AGRARIA.TODAY – Sebagai upaya mewujudkan pemerataan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang adil bagi rakyat Indonesia, pemerintah telah menjalankan program Reforma Agraria. Salah satu fokus dalam program tersebut, yaitu terlaksananya Redistribusi Tanah khususnya yang berasal dari pelepasan kawasan hutan. Sebelumnya, implementasi Reforma Agraria telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.

Meskipun program telah berjalan, masih terdapat hambatan dalam pelaksanaan Reforma Agraria khususnya Redistribusi Tanah dari pelepasan kawasan hutan. Oleh sebab itu, dibutuhkan pembaharuan serta penyesuaian dalam regulasi yang dapat mengakomodir dan menjadi solusi atas hambatan yang ada. Untuk itu, pemerintah saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) untuk percepatan pelaksanaan Reforma Agraria yang mengeluarkan terobosan pengaturan, yaitu penyediaan 20% Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dari kawasan hutan.

“Kita ketahui bahwa Raperpres yang berkaitan dengan Reforma Agraria telah dibahas kemarin di Setneg (Sekretariat Negara, red), mudah-mudahan segera tuntas. Regulasi ini dapat memberikan mode pemahaman kepada kita, apa yang menjadi tantangan kita, khususnya yang berkaitan dengan tanah transmigrasi dan kawasan hutan,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria, Dalu Agung Darmawan pada webinar GRTA Summit 2023 #RoadtoKarimun seri ke-5 yang dilaksanakan secara daring, Kamis (22/06/2023).

Dilihat dari capaian yang ada, Redistribusi TORA yang berasal dari pelepasan kawasan hutan saat ini terbanyak ada di Kalimantan Barat. Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Barat, Andi Tenri Abeng mengatakan, capaian tersebut merupakan hasil sinergi yang baik dengan pemangku kepentingan terkait. Ia pun berharap, capaian ini dapat menjadi contoh bagi provinsi lain bagaimana melaksanakan Redistribusi Tanah dari pelepasan kawasan hutan. “Saat ini kita sudah menerbitkan sertipikat Redistribusi Tanah, yaitu sebanyak 35.917 bidang atau 28.796,26 hektare, kurang lebih 10,79% dari target yang ada,” ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Asisten Deputi Penataan Ruang dan Pertanahan Koordinator Bidang Perekonomian, Kartika Listriana yang mewakili Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyampaikan soal amanat presiden terkait Reforma Agraria. “Presiden menegaskan untuk menuntaskan masalah ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah, kemudian untuk menangani sengketa konflik agraria. Sehingga, bicara redistribusi ini bukan hanya sekadar redistribusi sebarkan sertipikatnya saja,“ ucapnya.

Baca juga  Mari Mengenal Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar, Sang Pembuat Peta Dasar

Kartika Listriana kemudian mengungkapkan latar belakang dari penyusunan Raperpres tentang Reforma Agraria. Ia menyebut, hal yang menjadi pertimbangan antara lain bagaimana mengatasi permasalahan mendasar dalam pelaksanaan Reforma Agraria; memperkuat materi pengaturan untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria; mengoptimalkan peran kelembagaan; mengintegrasikan aspek pemberdayaan dan akses masyarakat; serta menyempurnakan materi pengaturan pelaksanaan Reforma Agraria.

Sebagai informasi, dalam kegiatan ini hadir Direktur Landreform di Direktorat Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Dadat Dariatna selaku moderator serta Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK, Ruandha Agung Sugardiman selaku narasumber. Selain itu, turut mengikuti webinar, para Kepala Kantor Pertanahan se-Indonesia dan beberapa perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, Kantor Staf Kepresidenan, serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Webinar ini juga terbuka bagi masyarakat umum. (MW/YZ)

Baca juga  Menteri ATR/Kepala BPN: Kepastian Hukum ialah Kunci untuk Menjadi Negara Maju

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia