AGRARIA.TODAY – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) turut serta mendorong percepatan pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Tahun 2021-2022, khususnya terkait dengan pelaksanaan aksi Kebijakan Satu Peta. Dalam kegiatan ini, Provinsi Riau dan Kalimantan Tengah menjadi pilot project bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Tugas pemerintah ada dua, membuat peraturan dan menyelesaikan masalah. Yang kedua ini memang berat, terutama ketika masalah perlu diselesaikan lintas kementerian atau lembaga. Saya kira penting sekali kita bisa satukan paham dan satukan niat dalam kegiatan ini,” ujar Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra dalam Rapat Percepatan Pelaksanaan Stranas PK bersama KLHK dan Pemerintah Provinsi Riau, Selasa (16/11/2021).

Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN melanjutkan, dalam hal ini hak-hak masyarakat yang masuk dalam kawasan hutan perlu dikeluarkan dan diselesaikan secepat mungkin. “Ini dinanti oleh puluhan ribu masyarakat yang tidak bisa mengembangkan diri dengan memanfaatkan tanahnya, tidak bisa jual-beli ketika ada kebutuhan mendadak hanya karena ketidaksesuaian ini,” tuturnya.

“Tata ruang dan kawasan hutan kan pemerintah yang tetapkan. Pemerintah juga yang harus selesaikan ketika ada ketidaksesuaian. Untungnya setelah Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah, yang memberikan pemerintah arahan untuk menyelesaikan kasus-kasus seperti ini,” tambah Surya Tjandra.

Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Herban Heryandana, dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa KLHK dalam hal ini mendukung percepatan pengukuhan kawasan hutan, percepatan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang berasal dari kawasan hutan, kegiatan penataan kawasan hutan, dan penyelesaian perkebunan yang ada di dalam kawasan hutan. Ia menyampaikan bahwa penyelesaian hak pihak ketiga juga menjadi bagian dari kegiatan tata batas kawasan hutan.

Baca juga  Pencegahan sebagai Upaya Kementerian ATR/BPN Menekan Kasus Sengketa, Konflik, dan Perkara Pertanahan

“Dari luas kawasan hutan di Provinsi Riau 5,4 juta hektare, itu sudah ditetapkan sampai saat ini seluas 2,1 juta hektare atau 40,49% yang sudah kita kaji, sudah tata batas, dan sudah ditetapkan. Sisanya untuk menindaklanjuti pelaksanaan amanat dari PP Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, kami harus menyelesaikan seluruh tata batas maupun penetapan kawasan hutan seluruh Indonesia termasuk Provinsi Riau ini. Jadi, kami harus mengejar sisa kegiatan tata batas untuk selesai tahun depan,” terang Herban Heryandana.

Sebagai informasi, menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, yang dimaksud hak-hak pihak ketiga atau hak-hak atas lahan/tanah adalah hak-hak yang dimiliki oleh orang perorangan atau badan hukum, berupa pemilikan atau penguasaan atas tanah yang diperoleh atau dimiliki berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Sementara itu, Wakil Tim Stranas PK, Muhammad Isro, mengatakan bahwa pelaksanaan Stranas PK di Provinsi Riau berfokus kepada kebijakan satu peta, salah satunya tata kelola kebun sawit sehingga dibutuhkan peran pemerintah dan pemangku kepentingan terkait. “Riau saya rasa permasalahannya sangat kompleks. Stranas PK memang ingin mendorong terkait perbaikan tata kelola perizinannya juga, khususnya untuk yang sawit. Kita ingin punya satu peta yang nantinya bisa bermanfaat bagi pembangunan,” katanya.

Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau, M. Syahrir, menyebutkan bidang tanah yang sudah diterbitkan sertipikat tanah dan diukur sebelum SK kawasan hutan di Provinsi Riau, terdiri dari Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Milik (HM), Hak Pakai (HP), Hak Pengelolaan (HPL), Hak Wakaf, dan persil belum ada hak. “Kami mohon dengan rapat ini sudah ada solusinya, terutama terhadap sebaran sertipikat yang terbit sebelum SK Menteri LHK tentang kawasan hutan di Riau bisa dikeluarkan,” tuturnya.

Baca juga  Indra Gunawan: BPN Kota Depok Minta PPAT dan Notaris Jaga Martabat Profesi dan Putus Rantai Calo

Pada kesempatan ini, Gubernur Provinsi Riau, Syamsuar, berharap kolaborasi antara kementerian/lembaga serta pemerintah daerah ini, dapat menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan kebijakan satu peta. Menurutnya, penyelesaian masalah di Provinsi Riau dapat menaikkan pendapatan daerah yang penting pada masa pandemi saat ini. “Melalui pertemuan ini, kami akan melaporkan perkembangan lagi kepada kebijakan satu peta dan kami akan melaporkan perkembangan dari pemerintah daerah Provinsi Riau,” paparnya. (YS/TA)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia