Jakarta – Tanah merupakan aspek yang sangat penting bagi pembangunan infrastruktur, untuk itu diperlukan tahapan dalam pengadaan tanah. Pada prosesnya, pengadaan tanah tidak terlepas dari ganti kerugian. Penentuan besar ganti kerugian dilaksanakan pada tahap pelaksanaannya. Untuk menentukan besarannya, tentu dibutuhkan payung hukum yang dinamis dalam mengikuti perkembangan yang terjadi di lapangan.

“Saat ini proses pengadaan tanah mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum setelah sebelumnya mengalami beberapa kali perubahan dalam peraturan. Hal ini menunjukkan dinamika pengadaan tanah, maka payung hukumnya juga harus mengikuti perkembangan,” ujar Perdananto Aribowo, Direktur Penilaian Tanah pada Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) pada Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) dan dilakukan secara virtual pada Rabu (19/08/2020).

Pada Seminar Nasional yang mengangkat tema Implementasi UU Nomor 2 Tahun 2012 dan Aturan Teknis Pelaksanaannya: Perspektif Peran Profesi Penilai Dalam Pembangunan Nasional, Perdananto Aribowo menyampaikan peran penilai dalam tahapan-tahapan pengadaan tanah. “Penilai memiliki peran penting dalam kesuksesan kegiatan, karena nilai yang dihasilkan menjadi dasar nilai ganti kerugian objek pengadaan tanah,” kata Direktur Penilaian Tanah.

Baca juga  Komitmen Capai Target Program Strategis dalam Masa Transisi Pemerintahan, Wamen ATR/Waka BPN Apresiasi Kinerja Jajaran Pusat dan Daerah

“Pada tahapan perencanaan, penilai menentukan perkiraan nilai tanahnya dan dimasukkan ke dalam dokumen perencanaan. Kemudian pada tahapan pelaksanaan, penilai melakukan penilaian ganti kerugian, melakukan musyawarah dengan masyarakat yang tanahnya terdampak hingga pemberian ganti kerugian,” tambah Perdananto Aribowo.

Pada kesempatan yang sama, Dadan Kuswardi dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Kementerian Keuangan, menyampaikan pendapatnya kepada para profesi keuangan yang terlibat dalam proses pengadaan tanah. “Dalam menjalankan kegiatannya, profesi keuangan harus menaati etik, standar dan peraturan perundang-undangan serta harus bisa melakukan mitigasi risiko yang dijalankan profesi keuangan dapat menemukan fraud dan financial shenanigans,” ucap Dadan Kuswardi.

Kegiatan pengadaan tanah sangat disadari menjadi kunci keberhasilan dalam program pembangunan ekonomi yang berbasis kepada kegiatan infrastruktur. Untuk itu, Ketua Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia, Hamid Yusuf menyampaikan pandangannya melalui perspektif praktisi penilai. “Proses pengadaan tanah seharusnya berpedoman pada prinsip pengadaan tanah, yaitu adanya kesukarelaan pemilik tanah untuk menyerahkan haknya dengan pertimbangan karena kepentingan pembangunan fasilitas umum. Di samping itu, negara harus memastikan kepada pemilik tanah untuk mendapatkan penggantian yang setidaknya sama atau lebih menguntungkan,” tutur Hamid Yusuf.

Baca juga  Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN kunjungi Kantor Pertanahan Kota Tangerang Selatan

Lebih lanjut, Guru Besar Hukum Agraria Universitas Gadjah Mada, Prof. Maria S.W. Sumardjono mengatakan karena penilai pertanahan memiliki fungsi yang sentral, maka penilaian yang dilakukan harus mencerminkan rasa keadilan. “Sepanjang masih ada pengadaan tanah, maka teman-teman penilai masih sangat diperlukan dan memiliki fungsi yang sentral. Akan tetapi, penilaian yang dilakukan harus mencerminkan rasa keadilan,” tegas Prof. Maria S.W. Sumardjono. (LS)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya