Jakarta – Penyelesaian konflik pertanahan merupakan agenda besar pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Dalam upaya mencari solusi penyelesaian konflik pertanahan, Kementerian ATR/BPN tidak hanya memperhatikan masukan dari internal pemerintah namun juga dari masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya, salah satunya adalah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Mengawali kegiatannya pada tahun 2021, Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN Surya Tjandra menghadiri dan menjadi penanggap pada peluncuran Catatan Akhir Tahun 2020 KPA, Rabu (06/01/2021), melalui virtual meeting.

Catatan Akhir Tahun 2020 KPA ini disampaikan langsung oleh Sekjen KPA, Dewi Kartika. Disebutkan bahwa pada tahun 2020 terdapat 241 kasus konflik pertanahan, dengan korban terdampak 135.332 Kepala Keluarga dan terjadi pada 359 desa/kota, dengan luas total 624.272,711 hektare. Konflik tersebut tersebar pada 30 Provinsi di Indonesia. KPA juga mencatat terjadinya 30 konflik agraria di sektor pembangunan infrastruktur, 17 di antaranya disebabkan oleh pembangunan Program Strategis Nasional (PSN). Dewi Kartika mengungkapkan bahwa dibandingkan periode yang sama pada 2019, jumlah konflik ini meningkat.

Menanggapi hal ini, Surya Tjandra menyampaikan bahwa data yang diberikan KPA ini akan menjadi perhatiannya dan juga jajaran Kementerian ATR/BPN. “Bagi saya masukan tadi dari teman-teman KPA itu blind spot yang harus diperhatikan,” ujarnya.

Baca juga  Wamen ATR/Waka BPN hadiri Rapat Koordinasi dan Evaluasi Penyelesaian Outstanding Boundary Problems Sektor Timur

Surya Tjandra juga mengungkapkan bahwa penyelesaian konflik ini membutuhkan upaya komprehensif lintas sektor (lintor) karena melibatkan banyak pihak. “Kenapa penyelesaian konflik relatif sulit, karena penyelesaian konflik memang butuh leadership sangat kuat ya karena aspek lintornya itu sangat dominan, selain itu juga komunikasi dan koordinasi yang efektif antar kementerian/lembaga,” paparnya.

Menanggapi pertanyaan mengapa konflik antara masyarakat dengan BUMN yang notabene milik negara juga sulit diselesaikan, Surya Tjandra menyampaikan bahwa terkait dengan aset BUMN melibatkan banyak pihak, tidak hanya Kementerian ATR/BPN. “Terkait dengan konflik PTPN, ada Kementerian lain yang terlibat selain Kementerian ATR/BPN sendiri. Terdapat dokumen yang harus dikoordinasikan dan dikonfirmasikan. Misalkan pada Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan, aset tersebut sudah termasuk aset negara dan masing-masing punya proses punya prosedur sendiri dan ini yang coba sedang lagi didorong ya,” tambahnya.

Penyelesaian konflik pertanahan ini merupakan salah satu atensi Presiden Joko Widodo. Presiden telah memanggil Menteri-Menteri serta CSO terkait seperti KPA, SPI, BRWA dan juga Gema PS untuk mendapatkan masukan dan pemahaman menyeluruh mengenai penyelesaian konflik pertanahan.

Baca juga  Tingkatkan Kualitas Pengelolaan Pengaduan, Kementerian ATR/BPN Optimalkan Penggunaan Aplikasi Pengaduan Masyarakat Online

“Dengan pertemuan-pertemuan tersebut, semoga ketemu overlay apa konflik-konflik yang disampaikan oleh KPA, SPI, PRWA dan Gema PS kemudian kira-kira strategi apa yang dilakukan, situasi hukumnya bagaimana supaya clear. Tantangannya memang kebiasaan untuk mendengar dari masyarakat, perspektif masyarakat. Itu masih perlu dilatih dari sisi kami dari pemerintahan. Dalam penyelesaian konflik pertanahan saya kira yang paling penting rasanya adalah pemahaman menyeluruh,” pungkas Surya Tjandra. (WN/LS)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia