Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus berupaya keras menyelesaikan konflik agraria yang melibatkan berbagai pihak. Penyelesaian konflik agraria ini menjadi salah satu fokus dari program Reforma Agraria yang gencar dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Presiden memang menghendaki bahwa dengan Reforma Agraria, konflik serta sengketa pertanahan yang ada dapat segera terselesaikan.

Hal demikian juga disampaikan oleh Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra dalam webinar nasional dengan tema ‘Konflik Agraria dan Hutan Adat’ yang diselenggarakan oleh Persekutuan Intelegensia Sinar Kasih (PISKA), Rabu (28/07/2021). “Berdasarkan tugas Presiden, konflik agraria adalah isu prioritas yang menjadi starting point. Penyelesaian konflik agraria sudah dilaksanakan oleh Presiden Joko Widodo sejak 2014, yang hingga kini secara khusus meminta untuk mendalami dan menyelesaikannya. Terlebih lagi, agar permasalahan tumpang-tindih lahan yang menyebabkan konflik agraria menjadi perhatian untuk segera diselesaikan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, langkah penyelesaian konflik agraria harus dengan adanya koordinasi lintas sektor serta dapat dilaksanakan melalui GTRA sebagai wadah untuk berdialog dan mempertemukan berbagai pihak lintas sektor, mulai dari pejabat K/L terkait, pemerintah daerah, hingga CSO/NGO untuk berkoordinasi, mengumpulkan data informasi, bernegosiasi, dan mediasi sehingga aspirasi dan tantangan dari berbagai pihak dapat terserap untuk menemukan solusi dan rekomendasi kebijakan yang sistemik dan berkelanjutan.

Baca juga  Kementerian ATR/BPN Berhasil Keluarkan Sertipikat Tanah Eks Eigendom Seluas 44 Hektare

Selain itu, salah satu pencegahan sengketa dan konflik pertanahan dilakukan melalui penertiban administrasi di tingkat desa maupun kecamatan yang juga membutuhkan koordinasi lintas sektor yang erat, mulai dari aspek tertib administrasi hingga adanya indikasi konflik dan sengketa.

Senada dengan Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Kepala Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum Kementerian ATR/BPN, Marulak Togatorop, mengungkapkan jika penyelesaian dalam konflik agraria dan kawasan hutan perlu dilakukan koordinasi antar K/L. Penting juga untuk dilakukan harmonisasi peraturan untuk menghindari terjadinya disharmonisasi serta regulasi yang ada, agar segera diimplementasikan dan dipahami oleh Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menghindari kesalahan penafsiran regulasi.

Tenaga Ahli Deputi V Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Theofransus Litaay mengatakan bahwa penyebab terjadinya konflik agraria bisa beberapa faktor. Di antaranya yaitu adanya dugaan mal-administrasi dalam penerbitan hak atau izin badan usaha, ketidakpastian dalam pelayanan administrasi pertanahan pada program transmigrasi, proses ganti kerugian dalam pengadaan tanah bagi pembangunan, pendekatan penanganan konflik masih legal formal, serta penentuan kawasan hutan tanpa pelibatan masyarakat lokal.

Baca juga  World Bank Dorong Pengembangan Pembiayaan Konsolidasi Tanah Vertikal Melalui Skema KPBU

“Yang terpenting dalam penanganan konflik agraria dengan penanganan bersama. Menbangun segera mekanisme kerja lintas K/L dalam penanganan kasus konflik agraria dengan melibatkan kewenangan yang ada di berbagai sektor dan lintas K/L yang saat ini ada di Kementerian ATR/BPN, KLHK, Kementerian Pertanian,” tuturnya. (TA/RE)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia