AGRARIA.TODAY – Provinsi Bangka Belitung (Babel) merupakan daerah yang potensial di bidang pertambangan. Hal ini karena di sana terdapat banyak tanah yang mengandung mineral bijih timah dan bahan galian (misalnya pasir kuarsa, pasir bangunan, kaolin, batu gunung, tanah liat, dan granit). Melihat potensi pertambangan yang sangat potensial tadi, Provinsi Babel tidak bisa lepas dari Izin Usaha Pertambangan (IUP). Namun, tidak selamanya IUP ini mendorong hadirnya peningkatan ekonomi di provinsi tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Gubernur Provinsi Babel, Erzaldi Rosman Djohar, bahwa terdapat masyarakat yang kesulitan ingin mengembangkan lahannya karena harus meminta rekomendasi kepada perusahaan yang memegang IUP.

“Oleh sebab itu, pemerintah daerah tidak bisa mengeluarkan izinnya sebelum ada rekomendasi dari perusahaan penambang itu. Hal ini menghambat hadirnya investasi,” kata Gubernur Provinsi Babel, saat beraudiensi dengan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN) di Ruang Rapat Lantai 5, Gedung Kementerian ATR/BPN, Kamis (18/11/2021).

Lebih lanjut, Gubernur Babel mengungkapkan bahwa lahan-lahan yang sudah selesai ditambang, banyak yang berubah fungsi menjadi kebun-kebun. Untuk itu, ia menyarankan agar segera dibahas mengenai tata ruang dan kawasan-kawasan yang sudah berubah fungsi. “Ada juga RTRW yang statusnya permukiman, tapi di lapangan berupa kebun sawit. Saya kira ini perlu kebijakan yang jelas karena ini akan menghambat perizinan yang berkenaan dengan apa yang dilakukan seseorang di atas suatu lahan,” ungkap Gubernur Babel.

Baca juga  Ketahui Modus Mafia Tanah

Mendengar permasalahan tersebut, Direktur Jenderal Penertiban dan Pemanfaatan Tanah dan Ruang (PPTR), Budi Situmorang, menjelaskan bahwa untuk rencana tata ruang merupakan komitmen bersama para pihak yang memiliki wilayah, baik gubernur maupun bupati/wali kota. “Berikutnya mungkin IUP ini perlu dievaluasi. Apabila tidak produktif, tentu bisa kita pertimbangkan. Maka dari itu, di sini peran Gubernur penting dalam memantau IUP,” kata Budi Situmorang.

Direktur Penertiban Penguasaan, Pemilikan dan Penggunaan Tanah, Iskandar Syah, mengutarakan bahwa dalam PP Nomor 20 Tahun 2021 menjelaskan, apabila lahan tidak dimanfaatkan selama dua tahun maka akan diambil oleh negara. “Terkait izin, untuk penertibannya harus melibatkan kementerian terkait serta pemerintah daerah. Mana-mana saja yang tidak dijalankan selama dua tahun, itu yang akan kita tertibkan. Kemudian, 90 hari setelah ada informasi tersebut dan pemilik izin tidak melakukan apa-apa, Kementerian ATR/BPN akan menindaklanjuti itu untuk bisa ditetapkan sebagai izin yang terindikasi telantar,” kata Iskandar Syah.

Guna mengidentifikasi izin-izin, serta hak atas tanah yang terindikasi telantar, Direktur Penertiban Penguasaan, Pemilikan dan Penggunaan Tanah menyarankan untuk dibuat suatu kerja sama. Menurutnya, ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengetahui dan menertibkan semua izin yang sudah terbit.

Wamen ATR/Waka BPN, Surya Tjandra, menyebutkan bahwa ada dua hal yang bisa dilakukan berdasarkan hasil diskusi hari ini. Pertama, perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh, terhadap semua izin yang sudah ada untuk mengetahui mana-mana saja izin yang tidak dimanfaatkan, serta tidak sesuai dengan tata ruang. “Nanti output-nya, kita tahu, mana izin yang tidak dimanfaatkan untuk segera kita kerjakan,” kata Surya Tjandra.

Baca juga  Kementerian ATR/BPN Upayakan Reforma Agraria yang Berkelanjutan bagi Kesejahteraan Masyarakat

Surya Tjandra juga mengatakan perlu dilakukan penataan pascatambang. Menurutnya, Pemerintah Provinsi Bangka Belitung dapat mencontoh negara-negara di luar karena sudah banyak yang melakukan itu, serta perlu ada perhatian khusus dari Pemerintah Provinsi. “Kita juga akan rapat pembahasan lanjutan, terkait kerja sama evaluasi izin dan hak atas tanah tersebut,” kata Wamen ATR/Waka BPN. (RH/RA)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia