AGRARIA.TODAY – Pasca Memorandum Of Understanding (MoU) Helsinki, keamanan bukan sebuah persoalan lagi di Aceh. Suasana di desa-desa sudah cukup baik dengan aktivitas masyarakat yang kondusif. Sejatinya, 16 tahun yang lalu saat MoU Helsinki muncul, merupakan suatu bentuk jalan keluar guna menyelesaikan konflik yang tak berkesudahan antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil dalam acara “Refleksi 16 Tahun MoU Helsinki (Perdamaian Aceh): Siapa Mendapat Apa? Kapan? Bagaimana?” yang dilaksanakan oleh Riset Politik Indonesia melalui pertemuan daring, Senin (31/08/2021).

Sofyan A. Djalil yang pernah menjadi Anggota Delegasi Pemerintah untuk Perundingan dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang menghasilkan Perjanjian Perdamaian Helsinki mengungkapkan dengan adanya perjanjian tersebut, kondisi perekonomian di Aceh pun menjadi lebih baik. Ia menuturkan jika saat ini masyarakat dapat dengan tenang serta leluasa melaksanakan aktivitas ekonomi, tetapi untuk menjadi suatu wilayah atau daerah maju, tak cukup hanya mengandalkan hal itu saja.

Lebih lanjut, Sofyan A. Djalil menjelaskan bahwa kunci untuk menjadikan suatu daerah menjadi lebih maju adalah dengan penerapan good policy atau kebijakan yang tepat. Dalam hal ini, ia menyontohkan negara lain yang berhasil mendorong industrialisasi sebagai tanda kemajuan ekonomi, salah satunya Korea Selatan yang sempat hancur lebur lantaran perang. Perlahan, Negeri Ginseng itu bangkit lantaran kebijakan pemerintahnya mengirim para pemuda menuntut ilmu ke luar negeri. “Maka yang terpenting adalah konsistensi dalam good policy,” ujarnya.

Untuk diketahui, kesepakatan Helsinki merupakan sebutan yang umum dipakai di Indonesia merujuk pada Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan GAM yang ditandatangani di Helsinki pada 15 Agustus 2005. Kesepakatan ini merupakan pernyataan komitmen kedua belah pihak untuk penyelesaian konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua. Kesepakatan Helsinki memerinci isi persetujuan yang dicapai dan prinsip-prinsip yang akan memandu proses transformasi.

Baca juga  Kementerian ATR/BPN Gelar Upacara Peringatan Hari Ibu ke-95

Sofyan A. Djalil juga menjelaskan, usai Mou Helsinki 2005, Aceh mendapatkan keistimewaan ekonomi dari Pemerintah Indonesia di mana Aceh diberikan Dana Otonomi Khusus selama 20 tahun, dari tahun 2008-2028. Tujuannya adalah untuk mempercepat pembangunan ekonomi Aceh dan berbagai sektor lain yang mengalami kemunduran selama terjadinya konflik bersenjata dan diperparah oleh bencana alam tsunami 2004 yang memporakporandakan Aceh.

“Keistimewaan ini harus diikuti dengan good policy, jika tidak, maka tidak akan memberikan manfaat yang optimum untuk kemajuan Aceh. Serta ke depannya daerah Aceh juga dapat berkembang dengan cepat, ekonomi menjadi lebih maju, partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan ekonomi akan menjadi lebih terasa,” tuturnya. (TA/RE)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia