Jakarta – Daerah Puncak, yang terletak di Kabupaten Bogor merupakan daerah agrowisata, yang menjadi tujuan destinasi dari masyarakat Ibu Kota untuk melepas penat. Akan tetapi, pada Selasa 19 Januari silam daerah tersebut terkena banjir bandang. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa ada sekitar 900 orang terdampak dari bencana tersebut.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian dan Pemanfaatan Tanah dan Ruang (PPTR) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Budi Situmorang mengungkapkan bahwa banjir tersebut terjadi karena banyak hal. “Banyak pihak yang menduga-duga penyebab dari banjir tersebut. Tetapi, jika kita melihat dari aspek tata ruang, ini karena adanya bendungan kecil, sampah ataupun pohon-pohonan, yang menyangga air, serta hujan yang terus menerus sehingga terjadilah banjir bandang,” kata Dirjen PPTR, Selasa (26/01/2021).

Kondisi kepemilikan tanah di daerah tersebut memang didominasi oleh Hak Guna Usaha (HGU) dengan luas 134,6 hektare (83%). Selain itu, terdapat juga tanah dengan status HGB seluas 6,7 hektare (4%); Hak Milik 6,7 hektare (4%) dan Hak Pakai 4,3 hektare (3%) serta dalam proses pendaftaran 9,4 hektare (6%). Budi Situmorang mengungkapkan bahwa untuk HGU berupa kebun teh. “Di sekitar lahan-lahan tersebut terdapat juga tanah garapan, yang merupakan tanah negara. Jadi memang, bisa dikatakan untuk kepemilikan tanah di lokasi hilir masih cukup tertata, tetapi di daerah Puncak kepemilikannya dikelola oleh PTPN maupun swasta,” ujar Dirjen PPRT.

Baca juga  Program PTSL, Beri Kemudahan Sertipikasi Tanah

Terjadinya banjir tersebut banyak merugikan semua pihak, sehingga untuk mengantisipasi efek dari bencana alam, terutama banjir di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Kementerian ATR/BPN akan menghidupkan kembali audit tata ruang. “Audit tata ruang sebenarnya telah kita lakukan pada tahun 2015. Kegiatan audit ini adalah mengecek apakah peruntukan tata ruang sekarang sudah sesuai dengan rencana tata ruang, lalu kemudian, kita cek izin terkait kesesuaian peruntukan tata ruang,” ujar Budi Situmorang.

Budi Situmorang juga mengatakan bahwa tahun 2021 ini menjadi momen untuk melakukan kembali audit tata ruang. “Perkembangan di wilayah Puncak memang sudah banyak perubahan, terutama jika dilihat dari peta citra, terkait tutupan lahan. Mudah-mudahan, pada pertengahan tahun ini, kita sudah ada gambaran terkait besaran tutupan lahan di Puncak, yang mencakup di 9 kecamatan, yakni 5 kecamatan di Kabupaten Bogor dan 4 kecamatan Kabupaten Cianjur,” ungkap Budi Situmorang.

Budi Situmorang tidak menampik bahwa ada pelanggaran terkait penataan ruang di wilayah Puncak dan Kementerian ATR/BPN telah melakukan pembongkaran terhadap bangunan yang diduga terjadi pelanggaran tata ruang. “PPNS Kementerian ATR/BPN telah melakukan prosedur, yaitu kita harus dapat membuktikan bahwa bangunan tersebut memang melanggar tata ruang dan bagaimana pemilik mau menerima bahwa bangunannya harus dibongkar karena melanggar tata ruang,” kata Dirjen PPRT.

Baca juga  Dorong Peningkatan Ekonomi di Wilayah Ponelo Kepulauan, Wamen ATR/Waka BPN Serahkan Sertipikat Redistribusi Tanah dan PTSL

Kementerian ATR/BPN juga menyadari bahwa bencana alam yang terjadi di kawasan Puncak merupakan alarm untuk melakukan audit terkait HGU dan HGB yang ada di sana. Budi Situmorang mengatakan audit perlu dilakukan untuk mengevaluasi dan menginformasikan mana saja lahan yang bisa dimanfaatkan oleh para pemiliknya. “Jika ada yang tidak layak untuk dimanfaatkan oleh pemilik tanah, akan kembali ke negara untuk kemudian diredistribusikan kepada masyarakat melalui Reforma Agraria dan kita juga akan melakukan penanaman pohon, sehingga Puncak dapat menjadi resapan air, seperti yang kita inginkan,” kata Budi Situmorang. (RH/LS).

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia