Jakarta – Negara Indonesia mendapat julukan negara agraris, karena karena banyaknya sawah maupun ladang yang menjadi sumber mata pencaharian warganya. Dari sawah lahir bahan makanan pokok bangsa Indonesia, yaitu beras. Namun, perkembangan wilayah dan industrialisasi yang masif, terutama di kota-kota besar membuat lahan sawah di sekitarnya berubah menjadi kawasan pemukiman, kawasan industri maupun jasa. Hal ini sangat mengkhawatirkan sehingga perlu dilakukan langkah-langkah untuk mencegah alih fungsi lahan sawah tersebut.

Pencegahan alih fungsi lahan sawah dapat dilakukan melalui kegiatan pengendalian alih fungsi lahan sawah. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) akan melakukan kegiatan tersebut guna mendukung program prioritas nasional pemerintah yaitu meningkatkan kedaulatan pangan. “Yang menjadi program nasional adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta peningkatkan ketersediaan akses konsumsi produksi pangan,” kata Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi Lahan, Kepulauan dan Wilayah Tertentu, Asnawati dalam kegiatan PPTR Expo, Gedung Kementerian ATR/BPN, Jl. Raden Patah No. 1, Jakarta, Senin (22/2/2021).

Asnawati mengatakan bahwa alih fungsi sawah akan mempengaruhi produksi padi serta mengancam ketahanan pangan nasional. Untuk itu, guna menjaga ketahanan pangan nasional, pemerintah terus berupaya menahan laju alih fungsi lahan sawah dengan mengaturnya dalam berbagai peraturan. “Pemerintah memiliki Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlidungan Lahan Pertanian Berkelanjutan, beserta peraturan turunannya. Akan tetapi, hal tersebut masih belum mampu mencegah alih fungsi lahan sawah sepenuhnya,” katanya.

Baca juga  Bantu PMI, Kementerian ATR/BPN Selenggarakan Donor Darah

“Tahun 2019, terbit Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 59 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Alih Fungsi Sawah, dalam Perpres tersebut, diatur bahwa alih fungsi lahan sawah dilakukan hanya sebatas untuk kepentingan umum dan perencanaan lahan,” tambah Asnawati.

Hadirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK), memberikan titik terang mengenai pengaturan alih fungsi lahan sawah. Asnawati mengatakan bahwa dengan persyaratan tertentu, alih fungsi lahan sawah dalam UUCK secara garis besar dibolehkan apabila digunakan untuk kepentingan umum, yang merupakan proyek strategis nasional. “Tetapi bukan serta merta, namun ada syarat-syarat yang wajib, di antaranya yaitu kajian kelayakan strategis. Perlu diketahui bahwa dalam UUCK itu sendiri bukan hanya syarat, ditentukan juga sanksi yang akan dikenakan,” ujar Mantan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Kepulauan Riau ini.

Wilayah Kepulauan, yang mencakup pulau-pulau kecil serta pulau terluar juga mendapat perhatian khusus dari Kementerian ATR/BPN. Asnawati menyampaikan bahwa Kementerian ATR/BPN, melalui direktorat yang ia pimpin sedang berupaya untuk mendaftarkan pulau-pulau kecil serta pulau terluar. “Kementerian ATR/BPN sedang berupaya untuk menyertipikatkan pulau-pula kecil serta pulau terluar karena pulau-pulau tersebut merupakan suatu wilayah strategis,” ungkapnya.

Baca juga  Pro Aktif dan Kolaboratif, Kunci Sukses Humas di Era Digital

Kegiatan PPTR Expo ini merupakan bentuk komunikasi terbuka yang diselenggarakan oleh Ditjen PPTR. Selain berdiskusi dengan jajaran Kementerian ATR/BPN, forum ini juga melibatkan insan pers untuk melakukan sosialisasi mengenai kebijakan Ditjen PPTR. (Bagian PHAL).

 

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia