AGRARIA.TODAY – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyelenggarakan serangkaian acara dalam rangka memperingati Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional (HANTARU) 2021. Salah satu kegiatannnya ialah Talkshow bertajuk “Kolaborasi dalam Penyelamatan Kawasan Puncak Bogor” yang digelar secara daring dan luring di Aula Prona Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Jumat (05/11/2021). Acara ini dibuka oleh Menteri ATR/Kepala BPN dan menghadirkan narasumber dari para pemangku kepentingan terkait, pemerintah daerah, akademisi, dan aparat penegak hukum.

Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil, menyampaikan bahwa permasalahan Puncak, Bogor merupakan hal yang penting untuk segera ditangani. Ia menjelaskan, dalam upaya menyelamatkan kawasan Puncak dibutuhkan kolaborasi bersama untuk mengubah beberapa aturan, terutama terkait Ruang Terbuka Hijau (RTH). Kawasan Puncak diinisiasi untuk mengambil alih sisa RTH yang ditetapkan di DKI Jakarta.

“Bagaimana kita mengatasi Puncak ini? Kalau kita bekerja bersama, saya akan mengubah aturan tentang RTH Jakarta. Sekarang kita tafsirkan di Undang-Undang tentang RTH itu, tidak boleh lagi. Tidak lagi berdasarkan wilayah-wilayah terkecil, tapi sebuah kawasan. Kita akan mengubah konsep RTH karena sekarang di Jakarta tidak mungkin menambah 21% RTH yang tersisa,” ujar Sofyan A. Djalil.

Sebagaimana diketahui, saat ini DKI Jakarta telah mewujudkan 9% dari target 30% RTH yang harus dibangun. Namun demikian, wilayah DKI Jakarta sudah tidak memungkinkan penambahan RTH mengingat padatnya wilayah serta harga tanah yang melonjak. “Sisa 21% kita cari di Puncak, nanti tolong kunci semua Puncak tidak boleh berubah lagi kebun-kebun teh itu. Puncak kita selamatkan. Bagaimana ekonomi Puncak, tetap menjadi sumber air dan jangan longsor,” tutur Menteri ATR/Kepala BPN.

Melalui pengubahan konsep tersebut, para akademisi memperkirakan RTH DKI Jakarta akan bertambah sebanyak 8%. Terkait pengelolaan RTH, Sofyan A. Djalil memastikan tiap-tiap daerah bisa mengambil alih dengan perjanjian pinjam pakai. “RTH itu nanti DKI Jakarta boleh beli tanah di Banten, di Bogor, di Puncak. Nanti pengelolaannya kepada siapa yang efisien. Kalau lebih efisien Pemda Bogor, kita berikan kepada Pemda Bogor, dengan perjanjian pinjam pakai. Kalau Pemda DKI bisa mengelola itu dengan lebih baik yang penting fungsinya,” paparnya.

Baca juga  Pelajari Strategi Penyelesaian Konflik Pertanahan di Indonesia, Delegasi ANT Kolombia Kunjungi Lokasi Redistribusi Tanah di Kabupaten Semarang

Selaku penyelenggara acara, Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR), Budi Situmorang, menyebutkan bahwa kolaborasi untuk menyelamatkan kawasan Puncak sudah banyak diinisiasi oleh berbagai pihak, baik swasta maupun pemerintah. Sayangnya, kolaborasi tersebut belum saling terintegrasi sehingga belum terlihat implikasinya. “Apabila kita bedah, kolaborasi yang sebenarnya sudah cukup banyak ini dan dilakukan dalam bentuk beragam, ternyata kolaborasi itu umumnya belum berkelanjutan,” katanya dalam kesempatan yang sama.

Talkshow ini diharap akan membedah ketidakberlanjutan tersebut serta merekonstruksi kembali kolaborasi yang bisa lebih responsif, melibatkan para pihak, dan menjawab tantangan akar masalah yang ada. “Salah satu contoh yang menarik untuk kita lakukan kolaborasi ialah bagaimana DKI Jakarta untuk memenuhi tuntutan dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang harus mempunyai RTH 30%. Faktanya, sekarang DKI dengan kelebihan dan upaya yang sudah sangat maksimum itu, baru sampai 9%. Mungkin alternatif yang ada, apabila DKI Jakarta nanti ingin mengalihkan kewajiban RTH tersebut yang masih tersisa 14.000 hektare ke kawasan Puncak,” terang Budi Situmorang.

“Kemudian pertanyaan selanjutnya, bagaimana kepemilikan pertanahan yang ada nanti? Misalnya kalau DKI mengambil di Bogor. Bagaimana cara pengaturannya? Bila perlu, kita dudukkan sama-sama sehingga tidak sekadar kita melakukan kolaborasi RTH menjadi 30%, tetapi juga bagaimana kepemilikan pertanahan dan kebijakan-kebijakan yang akan menjadi turunannya. Kemudian yang paling menarik ialah regulasi yang bisa dirujuk sehingga kita akan berdiri di dalam. Tertib ruang jadi bisa kita lakukan,” tambahnya.

Baca juga  Antusiasme Masyarakat Kabupaten Bandung Terima Sertipikat Tanah dari Presiden RI

Melalui konsep demikian, ia menegaskan bahwa penertiban, pengendalian, bahkan revitalisasi untuk menyelamatkan kawasan Puncak menjadi suatu keharusan. Dirjen PPTR memastikan akan adanya aksi bersama yang menjadi dasar agar semua kolaborasi bisa disatukan. “Kalau bisa nanti Pak Menteri memberikan ketegasan bahwa Kementerian ATR/BPN akan mengambil itu. Jadi karena di Puncak, pengalaman kami beberapa tahun ini tidak ada yang menjadi lead -nya. Mengingat fungsi kita terkait tata ruang dan pertanahan, saya pikir dengan dua kekuatan itu kita bisa menyelamatkan Puncak,” tegasnya. (YS/RK/LS/RS)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia