Jakarta – Reforma Agraria yang masuk ke dalam nawacita Presiden Republik Indonesia merupakan program pemerintah yang bukan hanya ditujukan untuk mengurangi ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, namun juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Tujuan akhir dari Reforma Agraria adalah memakmurkan rakyat dan bagaimana memberdayakan masyarakat yang basisnya adalah pemilikan penguasaan tanah,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Andi Tenrisau dalam acara Dialog Indonesia Bicara yang disiarkan TVRI, Kamis (12/11/2020).

Dalam pelaksanaannya, Reforma Agraria terbagi menjadi dua fungsi besar, yaitu penataan aset dan penataan akses. “Penataan aset ini bagaimana melakukan penataan kembali supaya memperbaiki gini rasio dan bagaimana tanah itu berfungsi sosial. Sedangkan penataan akses sendiri yaitu bagaimana kita menghubungkan para pemilik tanah pada lembaga keuangan formal. Intinya melakukan pemberdayaan masyarakat yang basisnya adalah pemilik tanah dan kita melakukan pendampingan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang basisnya adalah pemanfaatan tanah,” terang Andi Tenrisau.

Lebih lanjut, Dirjen Penataan Agraria menjelaskan dalam mengimplementasikan Reforma Agraria, Kementerian ATR/BPN melalui Direktorat Jenderal Penataan Agraria telah mengembangkan suatu sistem yang kemudian disebut sebagai Sistem Penataan Agraria Berkelanjutan. “Pada intinya sistem ini ingin menjawab bagaimana melakukan penataan agraria yang efektif dan efisien, berhasil guna dan berdaya guna untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya agraria untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” jelas Andi Tenrisau.

Baca juga  Kementerian ATR/BPN Tegaskan Langkah Pencegahan bagi Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan

Sistem Penataan Agraria Berkelanjutan menurut Andi Tenrisau sangat baik jika diterapkan karena adanya input, tahapan pelaksanaannya, output hingga evaluasi dan monitoring secara bertahap dan berkelanjutan. “Input penataan agraria terdiri dari data spasial dan data tekstual, misalnya data tata ruang atau data kependudukan sehingga ada landasan dalam melakukan penataan. Kemudian pada pelaksanaannya nanti yang selama ini belum diterapkan adalah melakukan penatagunaan tanah. Kenapa ini penting, karena sangat melihat sisi kelestarian lingkungannya,” ucap Dirjen Penataan Agraria.

“Di samping penatagunaan tanah, dalam pelaksanaan Sistem Penataan Agraria Berkelanjutan juga dilakukan penataan aset dan akses sehingga menghasilkan output yaitu kepastian hak atas tanah masyarakat dan kemakmuran rakyat,” tambahnya.

Reforma Agraria sebagai salah satu program strategis pemerintah, Andi Tenrisau berharap agar dapat dilakukan percepatan sebagaimana arahan presiden dalam rapat terbatas pada tanggal 29 Mei 2020. “Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan reforma agraria adalah tanggung jawab bersama dalam rangka mewujudkan pengelolaan sumber daya agraria untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Reforma agraria bukan panggilan tugas semata, tapi ini juga panggilan kerja mulia untuk membantu masyarakat dalam perekonomian mereka,” pesan Dirjen Penataan Agraria.

Baca juga  Serahkan Sertipikat Tanah Wakaf di Medan, Dirjen PHPT: Ini Akan Meminimalisir Risiko Sengketa Pertanahan

Pada kesempatan yang sama, tersambung melalui tele conference Direktur Landreform, Sudaryanto mengatakan bahwa Reforma Agraria adalah tugas bersama yang harus dikerjakan secara kolektif atau gotong royong, baik antar kementerian/lembaga maupun partisipasi masyarakat. “Dalam pelaksanaannya Reforma Agraria memang harus dilakukan secara gotong royong dengan pendekatan selain kerja sama juga bekerja secara bersama-sama untuk mewujudkan tujuan Reforma Agraria melalui tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang perlibatannya bukan hanya unsur pemerintah pusat tapi juga melibatkan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota,” tutur Sudaryanto. (LS/JR)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya