudian, yang harus dipastikan adalah bidang tanah ini dikerjakan melalui skema apa. Apakah melalui skema Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau skema Redistribusi Tanah,” tuturnya.

Ia berpendapat, dalam upaya melegalisasi atau sertipikasi tanah transmigrasi ini memang membutuhkan penyelesaian dari sisi pertanahan. Seperti halnya bagaimana tanah yang ada apakah masuk ke dalam persoalan tanah kawasan hutan, tanah okupasi masyarakat, atau bahkan tanah yang tumpah tindih dengan perusahaan. “Di dalam GTRA Summit 2023 ini legalisasi aset tanah transmigrasi kita upayakan untuk di dorong, harapannya pada 2024 akan selesai, sepanjang kita dapat merumuskan permasalahan dengan baik,” jelas Dalu Agung Darmawan.

Baca juga  Sertipikat Buka Peluang Tingkatkan Kesejahteraan Warga

Hal senada diungkapkan oleh Direktur Landreform, Dadat Dariatna. Ia mengungkapkan, usulan 34.488 bidang tanah transmigrasi ini tersebar di 203 lokasi dan 89 kabupaten. Maka itu, diperlukan pula kerja sama dengan Kemendesa PDTT untuk menyiapkan data. “Data yang ada harus benar-benar valid, ini harus dibarengi dengan data spasial. Tidak hanya provinsi dan kecamatan, namun juga hingga ke desa-desa, sehingga ini dapat dieksekusi bersama,” ujarnya.

Lebih lanjut Dadat Dariatna menjelaskan, data bidang tanah yang berstatus clean and clear dan siap dieksekusi, nantinya akan ditentukan melalui skema PTLSL maupun Redistribusi Tanah. Untul skema PTSL alam dilaksanakan pada lokasi transmigrasi yang sudah terbit Hak Pengelolaan (HPL) dan masih di bawah binaan Kemendesa PDTT. Sedangkan, skema Redistribusi Tanah akan dilaksanakan jika penyelesaiannya sudah berada di bawah pemerintah daerah.

Selaku penanggap dalam webinar kali ini, Koordinator Bidang Pertanahan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas), Aswicaksana menyebutkan bahwa transmigrasi pada 1998 jumlahnya masif, namun tak diikuti dengan pemberian sertipikat yang penting untuk bukti kepemilikan tanah. Sehubungan dengan hal itu, ia mengusulkan perlu adanya rekonsiliasi data spasial lokasi transmigrasi, khususnya untuk penempatan sebelum tahun 1998 yang dimiliki pihak Kemendesa PDTT dengan data pertanahan, seperti bidang tanah bersertipikat, peta bidang tanah, IP4T yang dimiliki oleh Kementerian ATR/BPN.

Baca juga  Surya Tjandra Silaturahmi ke PBNU Sekaligus Ajak Kolaborasi dalam Reforma Agraria

“Selain itu, juga diperlukan survei ulang terhadap tanah-tanah transmigrasi yang belum tersertipikat di seluruh Indonesia, pengelompokan tipologi masalah berdasarkan hasil rekonsiliasi data spasial dan survei ulang. Sehingga, setelah itu kita dapat melakukan penentuan prioritas dalam penyelesaian permasalahan tanah transmigrasi,” pungkas Aswicaksana. (AR/RE)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia