AGRARIA.TODAY – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus berupaya menjalankan transformasi digital pertanahan dan tata ruang secara menyeluruh. Demi meningkatkan kualitas internal dan eksternal terkait proses dan jalannya digitalisasi pertanahan, banyak hal yang perlu dilakukan, salah satunya melalui studi perbandingan terhadap negara-negara maju yang telah sukses mengembangkan transformasi digital agar terwujud best practices yang tepat.
Sekretaris Jenderal, Himawan Arief Sugoto, dalam sambutannya berkata bahwa ia berharap kegiatan ini dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan terkait topik dan isu yang berkaitan dengan pertanahan dan tata ruang. “Tentunya hal ini akan berguna untuk mendukung penelitian akademik kita, terlebih untuk perkembangan institusi kita, Kementerian ATR/BPN, terhadap transformasi digital,” ujarnya pada acara Kunjungan Virtual dan Studi Perbandingan Tata Ruang dan Sistem Informasi Pertanahan untuk Mendukung Agenda Transformasi Digital yang diselenggarakan oleh Centre for Spatial Data Infrastructures and Land Administration (CSDILA), berlangsung secara daring pada Selasa (07/12/2021)
Pada kesempatan ini, Himawan Arief Sugoto membahas seputar Badan Bank Tanah. Ia memaparkan bahwa Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK). Melalui UUCK, dibentuklah PP Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah. Adanya Bank Tanah diharapkan dapat meningkatkan pengadaan tanah demi kepentingan pembangunan.
Oleh karena itu, Himawan Arief Sugoto berkata bahwa pemahaman terkait sistem Bank Tanah secara komprehensif menjadi penting, terutama belajar dari sistem-sistem yang telah berlaku di negara maju layaknya Australia. “Hal ini menjadi penting sebagai contoh best practices untuk Indonesia, mulai dari mekanisme, bisnis proses, dan aspek-aspek lainnya untuk mendukung pengembangan lingkungan,” terangnya.
Pada kesempatan ini, Direktur CSDILA, Abbas Rajabifard, mengutarakan konsep Location Intelligence dan Digital Twin. Location Intelligence merupakan proses mengumpulkan dan menganalisis data geospasial dan data lokasi lainnya untuk diubah menjadi data wawasan terkait bisnis yang dapat digunakan dan ditindaklanjuti. Sedangkan Digital Twin, lebih ke dalam penyederhanaan dan perampingan alur kerja. “Melalui location intelligence, mulai dari sistem administrasi pertanahan dan tata ruang mengubah pemberdayaan industri geospasial dan jasa untuk memberi manfaat bagi masyarakat luas,” terangnya.
Abbas Rajabifard berkata bahwa persoalan pertanahan menjadi suatu hal yang krusial. Persoalan pertanahan juga secara tak langsung menyasar banyak aspek, seperti persoalan perubahan iklim. Sebagaimana di UN-GGIM (United Nations Committee of Experts on Global Geospatial Information Management), yang membahas seputar tren di masa depan terkait manajemen informasi geospasial.
Abbas Rajabifard berkata bahwa melalui konsep tersebut, bukan tak mungkin semua aspek akan saling terkoneksi di masa depan. Mulai dari pendaftaran tanah, keberlanjutan tanah, pertanian, tambang, dan lain sebagainya. “Hal ini sebagai upaya untuk mewujudkan visi, yaitu mencapai Digital Ekonomi di masa depan,” pungkasnya. (AR)
#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia