Jakarta – Bicara tentang Reforma Agraria, tentunya tidak terlepas dari wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau-pulau kecil terluar. Dalam hal ini, terkait juga dengan tanah timbul yang merupakan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) di wilayah pesisir. Untuk itu, dalam rangka menuju GTRA Summit 2021 yang direncanakan akan dilaksanakan di Wakatobi pada Oktober mendatang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) #RoadtoWakatobi dengan tema Penegasan Status dan Rekomendasi Penguasaan Tanah Timbul secara daring pada Senin (14/06/2021).

Dalam kesempatan ini, Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN mengatakan terkait isu di wilayah pesisir dan daerah kepulauan persoalan yang dihadapi, selama ini sumber daya pesisir dan laut hanya menyumbang sekitar 20% terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Padahal sekitar 5,8 juta km persegi atau 75,7% wilayah Indonesia adalah lautan. Dan data BPS di 2020 menunjukkan bahwa provinsi-provinsi daerah kepulauan justru menunjukkan provinsi-provinsi termiskin seperti NTT, Maluku, NTB termasuk Papua dan Papua Barat. “Ini ironi yang barangkali bisa jadi pemicu kita untuk mulai berpikir kreatif bagaimana kita mendukung daerah kepulauan ini,” kata Surya Tjandra.

Surya Tjandra selanjutnya menerangkan dalam konteks kehadiran negara untuk mendukung pembangunan wilayah pesisir telah ditunjukkan dari komitmen Presiden Jokowi untuk membangun dari Pinggiran dengan 3T, yakni Terdepan, Terpencil, Tertinggal yang tentunya memikirkan bagaimana negara hadir, salah satunya untuk wilayah-wilayah pesisir yang selama ini kurang diperhatikan. “Kita butuh hadir yang lebih pasti, lebih strategic, lebih jelas dan bagaimana kita wujudkan dari kerja-kerja kita. Dalam hal ini, Kementerian ATR/BPN bisa jadi jangkarnya, saya kira untuk berbagai sektor lain karena kita seringkali berhadapan langsung dengan kebutuhan masyarakat dan teman-teman kita di daerah paham situasinya seperti apa dan bagaimana kita bisa membantu sektor lain,” terangnya.

Baca juga  Menteri ATR/Kepala BPN Beri Pengarahan kepada para Calon Pimpinan Tinggi Polri

Dikutip dari Pasal 7 dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2018 yang mengatakan bahwa Potensi TORA dari Tanah Timbul, banyak ditemukan di Wilayah Pesisir. Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN menangkap bahwa hal ini perlu direspon dengan baik. Namun pertanyaan yang harus dijawab saat ini adalah bagaimana skema dalam penegasan status dan rekomendasi penguasaan tanah timbul untuk memberikan kepastian Hak Atas Tanah dari Tanah Timbul tersebut. “Nah hal ini perlu dibahas sehingga bisa segera menjawab kebutuhan yang ada di lapangan termasuk skema Akses Reform,” tutur Surya Tjandra.

Lebih lanjut, Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN mengatakan bahwa di lapangan menunjukkan ada kebutuhan untuk memanfaatkan tanah-tanah timbul di pesisir yang tujuannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya nelayan-nelayan tradisional dengan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan nilai ekonomis. “Mudah-mudahan melalui forum hari ini bisa menjadi wadah untuk belanja masalah dan solusi dari lintas sektor, sehingga harapan kami bisa ada bisnis proses yang disepakati bersama untuk nantinya disusun juknis penegasan status dan rekomendasi penguasaan tanah timbul. Sehingga Tanah Timbul bisa benar-benar mendatangkan manfaat untuk masyarakat di pesisir yang perlu kita perhatikan lebih jauh,” ujarnya.

Anggota Komisi II DPR RI, Hugua yang juga hadir pada forum ini berharap semoga dengan adanya GTRA Summit 2021 mendatang, dapat diperoleh komitmen dari seluruh gubernur yang wilayahnya terdapat wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau-pulau kecil terluar untuk mempercepat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di masing-masing wilayahnya. “Juga kami harapkan dengan forum ini dapat memberikan penegasan status dan rekomendasi pada tanah-tanah timbul di wilayah pesisir,” kata Hugua.

Baca juga  Kementerian ATR/BPN Tuntaskan Dokumen Teknis RDTR IKN

Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Andi Tenrisau menjelaskan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang HPL, HAT, Sarusun dan Pendaftaran Tanah pada pasal 65 ayat 2 dikatakan pemberian HAT di wilayah perairan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Artinya sudah jelas pengaturannya bahwa di wilayah perairan dapat diberikan hak atas tanah,” tegas Andi Tenrisau.

Hadir sebagai narasumber pada FGD ini yakni Kepala Pusat Kelautan dan Lingkungan Pantai, Badan Informasi Geospasial, Yosef Sigit Dwi Purnomo; Direktur Toponimi dan Batas Daerah, Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Sugiarto; Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Yusuf; dan Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Kelautan Institut Pertanian Bogor, Yonvitner; dan dimoderatori oleh Direktur Penatagunaan Tanah, Direktorat Jenderal Kementerian ATR/BPN, Sukiptiyah. (LS/TA)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia