Jakarta – Metode pemetaan dan penyajian informasi peta Zona Nilai Tanah (ZNT) perlu dilakukan perubahan secara fundamental untuk menghasilkan informasi yang lebih rasional, akurat, dan terpercaya. Terkait hal tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Eksternal pada Kamis (01/07/2021). Kegiatan yang digelar secara daring ini juga sebagai tindak labjut dari rumusan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) 2021 serta FGD yang sudah dilakukan beberapa kali.
“Kementerian ATR/BPN bagus punya inisiatif untuk membuat Zona Nilai Tanah. Saya ingin kita menghasilkan nilai tanah yang berkeadilan, dapat digunakan sebagai referensi pajak, dapat digunakan sebagai referensi untuk Kantor BPN dan juga kemudian menjadi mekanisme pasar yang wajar, dalam rangka mengontrol tanah sehingga tanah itu itu jangan terlalu banyak terjadi spekulasi,” ujar Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil saat membuka kegitan FGD tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Plt. Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan, Himawan Arief Sugoto menyampaikan bahwa indikator ekonomi pertanahan yang sehat antara lain inklusi civitas akses ekonomi formal berbasis aset tanah bagi seluruh lapisan masyarakat. Hal ini akan meminimalkan kesenjangan ekonomi yang dapat diarahkan menuju kesejahteraan sosial. Selain itu, penentuan nilai pajak pertanahan yang adil dan transparan sehingga pasar tanah akan tumbuh secara sehat.
“Penentuan nilai kredit berbasis hak tanggungan secara lebih mudah, lebih murah dan lebih transparan baik bagi kreditur maupun bagi debitur juga menjadi indikator pertanahan yang sehat, serta penentuan arah kebijakan fiskal yang berbasis data pertanahan dan kapitalisasi infrastruktur di atas tanah secara terukur,” paparnya.
Himawan Arief Sugoto yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN menuturkan, Ditjen Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan tengah menyiapkan cara mudah untuk mendapatkan sebanyak mungkin data transaksi tanah. Hal ini memerlukan kerja sama antara pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan yang nantinya akan menggunakan basis data itu.
“Yang pertama tetapi bukan berarti orang harus menggunakan basis data itu, itu sesuai high and demand, kalau ada kebutuhan tinggi ya otomatis orang akan tawar menawar dengan harga yang lebih tinggi, mau membeli dengan harga tinggi itu yang mungkin terjadi. Tetapi basis kebijakan fiskal, kebijakan untuk masalah pembangunan menggunakan basis data yang dikeluarkan resmi oleh pemerintah. Mari untuk itu dalam FGD ini kita diskusikan bagaimana membangun basis data nilai tanah yang baik demi ketertiban dan kepentingan pembangunan ekonomi di Indonesia,” tuturnya. (YS/FM)
#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia