Jakarta – Setelah UUPA 1960 disahkan 6 (enam) dasawarsa yang lalu, pelaksanaan reforma agraria masih terus berjalan. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sebagai pengelola pertanahan dan tata ruang di Indonesia, sigap untuk menangani program prioritas dalam Nawa Cita yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo. Upaya-upaya untuk mempercepat implementasi reforma agraria di Indonesia terus dilaksanakan.
“Kebijakan reforma agraria ini merupakan implementasi dari UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok–Pokok Dasar Agraria yang dilaksanakan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Terdapat 2 (dua) isu besar di dalamnya, reforma agraria diharapkan dapat mengurangi ketimpangan tanah dan mengurangi kemiskinan. Untuk mencapai hal tersebut, maka dibutuhkan suatu strategi untuk dapat menyejahterakan masyarakat di Indonesia yaitu bisa melalui pemberdayaan yang melibatkan masyarakat penerima Tanah Objek Reforma Agraria (TORA),” ujar Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Pengembangan Perkebunan Plasma, Hermawan, dalam acara webinar Humas melalui video conference, Jumat (25/09/2020).
Lebih lanjut dijelaskan, pemberian akses permodalan maupun bantuan lain kepada masyarakat penerima TORA yang berbasis pada pemanfaatan tanah ini, menjadi salah satu langkah untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Melalui penyusunan strategi, perencanaan dan koordinasi yang baik, program pemberdayaan masyarakat penerima TORA di perdesaan diharapkan berjalan optimal sehingga mereka dapat memanfaatkan tanahnya lebih produktif untuk menjadi sumber penghasilan dalam jangka panjang, dan terhindar dari kemungkinan menjual atau mengadaikan tanahnya,” ungkapnya.
Hermawan juga mengatakan, jika tantangan pemberdayaan masyarakat bukan hanya terkait dengan aspek ekonomi saja, namun juga terdapat aspek lingkungan dan sosial, seperti memenuhi ketersediaan infrastruktur jalan, drainase, air bersih, sarana penerangan listrik, sarana sekolah dan kesehatan, serta sarana rumah ibadah di klaster penerima TORA. Sehingga dibutuhkan peran dari para pemangku kepentingan lainnya untuk dapat menghadapi berbagai tantangan tersebut.
Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Pembinaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan Ekonomi, Parman Nataatmadja, menjelaskan bahwa yang terpenting bagaimana kita dapat menyejahterakan masyarakat dengan mengubah sikap mentalnya terlebih dahulu. “Di sini bagaimana kita bisa mengubah sikap mental masyarakat yang diberikan tanah, jangan sampai dijual sehingga tidak ada kesejahteraan masyarakat yang jangka panjang. Untuk mengubah suatu budaya memang tidak mudah, maka terpaksa dulu, kemudian bisa, dan lalu diasah, maka baru akan menjadi budaya,” tuturnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Komisaris Utama Bank BRI Syariah ini menegaskan bahwa kunci kesuksesan dalam memulai usaha adalah disiplin, pantang menyerah, dan bersikap jujur dapat menjadi modal utama. “Salah satu yang sedang dibangun yaitu dengan mengajak ibu-ibu sebagai target utama. Ibu-ibu adalah tulang punggung ekonomi keluarga yang sangat sensitif terhadap kesejahteraan anak dan keluarga. Program ini bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT PNM (Persero),” ungkapnya.
Webinar yang bertemakan “Implementasi Kebijakan Reforma Agraria dalam Mendukung Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat” ini dilakukan diskusi, seperti yang disampaikan oleh Fedy Abdul Latif, dari Kantah Kota Sukabumi yang mengharapkan terdapat konsep pemberdayaan pada kondisi di tengah pandemi Covid-19, terkait dengan model bisnis yang berbeda dengan biasanya. Juga diharapkan dalam pemberdayaan tersebut juga dapat diberikan pemahaman dalam bentuk bisnis melalui online.
Webinar Humas yang dimoderatori oleh Kepala Bagian Informasi Publik Biro Hubungan Masyarakat, Adhi Maskawan, diselenggarakan dalam rangka hari lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.(TA/RK)
#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya