AGRARIA.TODAY – Implementasi turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) menghadirkan beberapa turunan Peraturan Pemerintah (PP) di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Ditjen PPTR) membawahi beberapa PP, yaitu PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah; PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar; serta PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Pembahasan ini berlangsung dalam kegiatan Sosialisasi Peraturan Pemerintah turunan Undang-Undang Cipta Kerja Bidang Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, pada Selasa (12/10/2021) bertempat di Aston Hotel Makassar.
Direktur Pengaturan dan Penetapan Hak Atas Tanah dan Ruang, Husaini yang hadir secara daring menjelaskan bahwa UUCK sebagai latar belakang terbitnya PP Nomor 18 Tahun 2021, bertujuan untuk pertumbuhan, pemerataan, ketahanan, dan daya saing yang baik. Ia berkata bahwa beberapa ketentuan pokok diatur dalam PP ini, antara lain Penguatan Hak Pengelolaan (HPL); Hak Atas Tanah; Satuan Rumah Susun; HPL/HAT pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah; Percepatan Pendaftaran Tanah dan Penertiban Administrasi Pertanahan; dan Penggunaan Dokumen Elektronik.
Pada kesempatan ini, Husaini membahas seputar pengaturan Hak Atas Tanah (HAT). Ia berkata bahwa dalam PP Nomor 18 Tahun 2021 ini, terdapat penyesuaian siklus jangka waktu HAT yang terdiri dari tiga siklus. Siklus tersebut ialah Siklus Pemberian, Siklus Perpanjangan, dan Siklus Pembaruan. Dalam peraturan terbaru ini, masing-masing HAT mempunyai masing-masing jangka waktu yang diatur berapa lama pembaruannya. “Dulu, perpanjangan biasanya dilakukan 2 tahun, sekarang tidak begitu. Lalu yang dinamakan pembaruan itu didefinisikan sebagai perpanjangan kedua setelah perpanjangan pertama. Bisa juga disebut pembaruan jika tidak mengajukan perpanjangan,” terang Husaini.
Masih dalam konteks pengendalian Hak Atas Tanah, Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi Lahan, Kepulauan dan Wilayah Tertentu, Asnawati memberi penjelasan terkait Rancangan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN (Rapermen) tentang Pengendalian dan Penertiban Pertanahan. Ia berkata bahwa Rapermen ini terbagi dalam tiga substansi, meliputi pengendalian hak atas tanah dan PPAT, pengendalian alih fungsi lahan dan pengendalian wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, wilayah perbatasan, dan wilayah terpencil. “Sebagian sudah di tahap harmonisasi, beberapa belum. Kita di sini ingin memberi pemahaman meski belum disahkan,” ungkap Asnawati.
Asnawati berkata bahwa banyak isu terkait penggunaan HAT yang penggunaannya tidak sesuai peruntukannya, atau penguasaannya bukan oleh yang berhak. Oleh sebab itu, berdasarkan pasal 16 PP Nomor 18 Tahun 2021, tertulis bahwa Menteri secara berkala melakukan pengawasan dan pengendalian secara berjenjang melalui Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan. “Adanya dasar hukum ini bertujuan untuk pencegahan terhadap pelanggaran pemegang hak atas tanah sebagai upaya pengendalian,” tuturnya.
Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang, Andi Renald, menjelaskan PP Nomor 21 Tahun 2021 tengang Penyelenggaraan Penataan Ruang dalam perspektif pengendalian dan penertiban. Ia berkata bahwa posisi pengendalian dan penertiban berada ketika proses perencanaan rencana tata ruang dan pemanfaatan ruang selesai. “Jadi ketika sudah mengeluarkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), baru kita melakukan penilaian. Patuh atau tidak? Jika tidak, bagaimana sanksinya?” terang Andi Renald.
Dalam melakukan pengendalian dan penertiban rencana tata ruang di lapangan, Andi Renald menjelaskan bahwa pihaknya melakukan dua proses. Pertama adalah proses pencegahan. Ia berkata bahwa langkah pencegahan dilihat dari bagaimana aspek pemanfaatan itu sesuai dengan pola dan struktur ruang. Kedua adalah proses kuratif atau proses penertiban dan penindakan. Proses kuratif dilakukan melalui kegiatan penertiban untuk mengembalikan fungsi ruang. “Jika sudah telanjur maka dilakukan proses kuratif. Apakah itu fungsi lindung atau fungsi budidaya akibat dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pemanfaatan ruang,” jelas Andi Renald.
Turut hadir dalam acara ini, Muhamad Asdhar selaku Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa sekaligus moderator seluruh panelis, yang mewakili Kepala Kantor Wilayah BPN Sulawesi Selatan, Bambang Priono. Selain itu, hadir seluruh anggota PPNS Sulawesi Selatan dan Kepala Kantor Pertanahan se-Sulawesi Selatan. (AR/AF)
#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia