Jakarta – Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menggelar Rapat Laporan Kelompok Kerja (Pokja) Substansi GTRA Summit 2021, pada Rabu (21/04/2021) secara daring. GTRA Summit 2021 yang rencananya akan berlangsung pada September 2021 di Wakatobi, Sulawesi Tenggara itu memiliki berbagai tujuan, seperti yang dipaparkan oleh Wakil Menteri ATR/Kepala BPN, Surya Tjandra.
Surya Tjandra menjelaskan bahwa GTRA Summit 2021 yang rencananya akan berlangsung pada September 2021 di Wakatobi, Sulawesi Tenggara ini bertujuan untuk merangkum berbagai Rapat Koordinasi yang telah dilaksanakan oleh GTRA. Nantinya, seluruh pihak akan bersama untuk merumuskan solusi bagi persoalan-persoalan yang dihadapi di lapangan.
Banyak permasalahan yang dijumpai di lapangan selama ini khususnya perihal sinkronisasi tata ruang dengan kawasan hutan serta izin dan/atau hak atas tanah. Surya Tjandra menjelaskan bahwa sinkronisasi regulasi ini penting untuk mendukung kinerja Kementerian ATR/BPN dalam pelaksanaan Reforma Agraria dan pembangunan daerah. “Kita juga rencananya akan mengundang beberapa Kementerian/Lembaga terkait serta pemerintah daerah untuk GTRA Summit 2021 ini,” tambah Surya Tjandra
Terkait sinkronisasi kebijakan yang berhubungan dengan tata ruang, Surya Tjandra berharap hadirnya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) dan peraturan turunannya menjadi jawaban atas persoalan sinkronisasi kebijakan. “Selain dukungan regulasi, juga perlu adanya kesepakatan mekanisme kerja lintas sektor untuk memperjelas dan mempermudah eksekusi penerapannya di lapangan,” tutur Surya Tjandra.
Hal serupa diungkapkan oleh Kepala Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Tenggara, Elias Tedjo. Elias Tedjo berkata bahwa di Sulawesi Tenggara, mempunyai beberapa Sumber Daya Alam (SDA) yang menonjol seperti tanah kawasan hutan, kawasan pesisir dan pulau kecil, tanah bekas pertambangan dan tanah masyarakat transmigrasi. Ia mengaku seringkali terjadi ketidaksinkronan tata ruang antar instansi terkait yang menghambat legalisasi aset maupun redistribusi tanah. “Kami mendapat masukan dari Kepala Kantor Pertanahan maupun Gubernur, memang terdapat ketidaksinkronan regulasi yang menghambat pembangunan dan aktivitas investasi,” terangnya.
Sebagai tambahan, pada GTRA Summit 2021 nanti, akan terdapat beberapa fokus isu yang diangkat diantaranya isu penataan di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau-pulau kecil terluar berikut perlindungan terhadap masyarakat adat, tradisional dan lokal, isu sinkronisasi tata ruang, Izin Usaha Pertambangan dan Hak Atas Tanah serta isu isu lain yang akan terus digali menuju GTRA Summit 2021 mendatang. (AR/LS)
#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia