AGRARIA.TODAY – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus berupaya mengedukasi masyarakat untuk bersama memerangi mafia tanah. Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra, dalam acara live di Metro TV dengan tema “Awas Mafia Tanah” pada Rabu (24/11/2021), mengatakan bahwa kasus penyalahgunaan sertipikat tanah yang dihadapi pesohor Nirina Zubir, menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk lebih sadar dan paham terkait masalah mafia tanah ini.
“Pertama, kita harus terima kasih ke Nirina yang telah mengangkat kasus ini ke publik dan memperjuangkannya. Sekalian untuk masyarakat jadi lebih paham situasinya, ada masalah di mana, dan bagaimana menyelesaikannya. Memang kebanyakan modus dari mafia tanah itu pemalsuan dokumen dan kejahatan penggelapan. Biasanya orang-orang dekat atau orang kepercayaanlah yang memiliki akses terhadap sertipikat asli, lalu memodifikasinya, dialihkan, dijual, atau diagunkan. Hal ini juga sebagai tipologi kasus yang menimpa Nirina Zubir,” jelas Wamen ATR/Waka BPN.
Melihat itu, Surya Tjandra menyarankan bahwa lebih baik masyarakat mengurus sendiri sertipikatnya. Sementara untuk catatan Kementerian ATR/BPN, ia menyatakan bahwa akan terus dilakukan sosialisasi terkait kemudahan mengurus kepemilikan tanah. Menurutnya, ini menjadi PR besar yang sedang dilakukan di berbagai daerah dan Pak Menteri sangat serius untuk membereskan masalah tersebut. Seluruh dokumen pertanahan untuk pendaftaran tanah pun ke depannya dilakukan digitalisasi.
Lebih lanjut, Wamen ATR/Waka BPN mengingatkan terkait peluang yang bisa membuat mafia tanah bertindak. “Tanah menjadi komoditas yang menggiurkan. Harganya 60 – 70 persen, sementara harga bangunannya cuma 30 persen. Kemudian, banyak bidang tanah yang tidak dipakai oleh pemilik, ditelantarkan, atau disimpan untuk investasi. Lalu, kami juga tidak punya kewenangan memeriksa kebenaran materiil dari sebuah permohonan,” jelasnya.
Berdasarkan itu, Surya Tjandra mengimbau kepada para pemilik tanah untuk sesekali merawat tanahnya dan dipakai secara nyata agar ada penguasaan fisik yang terlihat. “Kami pun tidak bisa bekerja sendiri, perlu dukungan berbagai pihak untuk mewujudkan kepastian formal dan materiil. Memang bagaimanapun, prosesnya harus dimulai dari membereskan bahan dulu, seperti warkah atau dokumen-dokumen yang disimpan di BPN,” ujarnya.
Wamen ATR/Waka BPN juga menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN telah menggalakkan transformasi digital dan pelayanan elektronik. Hal ini sebagai salah satu dari banyaknya upaya menekan ruang gerak mafia tanah. “Ada program strategis nasional, namanya Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sejak tahun 2017. Visinya itu, 126 juta bidang tanah di seluruh Indonesia terpetakan. Kalau memang masih ada sengketa, seperti warisnya belum setuju, kita catat jadikan modal awal. Jika sudah clean and clear, bisa disertipikatkan dan dapat memberi kepastian lebih kuat,” terang Surya Tjandra.
Kemudian, terkait disiplin pegawai di Kementerian ATR/BPN yang terlibat sebagai oknum mafia tanah, Wamen ATR/Waka BPN menjelaskan bahwa sudah ada sanksi terhadap 125 pegawai, di antaranya hukuman berat untuk 32 pegawai, hukuman disiplin untuk 53 pegawai, dan hukuman ringan untuk 40 pegawai. Menurutnya, presentase angka ini relatif kecil dari keseluruhan pegawai di Kementerian ATR/BPN, di mana untuk pegawai ASN sebanyak 18.000 orang dan pegawai honorer sejumlah 19.000 orang. (FZ/RK)
#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia