Pekanbaru – Pasca UUCK, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyusun peraturan pelaksanaannya. Kementerian ATR/BPN telah menyelesaikan lima Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), yaitu 1) RPP tentang Penyelanggaraan Ruang, 2) RPP tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah; 3) RPP tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar; 4) RPP tentang Pelaksanaan UU Cipta Kerja Untuk Kawasan Ekonomi Khusus; serta 5) RPP tentang Bank Tanah.
Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan agar dalam RPP pelaksanaan UUCK nanti dapat mengakomodir masukan dari berbagai pihak sehingga dalam implementasi peraturan tersebut, semua pihak merasakan manfaatnya. Berdasarkan hal itu, Kementerian ATR/BPN bersama Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi (Kemenko Ekon) menyelenggarakan kegiatan “Serap Aspirasi”. Hadir dalam pembicara kegiatan tersebut para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya kementerian terkait.
Selain menjabarkan muatan dalam RPP, narasumber juga berkesempatan berdiskusi dengan setiap audiensi, baik secara virtual ataupun yang hadir langsung. Pembahasan mengenai pengadaan tanah sangat menarik. Salah seorang audiensi, Bambang Prasongko, menanyakan terkait pengadaan tanah. “Terkait dengan pelaksanaan pembangunan oleh suatu instansi apakah dimungkinkan /diakomodir dalam RPP, instansi dapat melaksanakan pembangunan sebelum dilakukan penyerahan hasil karena seringkali untuk Program Strategis Nasional (PSN), instansi, melalui kontraktor memerlukan waktu lebih awal untuk pelaksanaan pembangunannya,” tanyanya.
Menurut Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Pengadaan Tanah, Arie Yuriwin, penyerahan hasil dapat dilakukan secara bertahap. “Misalnya saja dalam pembangunan jalan tol, itukan ada empat seksi. Kalau seksi pertama, sudah selesai, bisa langsung diserahkan ke instansi, sehingga instansi bisa melakukan pembangunan,” ujar Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN.
Sementara Hadi Prayitno, seorang peserta dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) memberikan pertanyaan terkait pengaturan tanah/kawasan terlantar. Ia menanyakan bahwa apakah kebijakan pengaturan suatu kawasan/tanah terlantar dapat menyebabkan perubahan ekologis serta mengakibatkan hilangnya mata pencarian masyarakat setempat. Menanggapi hal tersebut, Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Wisnu Saroso mengatakan bahwa hal itu akan diatur dalam peraturan menteri, yang akan disusun kemudian. “Namun, yang jelas hal ini akan dipikirkan suatu strategi, karena di dalam kawasan itu, bisa saja ada hak masyarakat. Tentunya perlu kita pikirikan juga prioritas pengaturan kawasan tersebut. Begitu juga dalam pertimbangan ekologis, nantinya akan kita atur dalam Peraturan Menteri,” kata Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
Iman Tunas, dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Timur, menanyakan terkait kewenangan tata ruang, yang akan diberikan kepada Bappeda, apakah tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan Dan Keuangan Daerah. “Mohon jawaban atas pertanyaan tersebut,” ujarnya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Tata Ruang, Abdul Kamarzuki mengatakan bahwa jika memang bertentangan dengan peraturan menteri, maka peraturan menterinya harus diubah. Akan tetapi, Dirjen Tata Ruang akan mencari kembali apakah di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, apakah terdapat pembagian kewenangan seperti itu. “Kita menyarankan agar kewenangan tata ruang diberikan kepada Bappeda karena mereka kan sebagai think tank di Pemda,” kata Abdul Kamarzuki.
Kegiatan Serap Aspirasi Implementasi UUCK Sektor Penataan Ruang, Pertanahan, Proyek Strategis Nasional dan Informasi Geospasial ini diselenggarakan di Hotel Novotel, Provinsi Riau, Pekanbaru, Kamis (10/12/2020) dan merupakan kegiatan kedua setelah sebelumnya kegiatan yang sama diadakan di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. (RH/RE/TA/LS)
#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya