Jakarta – Kolaborasi pemerintah terus dilakukan guna percepatan pengukuhan kawasan hutan dalam rangka mendukung Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko mengungkapkan bahwa terdapat dua program utama yang menjadi perhatian Presiden Joko Widodo, yakni percepatan penyelesaian konflik agraria untuk kepentingan masyarakat dan Online Single Submission (OSS) untuk permudah perizinan dan investasi.
Sebagai tindak lanjut, tahun ini KSP bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), TNI/Polri dan kementerian/lembaga terkait berkolaborasi dengan Civil Society Organization (CSO). Menurutnya, harus ada komitmen bersama dalam melaksanakan proses pengukuhan kawasan hutan agar tercipta pengelolaan kehutanan dengan baik yang juga berpotensi terhadap seluruh pembangunan nasional.
“Diperlukan penguatan dan kolaborasi bersama guna percepatan pengukuhan kawasan hutan ini, terutama di lima provinsi prioritas, yaitu Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, dan Papua. Ini harus tetap dilaksanakan dengan memperhatikan kelestarian dan hak-hak masyarakat. Seperti masyarakat adat, masyarakat marjinal lainnya yang berada di daerah tersebut,” ujar Moeldoko dalam Webinar Pengukuhan Kawasan Hutan Legal dan Legitimate secara daring pada Rabu (28/07/2021).
Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian ATR/BPN menyiapkan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dari pelepasan kawasan hutan. Berdasarkan data, kawasan hutan untuk TORA mencapai 2,7 juta hektare. Direktur Jenderal Penataan Agraria, Kementerian ATR/BPN, Andi Tenrisau menyebutkan bahwa dari TORA yang dialokasikan tersebut sudah dilepaskan menjadi area penggunaan lainnya seluas 1,5 juta hektare dan masih dicadangkan seluas 1,2 juta hektare.
“Pada area penggunaan lain dari pelepasan kawasan hutan itu ada yang sudah ditindaklanjuti dengan penyertipikatan tanah. Yang sudah ditindaklanjuti adalah area penggunaan lain yang data spasialnya sudah ada di Kementerian ATR/BPN. Kemudian yang dicadangkan diperuntukan berbagai kepentingan antara lain persetujuan Perubahan Batas Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PB PPTKH), Hutan Produksi Konversi (HPK) tidak produktif, serta pencetakan sawah baru,” tutur Andi Tenrisau.
Ia mengatakan, saat ini diperlukan upaya percepatan penyediaan TORA dari pelepasan kawasan hutan. “Sinergi antara Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) baik di pusat maupun daerah yang selama ini telah terjalin dengan baik harus ditingkatkan,” tambah Dirjen Penataan Agraria.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Planologi dan Tata Lingkungan KLHK, Ruandha Agung Sugardiman mengungkapkan pihaknya akan mempercepat pengukuhan kawasan hutan ini sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) dan peraturan turunannya. Ia menjelaskan, pengukuhan kawasan hutan secara legal yang berarti memiliki kepastian batas, luas dan letaknya. “Sedangkan legitimasi artinya kita memiliki kepastian waktu, usaha dan jaminan hukum berusaha, serta kelestarian lingkungan dan sosial budaya,” sebutnya.
“Hingga Desember 2020, untuk menyelesaikan pengukuhan kawasan hutan diperlukan penyelesaian penetapan kawasan hutan seluas 37 juta hektare dengan sisa batas kawasan hutan sepanjang 90.000 kilometer yang memerlukan upaya percepatan untuk penyelesaiannya, salah satunya melalui usulan menjadi proyek strategis nasional,” pungkas Ruandha Agung Sugardiman. (YS/LS)
#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia