Jakarta – Selain memberikan kepastian dalam berusaha dan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juga memberikan terobosan baru dalam penataan ruang. Selama ini, produk tata ruang, baik Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) tidak banyak diketahui oleh publik, sehingga banyak masyarakat yang terkena dampak dari hal ini.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil mengungkapkan bahwa salah satu akibat masyarakat tidak dapat mengetahui produk dari tata ruang adalah “kejatuhan warna”. “Misalkan di satu daerah, mulanya berwarna kuning, tiba-tiba berubah menjadi warna hijau. Terjadi juga sebaliknya, sehingga banyak menimbulkan kerumitan,” kata Sofyan A. Djalil saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa (08/12/2020).

Permasalahan selanjutnya adalah apabila seseorang ingin mengurus izin tata ruang harus mendatangi kantor yang mengurusi tentang penataan ruang, yakni dinas tata ruang. Hal ini, menurut Menteri ATR/Kepala BPN, sangat tidak efisien dan tidak praktis serta dalam pengurusan izinnya yang belum tentu taat dengan standar prosedur. “Namun, kini kita punya Online Single Submission (OSS). Dengan melihat RDTR, tinggal langsung mengurus izin lokasinya,” ungkap Sofyan A. Djalil.

Baca juga  Apresiasi Masyarakat Kab. Bandung atas Langkah Aktif Pemerintah Sertipikatkan Tanah Melalui PTSL

Sofyan A. Djalil mengatakan bahwa di dalam UUCK akan dikenalkan terobosan dalam penataan ruang, yakni dengan pembentukan forum penataan ruang, yang tujuannya mendorong inklusivitas masyarakat. “Pembentukan forum tata ruang ini nantinya akan melibatkan akademisi, profesional, Pemerintah Daerah serta pihak-pihak terkait. Ini membuat impelementasi tata ruang lebih dinamis dan partisipatif,” kata Menteri ATR/Kepala BPN.

Selain itu, terobosan yang dikenalkan oleh UUCK adalah membatasi waktu penetapan dalam menetapkan Rencana Tata Ruang (RTR). Seperti diketahui, RTR ditetapkan oleh Pemda setelah mendapatkan Persetujuan Substansi (Persub) dari Kementerian ATR/BPN. “Untuk penetapan RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota dilakukan dengan Peraturan Daerah atau Perda, paling lama 2 bulan sejak mendapat Persub. Jika Perda belum ditetapkan oleh Kepala Daerah, maka RTRW bisa ditetapkan dengan Pergub/Perwalkot/Perbup yang dikeluarkan oleh kepala daerah setempat, tiga bulan setelah Persub dikeluarkan,” ujar Menteri ATR/Kepala BPN.

Namun, apabila suatu Provinsi ataupun Kabupaten/Kota belum memiliki RTRW, maka akan ditetapkan dengan Peraturan Presiden, empat bulan setelah Persub dikeluarkan. “Perlu ditegaskan bahwa kewenangan pemerintah daerah dalam menetapkan tata ruang tidak akan ditarik ke pemerintah pusat/kementerian,” jelas Sofyan A. Djalil.

Baca juga  Kawal Kualitas Program Kerja, Kementerian ATR/BPN Lakukan Diskusi terkait Permasalahan Pelaksanaan PTSL

Pada kesempatan tersebut, anggota Komisi II DPR RI, Mohamad Muraz memberikan tanggapan. Ia mengapresiasi UUCK yang sudah mengatur mengenai penyusunan RDTR, terlepas dari siapa yang akan mengesahkan Perdanya. “Saya kira pengesahan mengenai Perda nya masih bisa kita diskusikan, akan tetapi masalahnya adalah minimnya RDTR. Tanpa adanya RDTR akan menimbulkan masalah dalam perizinan kedepan,” kata Mohammad Muraz. (RH/LS)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya