AGRARIA.TODAY – Negara menjamin, mengakui, dan menghormati kesatuan‐kesatuan masyarakat hukum adat serta hak‐hak tradisionalnya, sepanjang masih sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Hal ini telah diatur dengan tegas dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 18 Ayat 2. Tidak ada pihak bisa menganulir hak yang diberikan oleh konstitusi dasar kita dalam bernegara,” ucap Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Adat, M. Adli Abdullah dalam pertemuannya dengan Ketua Dewan Papua terpilih, Manawir Yan Piet Yarangga pada Jumat (29/10/2021).
Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Adat mengungkapkan, agar pengakuan hak-hak masyarakat adat ini terhadap tanah diakui oleh negara maka seluruh tanah adat harus dipetakan dengan batas-batas wilayahnya. Demikian supaya objeknya tidak terjadi sengketa dengan masyarakat hukum adat pemilik hak ulayat lain yang berbatasan.
M. Adli Abdullah mengimbau agar Dewan Adat Papua dapat mendorong pemerintah daerah di wilayah masyarakat hukum adat setempat, untuk bersama masyarakat hukum adatnya melakukan pemetaan. Kemudian, mengidentifikasi tanah adat di Papua dan Papua Barat yang selanjutnya diundangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) masing-masing Kabupaten/Kota.
“Dewan Adat Papua perlu mendorong Pemerintah Daerah memfasilitasi Pemetaan Tanah Adat/Ulayat sehingga ada kepastian objek tanah adat ulayat yang dimiliki oleh masyarakat adat di Papua dan Papua Barat. Hal ini bertujuan agar rasa aman masyarakat adat dapat terwujud di tanah ulayatnya masing-masing” tutur Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Adat.
Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Adat lebih lanjut mengatakan, setelah lahirnya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat diakui dan dapat diberikan Hak Pengelolaan. “Jadi di atas hak pengelolaan, baru dilekatkan hak lainnya, seperti hak milik, hak guna bangunan, atau hak guna usaha sehingga status tanah adat tidak akan hilang,” imbuhnya.
Keistimewaan lainnya yang diberikan kepada Papua dan Papua Barat menurut M. Adli Abdullah, yaitu dengan adanya UU Kekhususan Nomor 21 Tahun 2001 dan amandemen terbaru, yakni UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua. Hal lainnya ialah Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Hal ini di dalamnya tertuang amanat percepatan pelaksanaan Reforma Agraria dengan mempertimbangkan kontekstual Papua.
Sebagai informasi, Konferensi Masyarakat Adat Papua (KB-MAP) yang digelar tiap lima tahun sekali, telah berhasil diselenggarakan dengan sukses di Kota Senja Indah Kaimana, Papua Barat. Konferensi yang diselenggarakan pada 25 s.d. 29 Oktober 2021 ini, dihadiri oleh sekitar 800 peserta dari berbagai suku asli semenanjung tanah Papua yang terdiri dari 7 perwakilan wilayah adat, yaitu Wilayah Adat Mamta Tabi, Wilayah Adat Saereiri, Wilayah Adat Anim Ha, Wilayah Adat la Pago, Wilayah Adat Mee Pago, Domberai, dan Bomberai.
Dengan suksesnya acara tersebut, Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Adat yang juga selaku pakar hukum adat dari Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Banda Aceh, sangat mengapresiasi pelaksanaan konferensi masyarakat adat di bumi cenderawasih tersebut. Ia mengharapkan keberadaan Dewan Adat Papua dapat melaksanakan upaya perlindungan terhadap masyarakat adat, baik tanah, manusia, dan sumber daya alamnya, lalu menjadikan dewan ini lebih dihormati, disegani, dan berwibawa. (LS/RS)
#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia