Yogyakarta – Ketersediaan tanah yang terbatas, khususnya di kawasan perkotaan menyebabkan peningkatan harga tanah yang signifikan sehingga dapat memicu permasalahan pertanahan, dalam hal ini pengendalian harga tanah di Indonesia. Mengatasi hal tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) membentuk Badan Bank Tanah melalui PP Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah, yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK).
Hal demikian disampaikan oleh Plt. Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan, Himawan Arief Sugoto dalam kegiatan internalisasi Kementerian ATR/BPN di Royal Ambarrukmo, D.I Yogyakarta, Jumat (11/06/2021). “Pemerintah membentuk Badan Bank Tanah yang merupakan badan khusus mengelola tanah, yang kekayaan dari Badan Bank Tanah tersebut merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Artinya pengurus ini bisa mengelola sendiri pendapatannya, asetnya. Pendapatan bukan menjadi pendapatan negara, pengeluaran bukan menjadi pengeluaran negara, jadi seperti perusahaan. Bentuknya seperti perseroan,” ujarnya.
Himawan Arief Sugoto yang sekaligus Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN ini menjelaskan, PP Nomor 64 Tahun 2021 sebagai turunan UUCK yang juga menyempurnakan UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. “Tanah adalah limited resources yang tidak bertambah. Sementara kebutuhan terus saja bertambah. Mungkin sebetulnya penguasaan tanah yang saat ini tidak pada kewenangan pemerintah sepenuhnya, akibatnya menimbulkan gap yang cukup jauh antara demand dan supply. Sehingga disempurnakan UUCK adalah bagaimana negara menyiapkan tanah dan mekanisme hukumnya diperbaharui,” paparnya.
Menurutnya, Badan Bank Tanah memiliki tiga peran, antara lain kedaulatan, kepentingan sosial, dan kepentingan ekonomi. “Tiga kepentingan itulah yang menjadi semangat pembentukan badan ini. Jadi tidak ada satupun yang saat ini, saya belum dapat menemukan di instansi negara lain yang punya tiga peran seperti itu,” sebut Himawan Arief Sugoto di hadapan beberapa jajaran Eselon I dan II Kementerian ATR/BPN serta para Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan di Jawa dan Bali.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN, Loso Judijanto menegaskan bahwa Badan Bank Tanah adalah suatu hal yang penting yang harus bisa diwujudkan dan disinergikan dengan baik. Ia berharap badan ini memiliki sifat-sifat yang menyangkut masalah independen, mandiri, fleksibel, dan akuntabel. Sebab, Badan Bank Tanah memiliki tantangan berat yang harus dihadapi, seperti memberikan dukungan penjaminan tanah-tanah yang dibutuhkan oleh negara, baik untuk kepentingan umum, proyek strategis nasional, dan termasuk juga Reforma Agraria.
“Kita melihat sendiri tantangan untuk menyediakan tanah itu luar biasa besar. Perlu bagi kita untuk memastikan tanah itu dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sehingga nanti kita bisa jadikan badan ini mandiri, independen, yang bukan berarti bebas tetapi independen artinya badan ini tidak tergantung dari pemerintah dalam konteks pendanaannya. Jadi begitu sekali diberikan pendanaan, dalam 5 tahun harus bisa bergulir,” terang Loso Judijanto.
Sementara itu dari sisi tata kelola keuangan, Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN, Sunraizal menuturkan bahwa Badan Bank Tanah berbeda dengan Badan Usaha ataupun Birokrat Kementerian, melainkan sui generis. “Modal awal dari Bank Tanah ini adalah kekayaan negara yang dipisahkan, yaitu dari APBN. Bentuk kekayaan negara yang dipisahkan tentunya rezimnya berbeda dengan rezim akuntansi pemerintahan. Dimulai dari penyusunan rencana kerja dan anggaran bank tanah. Ini menjadi alat evaluasi, berhasil atau tidak, surplus atau tidak, ini tergantung nanti bagaimana badan pengelola bisa menjalankan RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan),” paparnya. (YS/RA)
#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia