Konawe Selatan – Program Reforma Agraria dibangun atas dua program utama yakni legalisasi aset dan redistribusi tanah. Salah satu bentuk legalisasi aset adalah penerbitan sertipikat tanah melalui program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) yang sampai saat ini masih terus berlangsung di berbagai provinsi di wilayah Indonesia. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah menargetkan 7 juta bidang tanah agar dapat didaftarkan pada tahun ini. Salah satu program yang terus gencar dilaksanakan adalah pendaftaran tanah di lokasi transmigrasi.

Kerja keras jajaran Kementerian ATR/BPN di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dalam mendaftarkan tanah-tanah masyarakat di lokasi transmigrasi, terus membuahkan hasil. Masyarakat di Desa Bakutaru dan sekitarnya, yang merupakan lokasi transmigrasi sejak tahun 1970-an memperoleh sertipikat tanah di Kantor Desa Bakutaru, Jumat (13/11/2020). Sertipikat tanah tersebut diserahkan langsung oleh Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra kepada 11 orang perwakilan masyarakat.

Pada kesempatan tersebut, Wamen ATR/Waka BPN berdialog dengan Sutrisno, salah satu masyarakat penerima sertipikat. Dalam dialog tersebut, Sutrisno mengatakan bahwa ia berasal dari Desa Marga Cinta, namun letak tanah yang sertipikatnya ia terima pada hari ini berada di Desa Bakutaru. Surya Tjandra bertanya mengapa nama desanya dinamakan demikian. “Dahulu ketika orangtua kami datang pada tahun 1970-an, belum ada peraturan yang menyatakan nama desa tersebut. Akhirnya para warga transmigrasi mengadakan sayembara, lalu dipilihlah nama Desa Marga Cinta,” ujarnya.

Baca juga  Konsolidasi Tanah sebagai Upaya Kementerian ATR/BPN Mengentaskan Permukiman Kumuh Perkotaan

Sutrisno yang mendapat sertipikat tanah pada hari ini mengaku bahwa selama ini statusnya hanya penggarap, dikarenakan tanah yang ia kuasai bertahun-tahun tersebut belum memiliki sertipikat tanah. “Alhamdullilah, berkat Kantor Pertanahan Kabupaten Konawe Selatan serta dukungan dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan serikat tani setempat, saya memperoleh sertipikat tanah. Terima Kasih juga kepada Pak Jokowi, titip salam buat beliau, Pak,” katanya kepada Wamen ATR/Waka BPN.

Dalam dialog tersebut, tampil juga Asni. Ia berasal dari Provinsi D.I. Yogyakarta dan ikut program transmigrasi pada tahun 2012. Lokasi yang dijadikan lokasi transmigrasi mencakup lahan pekarangan, tempat tinggal serta lahan untuk garapan, yang diistilahkan lahan 1 dan lahan 2. “Untuk pekarangan dan lahan hunian, sudah dapat sertipikatnya. Namun, lahan untuk garapan hingga kini belum jelas ada dimana. Kabarnya, lahan tersebut tumpang tindih dengan perusahaan. Saya berharap pada pertemuan ini, ada kejelasan Pak,” katanya.

Wamen ATR/Waka BPN mengatakan bahwa tidak semua masyarakat transmigrasi memperoleh sertipikat tanah. Hal itu disebabkan adanya sengketa dan konflik pertanahan, serta ketidakjelasan lokasi tanah objek transmigrasi. “Terkait ini, Kementerian ATR/BPN terus berkoordinasi dengan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Pemukiman Transmigrasi. Selain itu, ke depan, antar kementerian harus ada Tim Lintas Sektor (Lintor) guna membahas permasalahan,” ujar Surya Tjandra.

Baca juga  Lantik Majelis Pembina serta Pengawas PPAT Pusat dan Wilayah, Menteri AHY: Kita Cegah Mafia Tanah

Bagi Wamen ATR/Waka BPN, masyarakat di lokasi transmigrasi tidak banyak mengerti mengenai masalah pertanahan atas tanah mereka. Ia mengatakan bahwa pemerintah wajib hadir dan menyelesaikan masalah ini. “Permasalahan tanah di lokasi transmigrasi telah menjadi perhatian oleh Presiden. Selain itu, kita ada target untuk menyertipikatkan tanah-tanah transmigrasi, yaitu 600.000 hektar. Tim lintor yang dibentuk nanti akan pelan-pelan memetakan lalu mempelajari masalah,” ujar Surya Tjandra. (RH/RE).

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya