AGRARIA.TODAY – Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra, menghadiri Rapat Koordinasi dan Permintaan Informasi terkait pelaksanaan program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dan percepatan penyelesaian konflik pertanahan yang diselenggarakan Ombudsman RI secara daring, Kamis (09/12/2021). Ia mengapresiasi Ombudsman RI yang tengah melakukan pendalaman melalui uji petik di beberapa wilayah.

“Ada lima kasus yang diobservasi Ombudsman, kelimanya masuk Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Jadi, kalau boleh usul, Ombudsman ikut terus dalam prosesnya, diskusinya, rapatnya, biar semakin memahami kompleksitasnya, dan di mana sebenarnya problem yang muncul. Ini sudah bukan lagi persoalan kita menjelaskan aturan masing-masing, sementara urgensi terus meningkat dan masalah terus muncul, konflik terus terjadi,” ujarnya dalam kesempatan ini.

Surya Tjandra menjelaskan, Reforma Agraria yang merupakan program strategis nasional, memiliki target TORA sebanyak 9 juta hektare, terdiri dari legalisasi aset dan redistribusi tanah. Dalam hal ini, redistribusi tanah melalui pelepasan kawasan hutan membutuhkan dorongan, khususnya dengan kerja sama yang baik antar-kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan.

“Reforma Agraria adalah mengatasi ketimpangan terhadap kepemilikan tanah itu sendiri. Kalau kita tahu subjeknya, kita tentukan objeknya dan sebaliknya. Ini tantangan yang sampai sekarang belum tuntas. TORA menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sudah dicadangkan sebesar 2,7 juta hektare dan yang sudah menjadi APL 1,5 juta hektare. Nah, untuk mengeksekusi itu, masih menemukan hambatan karena banyak data yang harus kita cari dan verifikasi sendiri di lapangan,” terang Surya Tjandra.

Sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Internal Presiden pada 2, 3, dan 21 Desember 2020 lalu tentang Reforma Agraria dan Penyelesaian Konflik Agraria, pemerintah diminta untuk melakukan percepatan penyelesaian konflik agraria, penguatan kebijakan Reforma Agraria, serta perhutanan sosial. Namun, Wamen ATR/Waka BPN mengungkapkan adanya tantangan dan hambatan dalam proses tersebut, misalnya perbedaan rezim antar-kementerian/lembaga dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam mengelola aset negara dan kawasan hutan.

Baca juga  Standar Profesi Penilai Pertanahan Perlu Ditingkatkan dalam Proses Pengadaan Tanah

“Dalam upaya menyelesaikan konflik yang beririsan dengan aset negara, terdapat beberapa rapat koordinasi yang telah dilakukan oleh KSP, Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian BUMN. Setidaknya terdapat tiga skema yang diusulkan, salah satunya skema untuk penyelesaian konflik aset negara melalui pengaktifan kewenangan Kementerian ATR/BPN dalam melaksanakan kewenangan penertiban kawasan dan tanah telantar sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021. Seharusnya kita juga bisa menetapkan tanah telantar bagi lokasi BUMN karena yang ditargetkan Reforma Agraria ialah mengatasi ketimpangan, artinya memberikan hak milik. Memang perlu sekali kita menata ulang, membereskan penataan tanah secara lebih efektif yang melibatkan semua tanah, termasuk hutan,” pungkas Surya Tjandra.

Adapun pelaksanaan program TORA dan percepatan penyelesaian konflik pertanahan ini, Ombudsman RI melakukan telaah, baik terhadap kendala maupun peluang keberhasilan program tersebut melalui kegiatan Sistemik Review. Berdasarkan data dan informasi yang sementara diperoleh oleh Ombudsman menunjukkan bahwa perlu ada dorongan yang kuat dari pemerintah daerah terhadap kesuksesan program TORA.

Baca juga  Menteri ATR/BPN kunjungi Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara

Anggota Ombudsman RI, Dadan Suparjo Suharmawijaya, menuturkan bahwa lokasi yang terdapat konflik pertanahan dalam objek sebagai aset/kekayaan negara maupun kawasan hutan, membutuhkan koordinasi intens antarinstansi terhadap strategi dan kebijakan penanganan konflik yang ada. “Kami melihat garis besar dari program ini. Sebetulnya memang butuh sinergi kementerian/lembaga secara keseluruhan, termasuk pemerintah daerah juga karena ternyata membutuhkan program-program dari OPD (Organisasi Perangkat Daerah, red) yang ada. Saya lihat beberapa tempat yang sukses itu, salah satu kuncinya ialah keterlibatan OPD tertentu yang mempunyai keterkaitan pengembangan ekonomi kemudian juga lingkungan,” paparnya. (YS/SA)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia