Jakarta – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) melaksanakan Rapat Kerja Teknis (Rakernis) GTRA Pusat, di Hotel Grandkemang, Jakarta, Senin (10/05/2021). Dalam rapat ini membahas salah satu isu menuju GTRA Summit 2021 #RoadToWakatobi2021 yaitu mengenai Penataan Aset terkait Izin Usaha (IU) Pertambangan dan Izin Usaha (IU) Perkebunan, yang rencananya akan berlangsung pada September 2021 dan bertempat di Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra menjelaskan jika isu terkait GTRA Summit 2021 salah satunya yaitu banyaknya kasus tumpang tindih pemanfaatan ruang yang sering kali tidak sinkron antara Tata Ruang, Izin dan Hak Atas Tanah (HAT). Hal tersebut menimbulkan ketidakpastian (Potensi Sengketa Konflik) antara masyarakat dengan badan usaha akibat ketidaksesuaian Izin, dan HAT sehingga dapat menghambat Investasi yang masuk.

“Banyak ditemukan ketidaksesuaian IUP dengan tata ruang ditambah secara empirik banyak masyarakat yang sudah memiliki sertipikat HAT yang berada di wilayah izin usaha pertambangan tidak dapat menggunakan dan memanfatkan tanahnya. Belum lagi bagi HAT yang belum terbit sementara di lokasi tersebut terdapat IU Pertambangan atau secara RTRW masuk wilayah pertambangan. Kondisi ini terkadang menghambat kinerja BPN di daerah,” Ungkapnya

Baca juga  Menteri ATR/Kepala BPN turut mendampingi Presiden mengunjungi Kalimantan Timur

Surya Tjandra mengharapkan dengan adanya diskusi-diskusi dalam GTRA yang dilakukan ini, nantinya GTRA Summit 2021 di Wakatobi dapat bertujuan untuk merangkum berbagai Rapat Koordinasi yang telah dilaksanakan oleh GTRA. Sehingga nantinya, seluruh pihak bersama-sama merumuskan solusi bagi persoalan yang dihadapi di lapangan. Terlebih UUCK beserta peraturan turunannya yang memberikan banyak terobosan merupakan juga jawaban dalam menyelesaikan persoalan, tetapi masih harus dikawal implementasinya.

Dalam rakernis atau diskusi awal ini diharapkan dapat dikelompokan persoalan hingga terbentuk tipologi permasalahan dari hasil diskusi. Usulan awal dalam rangka merumuskan alternatif solusi yang
disusun bersama serta menyeragamkan bisnis proses sektor izin usaha dengan pelaksanaan reforma agraria serta skema penataan aset dan akses di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau kecil terluar pasca disahkannya UUCK berikut peraturan turunannya.

Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Agraria, Awaludin, mengatakan bahwa terkait rapat kerja teknis GTRA ini dilakukan diskusi awal dengan belanja masalah terlebih dahulu. “Diskusi kali ini tentang penataan aset terkait Izin Usaha (IU) Pertambangan dan Izin Usaha (IU) Perkebunan, maka dibutuhkan peran Kementerian/Lembaga lainnya karena reforma agraria ini bukan hanya mendapat perhatian khusus dari kementerian ATR/BPN tetapi juga pemangku kepentingan lainnya.

Baca juga  Tumbuhkan Kebiasaan Baik untuk Mewujudkan Layanan Prima

“IU Pertambangan dan IU Perkebunan merupakan salah satu hambatan bagi kita dalam proses penataan akses dalam rangka reforma agraria. Hari ini kita belanja masalah terkait hal tersebut karena dibanyak era terutama di era reformasi banyak IU Pertambangan dan IU Perkebunan ini agak sedikit kebablasan,” ujarnya. (TA/RE)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia